Selasa, 10 Jumadil Awwal 1446 H / 19 Januari 2010 17:30 wib
13.349 views
Memahami Islam Sebagai Agama Rahmat
Ada orang yang membolehkan untuk berwala' kepada orang kafir dengan alasan bahwa agama Islam adalah agama kasih sayang, bukan agama kebencian dan permusuhan. Bagaimana bisa kita menerapkan sikap bara' terhadap orang kafir?.
Jawaban: ini adalah kalimat yang benar namun diucapkan dengan maksud yang batil. Benar, bahwa Islam agama penuh cinta dan kasih sayang;dan bukan agama kebencian dan permusuhan. Tapi, bukan berarti kecintaan untuk masalah dan keyakinan yang batil dan dimurkai Allah. Contohnya, pelaku maksiat yang melakukan tindak durhaka seperti minum khamar, mencuri, membunuh, berzina, dzalim, dan aniaya. Apakah masuk akal, kalau dikatakan umat Islam wajib mencintai mereka dan perbuatannya karena Islam adalah agama penuh cinta? Pasti jawabannya tidak.
Sedangkan maksiat terbesar adalah menyekutukan Allah (syirik) dan Allah Dzat yang Maha pengasih tidak akan mengampuni orang yang berbuat syirik. Allah Ta'ala berfirman
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (QS. An Nisa'; 48) Karena syirik merupakan dosa yang terbesar yang ada di bumi ini.
Makna bara' (berlepas diri dan membenci) dari kesyrikan bukan berarti mendzalimi pelakunya dan memakan harta mereka dengan cara batil serta bersikap buruk terhadap mereka. Namun harus imbang, antara membenci kesyirikannya dengan mengajaknya untuk masuk Islam, sebagai kewajiban syar'i yang diperintahkan Allah dan rasul-Nya agar selamat dunia dan akhirat.
Membenci yang diperintahkan Islam merupakan sikap rahmat bagi non muslim, dan sunnah para nabi sebagaimana yang diberitakan Allah tentang Ibrahim,
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
"Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun." (QS. At taubah; 114) dan bagi kita, dalam diri Rasulullah adalah sebagai uswah hasanah ketika bersabda, "Sesunguhnya keluarga bapakku bukan waliku. Tetapi mereka memiliki hubungan rahim, yang akan aku sambung hubungan dengan mereka melaluinya." (HR. Bukhari)
Membenci yang diperintahkan Islam merupakan sikap rahmat bagi non muslim, . .
Sesungguhnya sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tersebut ditujukan kepada Abul 'Ash bin Umayyah yang pada awalnya seorang musyrik kemudian masuk Islam dan bagus Islamnya. Lihatlah bagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berlepas diri dari keluarganya yang melakukan kesyirikan bersamaan itu juga beliau menjalin hubungan silaturahim. Beliau memberitahukan kebencian dan permusuhan beliau terhadap mereka yang berada di atas kebatilan, di saat itu juga beliau bermu'amalah dengan baik dan menjalin silaturahim sehingga menjadi sarana untuk mengajak kepada Islam.
Hadits Asma' binti Abi Bakar, ketika berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Ya Rasulallah, ibuku telah datang menemuiku dan ia sangat ingin membina hubungan apakah aku perlu (membina) hubungan dengannya? Nabi menjawab,”Ya.” (HR. Bukhari)
Setelah itu turun ayat,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (QS. Mumtahanah: 8)
Lihatlah dalam Tafsir Al Qur'an Al Adzim karya Ibnu Katsir, lalu lihatlah bagaimana keadilan, rahmat dan hikmah. Tidak seperti yang diklaim oleh orang sesat bahwa cinta dan rahmat maknanya sepakat dengan orang kafir dalam kekufuran mereka dan mengakui kebenaran mereka.
Dan terakhir, kecintaan yang sebenarnya adalah kecintaan untuk menunjuki hidayah kepada pemeluk agama kafir dan cinta untuk mengeluarkan mereka dari kesesatan kepada cahaya, dan takut mereka akan merugi di dunia dan akhirat jika mati di atas kekafirannya. Inilah cinta yang hakiki yang menuntut untuk membenci keyakinan mereka yang kafur terhadap Allah dan Rasul-Nya.
kecintaan yang sebenarnya adalah kecintaan untuk menunjuki hidayah kepada pemeluk agama kafir dan cinta untuk mengeluarkan mereka dari kesesatan kepada cahaya, dan takut mereka akan merugi di dunia dan akhirat jika mati di atas kekafirannya.
Lihatlah makna ini dalam praktek Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ketika mengunjungi seorang pemuda Yahudi yang sedang sakit parah di atas kasurnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pergi menemuinya takut kalau dia mati di atas kekafiran, lalu beliau menyuruhnya untuk masuk Islam lalu dia mau.
Dan ketika Nabi meninggalkannya, beliau bersabda, الحمـد لله الذي أنقـذه بي من النار "segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka melalui diriku." (HR. Bukhari)
Dalam kisah Abi Thalib ketika akan sampai ajalnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjenguknya dan menawarkan agar masuk Islam karena takut kalau dia mati sebagai orang kafir. Tapi dia menolak dan meninggal di atas kekafirannya karena takut dicela kaumnya padahal dia tahu kebenaran.
Lihatlah bagaimana sikap Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Dalam sikap beliau terdapat teladan bagi kita. Inilah kecintaan yang sebenarnya yang mendorong setiap muslim untuk mengajak pemeluk agama lain agar masuk Islam. tentunya harus dengan cara yang baik. Inilah cinta dengan pemahaman yang benar. Tidak seperti yang dilakukan oleh kaum munafik pada zaman kita yang kemudian diikuti oleh penyeru pluralisme bahwa orang kafir Yahudi dan Nashrani berada di atas kebenaran, aqidah mereka bersih, tidak beda antara mereka dengan kaum muslimin. Kalau seandainya perkataan ini untuk berbaik-baikkan dengan orang kafir maka hal itu sebagai penyesatan, tipuan, bukan cinta dan rahmat.
(PurWD/voa-islam)
Baca Tulisan terkait:
*Memahami Wala' dan Bara' dalam Islam
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!