Rabu, 10 Rabiul Akhir 1446 H / 3 Februari 2010 14:50 wib
31.685 views
Saat Hujan, Wajibkah Shalat Berjamaah di Masjid?
Para ulama bersepakat bahwa shalat berjamaah di masjid disyariatkan, hanya saja mereka berbeda pendapat tentang hukum rincinya. Imam Abu Hanifah, Malik, dan asy Syafi'i rahimahumullah berpendapat hukumnya sunnah mu'akkadah (sangat-sangat ditekankan), tidak wajib. Sedangkan Imam Ahmad rahimahullah dan lainnya, di antaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al Jauziyah berpendapat hukum shalat berjamaah lima waktu di masjid adalah wajib bagi laki-laki yang mukallaf. Ini sesuai dengan pendapat beberapa sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di antaranya Ibnu Mas'ud dan Ibnu 'Abbas radliyallah 'anhuma dan beberapa ulama Tabi'in.
Pendapat yang kedua, wallahu a'lam, adalah yang lebih benar berdasarkan kuatnya dalil-dalil yang dijadikan sandaran. Di antaranya hadits seorang laki-laki buta yang datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meminta rukhshah (keringanan) untuk tidak menghadiri Jamaah karena tidak memiliki penuntun, tapi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengizinkannya karena ia mendengar adzan dan juga hadits tentang keinginan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk membakar rumah laki-laki yang tidak menghadiri shalat berjamaah, bila saja tidak ada kaum wanita dan anak-anak di sana.
. . . hukum shalat berjamaah lima waktu di masjid adalah wajib bagi laki-laki yang mukallaf. . .
Namun di kala ada udzur atau alasan syar'i, seperti hujan, dibolehkan untuk tidak berjama'ah di masjid. Hal ini didasarkan pada beberapa dalil, di antaranya:
(1) Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu bahwasanya dia pernah berkata kepada mu'adzinnya ketika hujan turun: "Apabila engkau telah melafadzkan : Asyhadu anna Muhammadan Rasuulullaah maka jangan mengatakan : Hayya 'alash shalaah, akan tetapi katakan : Shalluu Fii Buyuutikum (Shalatlah di rumah kalian). Lalu manusia (mendengarkannya seolah-olah) mengingkari masalah tersebut. Ibnu Abbas lalu berkata: 'Hal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam). Sesungguhnya shalat Jum'at itu adalah kewajiban dan aku tidak ingin menyuruh kalian keluar (ke Masjid) lalu kalian berjalan di atas tanah yang becek dan licin". (HR. al Bukhari dalam Shahihnya no. 901 dan Muslim no. 699)
An Nawawi rahimahullah menjelaskan, ”Dari hadits di atas terdapat dalil tentang keringanan untuk tidak melakukan shalat jama’ah ketika turun hujan dan ini termasuk udzur (halangan) untuk meninggalkan shalat jama’ah. Dan shalat jama’ah -sebagaimana yang dipilih oleh ulama Syafi’iyyah- adalah shalat yang mu’akkad (betul-betul ditekankan) apabila tidak ada udzur. Dan tidak mengikuti shalat jama’ah dalam kondisi seperti ini adalah suatu hal yang disyari’atkan (diperbolehkan) bagi orang yang susah dan sulit melakukannya. Hal ini berdasarkan riwayat lainnya, ”Siapa yang mau, silahkan mengerjakan shalat di rihal (kendaraannya) masing-masing.”(Syarh Shahih Muslim, 5/207)
(2) Dari Nafi, dia berkata : "Pernah suatu malam Ibnu Umar radliyallah 'anhuma mengumandangkan adzan di Dhojnan (nama sebuah gunung dekat Mekkah, -pent) lalu beliau berkata : Shalluu Fii Rihaalikum- kemudian beliau menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah menyuruh muadzinnya mengumandangkan adzan pada waktu malam yang dingin atau hujan dalam safar (perjalanan), dan pada akhir adzannya mu'adzin itu mengucapkan : Alaa Shallu Fi Rihaal." (HR. al Bukhari dalam Shahihnya no. 623 dan Muslim no. 697)
(3) Dari Usamah bin Umair radliyallah 'anhu dia berkata : "Dahulu kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada waktu Hudaibiyah dan hujanpun menimpa kami tapi tidak sampai membasahi sandal-sandal kami. Lalu mu'adzin Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengumandangkan: Shalluu Fii Rihaalikum". (HR. Ahmad 5/74 dan 75 dan Abu Daud no. 1057)
Hadits ini membantah pengkhususan (udzur) hanya pada hujan deras saja. Bahkan Ibnu Hibban membuat judul bab dalam Shahihnya (5/438) dengan ucapan beliau (penjelasan bahwa hukum hujan rintik-rintik yang tidak mengganggu itu sama dengan hukum hujan yang mengganggu)
(4) Dari Ibnu Umar radliyallah 'anhu bahwa dia pernah menemui malam yang dingin sekali maka ada di antara mereka yang memberitahu (tentang bolehnya shalat di rumah saat hujan, -pent), maka merekapun shalat di rumah-rumah mereka. Ibnu Umar mengatakan : "Sesungguhya aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyuruh para sahabat untuk shalat di rumah mereka di kala keadaannya seperti ini". (HR. Ibnu Hibban no. 2076)
(5) Dari Jabir radliyallah 'anhu dia berkata : "Dahulu kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam safar (perjalanan) lalu hujanpun menimpa kami maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata : "Siapa yang mau maka silahkan dia shalat di rumahnya atau tempatnya". (Hadits Riwayat Muslim 698)
Ibnu Hibban meriwayatkan pula hadits tersebut dalam shahihnya 2082 dan memberi judul babnya : "Penjelasan bahwa perintah untuk shalat di rumah (tidak berjama'ah,-pent) bagi yang memiliki udzur diatas adalah suatu yang mubah atau dibolehkan dan bukan wajib".
Di dalam hadits-hadits tersebut di atas ada beberapa pelajaran penting, diantaranya :
(a) Boleh meninggalkan shalat berjama'ah di masjid karena alasan (yang disyariatkan,-pent). Hal ini dikatakan oleh Al-Iraqi dalam (Tarhut Tatsrib 2/318). Lalu dia berkata : "Ibnu Baththa berkata : Para ulama telah sepakat bahwa meninggalkan shalat berjama'ah (di masjid) pada waktu hujan deras, angin (kencang) dan yang semisalnya dibolehkan".
Imam Qurthubi mengatakan dalam (Al-Mufhim 3/1218) setelah menyebutkan beberapa hadits-hadits diatas : "Dahir hadits-hadits tersebut menunjukkan bolehnya meninggalkan shalat berjama'ah karena hujan, angin (kencang) dan dingin serta semisalnya dari hal-hal yang memberatkan baik dikala perjalanan (safar) atau tidak".
Sayid Sabiq rahimahullah dalam Fiqh Sunnah menyebutkan salah satu sebab yang membolehkan tidak ikut shalat berjama’ah adalah cuaca yang dingin dan hujan. Lalu beliau membawakan perkataan Ibnu Baththal yang menyatakan bahwa hal ini adalah ijma’ (kesepakatan para ulama). (Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq, 1/234-235).
. . . salah satu sebab yang membolehkan tidak ikut shalat berjama’ah adalah cuaca yang dingin dan hujan. . .
(b) Seorang muadzin ketika ada hal-hal di atas mengganti lafadz Hayya 'Alash Shalah dengan Shallu Fii Rihaalikum atau Shalluu Fii Buyuutikum. Tapi ada riwayat-riwayat lain yang juga shahih menjelaskan bolehnya menambahkan Shallu Fii Buyuutikum setelah Hayya Alal Falaah atau setelah adzan selesai. Semuanya boleh diamalkan (boleh memilih).
Tapi menurut Imam An Nawawi rahimahullah mengucapkannya sesudah adzan lebih baik agar lafadz adzan yang biasa diucapkan tetap ada, walau beliau tetap membolehkan untuk diucapkan di tengah-tengah adzan karena terdapat dalil mengenai dua model ini. (Syarh Shahih Muslim, 5/207)
. . menurut Imam An Nawawi rahimahullah mengucapkannya sesudah adzan lebih baik agar lafadz adzan yang biasa diucapkan tetap ada.
Imam an Nawawi dalam Syarh shahih Muslim juga menyebutkan lafadz lainnya, di antaranya:
- Alaa shalluu fir rihaal ; (Hendaklah shalat di rumah -kalian-)
- Alaa shalluu fi rihaalikum ; (Hendaklah shalat di rumah kalian)
- Shalluu fii buyuutikum ; (Shalatlah di rumah kalian)
(c) Meninggalkan shalat berjama'ah di masjid (saat ada udzur hujan) dibolehkan baik pada saat muadzin mengumandangkan Shallu Fii Rihalikum ataupun tidak mengumandangkannya.
(d) Shalat di rumah saat ada alasan yang disyariatkan itu hukumnya boleh-boleh saja dan bukan wajib. Oleh karena itu Bukhari memberi judul bab dalam shahihnya, kitab adzan bab 40, bab : "Dibolehkannya shalat di rumah karena hujan atau sebab yang lainnya".
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari 3/157 berkata (mengomentari judul bab shahih Bukhari di atas, pent) : "Imam Bukhari menyebutkan (atau sebab yang lainnya) karena ini lebih umum dari pada hanya disebutkan karena hujan saja. (Dibolehkannya) shalat di rumah itu sebabnya lebih umum dari pada hanya karena hujan atau semisalnya. Dan shalat di rumah kadang bisa dengan berjama'ah atau sendirian, meskipun kebanyakan dengan sendirian. (Karena) hukum asal shalat berjama'ah itu dilakukan di masjid".
"Barangsiapa yang mendengar adzan tapi tidak mendatanginya maka tidak ada shalat baginya kecuali karena udzur (alasan) syar'i."
al Hadits
Dan yang menguatkan akan hal ini semuanya adalah keumuman sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam : "Barangsiapa yang mendengar adzan tapi tidak mendatanginya maka tidak ada shalat baginya kecuali karena udzur (alasan) syar'i." (Hadits Riwayat Ibnu Majah no. 793) Tidak diragukan lagi bahwa hujan dan yang semisalnya itu merupakan udzur. Wallahu alam. [Badrul Tamam/voa-islam.com]
Maraji':
- Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Al-Halaby, Ahkamusy Syitaa' Fis Sunnatil Muthahharah.
- Muhammad Abduh Tuasikal , Musim Hujan Telah Tiba, Buletin At Tauhid edisi VI/05.
- Muhammad Abduh Tuasikal , judul: Ada yang Sedikit Berbeda pada Adzan Ketika Turun Hujan.
- Majalah Nida' al Islam, Ahammiyah Shalah al Jama'ah, diunduh dari Situs Mimbar at Tauhid wa al Jihad.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!