Senin, 28 Rabiul Akhir 1446 H / 31 Desember 2018 12:56 wib
3.277 views
Memaknai Burung 'Nyungsep'
Oleh: M Rizal Fadillah
Dalam acara Deklarasi Kampanye Damai di Monas September 2018 burung merpati yang dipegang KH Ma'ruf Amin "nyungsep", sedangkan yang dipegang oleh ketiga kandidat lain terbang mulus. Banyak komen saat itu di medsos antara lain jangan-jangan ini pertanda.
Tentu dibantah oleh Ma'ruf Amin sendiri yang menyatakan burung itu hanya kaget. Entah terlalu erat dipegang, atau memang burungnya kurang bagus, cuma faktanya itulah, nyungsep.
Proses kampanye berjalan, kyai blusukan terbatas ke pesantren dan beberapa tempat lain yang dalam foto menampakkan berada di tempat umat kristiani. Bersama pendeta dan tokoh kristiani. Beberapa waktu yang lalu beliau dikabarkan sakit, terkilir kakinya. Jokowi kampanye sendirian saat Kyai Ma'ruf sakit.
Ketika menjelang Natal muncul kontroversi di kalangan umat Islam ketika KH Ma'ruf Amin mengucapkan selamat Natal kepada "saudara kami umat Kristiani". Menyengaja dan demonstratif di tengah umat Islam yang masih mempermasalahkan boleh tidak mengucapkan selamat Natal. Sebagian ulama mengharamkan.
Kejutan muncul dari Majalah Tempo edisi terakhir Desember 2018 yang memberi judul "Jokowi dan Faktor Ma'ruf" dengan anak judul Empat Bulan Sebelum Pemilu Keberadaan Ma'ruf Amin Tak Memperbaiki Elektabilitas Jokowi.
Jika Bukan Malah Menggerus, Ada Apa? Gambar yang ditampilkan punJokowi dengan berat menggendong Ma'ruf Amin yang sedang memasang bohlam lampu, tidak sampai lagi. Tempo menggambarkan rupanya Ma'ruf Amin bukan saja tidak mampu mendongkrak elektabilitas, bahkan menjadi beban bagi Jokowi. Inikah sinyal burung nyungsep saat Deklarasi Damai itu ?
Bukan mengait ngaitkan, tapi kenyataannya elektabilitas Jokowi Ma'ruf stagnan. Bahkan merosot alias nyungsep. Sementara Prabowo Sandi bergerak semakin naik. Tim Sukses Nasional menjadi bingung.
Rupanya ada salah pilih pasangan. Bukan saja tak mampu meraih dukungan umat Islam sebagaimana diharapkan, tapi juga menjadi beban bagi sang capres petahana. Jokowi ikut tak bisa naik, apalagi "meroket". Nuansa pesimistik terjadi.
Memang pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin kalah segar dan stamina dibanding Prabowo-Sandi. Antusias publik merespons kedatangan kedua pasangan sangat berbeda. Jika dalam pertandingan olah raga maka pasangan Jokowi-Ma'ruf sudah kalah telak. Meski itu baru babak pertama.
Babak kedua jika dengan pola permainan yang masih sama, maka diprediksi sulit beranjak dari situasi yang terpuruk ini. Mungkin bukan burung Ma' ruf Amin saja yang nyungsep tapi juga burung Jokowi tak akan bisa terbang lagi. Tinggalah foto foto kenangan yang dibuat. Selfi atau pose yang diatur atur oleh fotografer ahli.
Kalau ada mekanismenya, maka akan diusulkan "hands up" saja daripada enerji terbuang sia sia. Hanya memang aturan menegaskan tak boleh mundur, atau ganti pasangan. Kecuali berhalangan tetap. Akan tetapi tidak mungkin Tim berfikir untuk merekayasa bagaimana membuat Ma'ruf Amin berhalangan tetap. Karena jika hal itu terjadi, maka sejarah mencatat bahwa telah terjadi kejahatan politik yang memalukan dan memilukan.
Sudahlah, biar kompetisi tetap berjalan. Rakyat akan memilih pemimpin yang lebih baik dari sebelumnya. Curang bisa saja dilakukan, tapi sanksi sosial, politik, dan hukum cepat atau lambat akan terjadi. Vox populi vox dei. Jika rakyat disakiti, maka gigitannya jauh lebih sakit lagi. Tak ada penguasa di manapun yang mampu berdiri tegak di kaki yang rakyatnya terinjak karena dikhianati. Kecuali di negara Komunis. Berslogan demokrasi rakyat namun penguasanya menggiring dan menindas rakyat.
Masalahnya negara kita bukan dan tak akan mau menjadi Negara Komunis. Kita telah bersepakat bahwa Indonesia adalah Negara Pancasila. Negara yang berbasis Ketuhanan Yang Maha Esa. Tak ada tempat bagi kaum yang tidak beragama atau yang seenaknya melecehkan Agama. Mereka pasti akan dibuat "nyungsep". [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!