Jum'at, 9 Jumadil Awwal 1446 H / 5 Februari 2010 13:15 wib
13.780 views
Pemerintah Tolak Cabut UU Penistaan Agama, Bila tidak Maka ini Akibatnya...
JAKARTA (voa-islam.com) – Kontroversi Undang-undang Penistaan Agama terjawab sudah. Wakil pemerintah dalam sidang judicial review (uji materi) Undang-Undang no 1/PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama yang diajukan Aliansi Kebangsaan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), menyatakan undang-undang tersebut harus dipertahankan.
Dua Menteri yang hadir dalam sidang judicial review itu, kompak mengatakan bahwa UU itu sangat diperlukan untuk menjaga keutuhan bangsa.
"Jelas, Undang-undang No. 1/PNPS/1965 itu sangat diperlukan untuk menjaga keutuhan bangsa. Jika dicabut akan muncul disharmoni di masyarakat," ujar Menteri Agama Suryadharma Ali di gedung MK seusai sidang judicial review itu, Kamis (4/2).
Suryadharma malah menilai gugatan AKKBB ini tidak tepat dengan argumentasi yang keliru. Dia menambahkan UU itu sudah teruji menjaga keutuhan bangsa selama 45 tahun. "Para pemohon itu mencantumkan dalil dan fakta yang semena-mena," tambahnya.
Senada dengan itu, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengatakan bahwa pemerintah berprinsip UU ini harus dipertahankan agar jangan sampai ada penodaan.
"Jika agama dinodai akan menimbulkan persoalan di masyarakat, UU itu memberi jaminan kepada semua agama.” tegasnya.
...Undang-undang penodaan agama sangat diperlukan untuk menjaga keutuhan bangsa. Jika dicabut akan muncul disharmoni di masyarakat...
Membatalkan Undang-Undang Penodaan Agama adalah Gerakan Ateis
Kontroversi Undang-undang Penodaan Agama ini bermula dari aksi Gus Dur, Siti Musdah Mulia dan Dawam Raharjo, bersama sejumlah tokoh yang tergabung dalam AKKBB memperkarakan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan Penodaan Agama ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (17/11/2009).
UU tersebut diperkarakan oleh Gus Dur cs karena dinilai diskriminatif, menunjukkan adanya pembedaan terhadap agama seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu, dan agama-agama atau aliran keyakinan lainnya.
"Pemberlakuan Pasal 1 UU ini melanggar kebebasan beragama," kata kuasa hukum para pemohon, Febi Yonesta.
Bunyi Pasal 1 yang diperkarakan itu adalah: "Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu, atau penafsiran dan kegiatan.
Sehari kemudian, Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi bereaksi keras. Menurut Hasyim, persoalan penyalahgunaan dan penodaan agama bukan masalah demokrasi atau HAM, melainkan persoalan hak sebuah agama untuk mempertahankan eksistensinya. Hal itu, lanjutnya, tidak bisa dihapus atau dirusak hanya dengan alasan demokratisasi.
"Masing-masing agama punya hak konstitusional di negara Indonesia untuk mempertahankan (eksistensi) agamanya dalam konteks konstitusi negara bukan dalam konteks agama negara," katanya.
...gerakan pembatalan undang-undang penodaan agama itu bukan gerakan masyarakat madani, melainkan sebagai upaya menumbuhkan atheisme...
Bahkan, pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang, Jawa Timur, itu menilai gerakan pembatalan undang-undang penodaan agama itu bukan gerakan masyarakat madani, melainkan sebagai upaya menumbuhkan atheisme.
"Itu sebenarnya gerakan atheis," kata Hasyim di Jakarta (18/11/2009),.
UU Penistaan Agama dicabut, orang akan bebas menghujat agama dengan alasan demokrasi dan hak asasi manusia
Reaksi keras terhadap Gus Dur cs, justru muncul dari internal Nahdiyin sendiri. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan Penodaan Agama yang diajukan.
"Kalau UU ini sampai dicabut, orang akan bebas menghujat agama dengan alasan demokrasi dan hak asasi manusia. Setiap hari di Indonesia akan muncul orang-orang yang mengaku nabi atau malaikat baru dan kepolisian akan sibuk untuk mengatasi masalah itu" kata Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, di Jakarta, Rabu (18/11/2009).
...Kalau UU ini sampai dicabut, orang akan bebas menghujat agama dengan alasan demokrasi dan hak asasi manusia...
UU Penistaan Agama dicabut, anarkisme merajalela
Pada lain kesempatan, Hasyim Muzadi menjelaskan, UU Penistaan Agama yang sekarang sedang diujimaterikan di Mahkamah Konstitusi, dinilai penting untuk dipertahankan. Karena demi menjaga situasi yang kondusif di masyarakat.
"Kalau tidak ada cantolan hukum, masyarakat bukannya diam, tetapi justru akan anarki. Kalau ada hukum hal itu bisa kita rem," kata Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi usai acara Rakernas Majelis Alumni IPNU di Jakarta (31/1).
Keinginan sebagian kelompok sekuler agar semua orang bebas membikin agama atau mengatasnamakan agama tertentu, ia menduga, dikhawatirkan menimbulkan anarki di masyarakat, jika tidak ada payung hukumnya. Apalagi masyarakat yang tidak terima akan berbuat semaunya sendiri.
Jika UU Penistaan Agama dicabut, berarti melegalkan aliran dan sekte sesat
Front Pembela Islam (FPI) menilai keinginan AKKBB mencabut undang-undang penodaan agama bermotif untuk melegalkan aliran dan sekte sesat.
FPI yang diwakili Panglima Komando Laskar Islam, Munarman di Gedung MK, Jakarta, Kamis (4/2) mengatakan, judicial review yang diajukan AKKBB ini menggunakan argumentasi HAM yang keliru.
"Mereka sebetulnya ingin menciptakan ordo achao atau sebuah tatanan yang kacau seperti yang ditunjukkan oleh protokol Zionis," katanya.
Menurutnya, Undang-Undang No 5 tahun 1969 tentang Pencegahan Penodaan/Penistaan Agama yang dijudicial review AKKBB ini sudah jelas tidak melanggar kebebasan untuk menjalankan agama.
"Judicial review ini ditujukan untuk melegalkan aliran-aliran sesat seperti Ahmadiyah, Lia Eden, nabi palsu Moshadeq dan lain-lain," ucapnya.
...Judicial review ini ditujukan untuk melegalkan aliran-aliran sesat seperti Ahmadiyah, Lia Eden, nabi palsu Moshadeq dan lain-lain...
UU Penistaan Agama dicabut, kaum minoritas jadi korban penodaan agama
Ketua Komisi Kerukunan antar Umat Beragam Majelis Ulama Indonesia (MUI) Slamet Effendy Yusuf menilai Undang-Undang No 1/PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama harus tetap dipertahankan. Sebab jika undang-undang ini dicabut, maka kelompok agama minoritas akan jadi korban penistaan agama.
"Bukan saja agama mayoritas, agama minoritas pun yang akan menjadi korban penistaan atas nama kebebasan beragama. Jadi (pencabutan UU itu) itu berbahaya bagi agama minoritas," tuturnya.
"Undang-undang itu adalah bagian dari upaya untuk membuat tatanan sosial terjamin. Seteiap agama dianggap sakral oleh pemeluknya, jika ada penodaan maka akan memancing konflik sosial. UU itu mencegah konflik terjadi," tambah Slamet.
Slamet menambahkan kebebasan beragama harus diartikan sebagai sesuatu yang positif. Sebaliknya, penodaan agama bukan kebebasan beragama. Karena itu, menurutnya, penodaan agama perlu diawasi oleh pemerintah. "Kalau pengawasan dibiarkan diserahkan pada masyarakat, maka akan terjadi kekacauan," imbuh politisi Partai Golkar ini.
...agama minoritas akan menjadi korban penistaan atas nama kebebasan beragama. Jadi (pencabutan UU itu) itu berbahaya bagi agama minoritas...
UU Penistaan Agama dicabut, penyimpangan agama tak bisa distop lagi
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Makruf Amin berpendapat, upaya judicial review terhadap Undang-Undang Penyalahgunaan dan Penodaan Agama yang diajukan tujuh LSM bisa menimbulkan bahaya pada kehidupan beragama di Indonesia.
“Itu (pecabutan uu penodaan agama) berbahaya karena ini akan menimbulkan situasi kebebasan tanpa batas. Kita tak lagi bisa menyetop penyimpangan dan penodaan agama,” katanya.
Dijelaskannya, masing-masing agama memang ada aspek yang mukhtalaf atau yang bisa diperdebatkan, tetapi ada ajaran yang telah disepakati bersama jika dilanggar, sudah dianggap sebagai penyimpangan terhadap agama tersebut.
“MUI meminta MK untuk menolak judicial review itu, dan kalau bisa malah memperkuatnya,” tandasnya.
...pecabutan uu penodaan agama itu berbahaya karena ini akan menimbulkan situasi kebebasan tanpa batas. Kita tak lagi bisa menyetop penyimpangan dan penodaan agama...
Jika UU Penistaan Agama dicabut, orang akan saling menodai agama lain
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan tegas menolak pembatalan Undang-undang Penodaan Agama. Lukman Hakim Saifuddin, Ketua Bidang Hukum dan HAM DPP-PPP, menilai Undang-Undang Penodaan Agama masih diperlukan untuk mencegah konflik agama di masyarakat.
“Kalau undang-undang tersebut dicabut, bisa-bisa terjadi konfilk horizontal di masyarakat karena masing-masing pihak bisa saling menodai dan menistai agama,“ ungkapnya.
Lukman mengatakan, PPP tetap berpendapat bahwa agama masih perlu diatur oleh negara. PPP menganggap agama seringkali dapat disalahgunakan untuk kepentingan tertentu yang justru bertentangan dengan agama itu sendiri.
“Bisa saja seseorang mengaku sebagai nabi kemudian orang yang percaya disuruh untuk menyetorkan uang atau disuruh bersetubuh. Itu kan masuk ke dalam penodaan dan penyalahgunaan agama,” ia mencontohkan.
...Kalau undang-undang tersebut dicabut, bisa-bisa terjadi konfilk horizontal di masyarakat karena masing-masing pihak bisa saling menodai dan menistai agama...
Jika UU Penistaan Agama dicabut, akan terjadi konflik besar-besaran
Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, jika undang-undang ini dicabut, maka akan sangat berpotensi memicu konflik yang lebih besar bagi kehidupan beragama di Indonesia.
“Saya ingin berpandangan atas nama Muhammadiyah bahwa amandemen terhadap ketentuan perundangan tersebut sangat berbahaya,” jelasnya.
Dia menambahkan, tidak dapat dibayangkan kalau perubahan itu disetujui maka penodaan dan penistaan terhadap agama baik secara tidak disengaja seperti merusak pemahaman, keyakinan, ajaran dan akidah agama, atapun yang dilakukan secara sengaja seperti rekayasa sosial dan politik akan berkembang pesat. “Akan menimbulkan social disorder,” tambahnya.
...jika undang-undang ini dicabut, maka akan sangat berpotensi memicu konflik yang lebih besar bagi kehidupan beragama di Indonesia...
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga mengatakan, dalam negara demokrasi harus ada kebebasan beragama, namun itu perlu dipertegas dalam ketentuan hukum yang melindungi dari penodaan agama. [taz/dari berbagai sumber]
Baca berita terkait:
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!