Kamis, 30 Jumadil Awwal 1446 H / 24 Juni 2010 10:35 wib
8.818 views
Kitab Turats Kunci Memecahkan Masalah, Tapi Jarang Dibaca
Dengan memahami turats, maka setidaknya bisa menjawab masalah modernisme maupun postmodernisme yang kian berkembang.
Hidayatullah.com--Direktur Institute for The Study Islamic Thought and Civilization (INSISTS), Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi mengatakan, pelajar Islam lebih banyak membaca buku-buku berbahasa Indonesia ketimbang kitab turats. Padahal, menurutnya ada jutaan kitab turats di sejumlah perpustakaan yang belum dibaca.
Pernyataan ini disampaikan Hamid saat memberi workshop pemikiran di Sekolah Tinggi Agama Islam Lukman Al-Hakim (STAIL), Surabaya Rabu (23/6) siang. Menurutnya, banyak kitab turats, seperti di perpustakaan IAIN Sunan Kalijaga Yogjakarta, tak terjamah hingga lapuk dan berdebu. Beda halnya dengan buku-buku berbahasa Indonesia yang hampir robek karena sering dibaca.
Tak pelak, hal itu membuat Hamid miris. Betak tidak, dalam kitab turats terdapat ilmu Islam yang belum tentu ada di dalam buku-buku berbahasa Indonesia. Sebab, kitab turats merupakan peninggalan para ulama terdahulu (salaf). Turats berisi berbagai ilmu baik dari Persia, Romawi, maupun Yunani yang diadopsi para ulama ke dalam Islam atau biasa disebut islamisasi ilmu.
Lebih jelas, Hamid mengatakan, dengan memahami turats, maka setidaknya bisa menjawab masalah modernisme maupun postmodernisme yang kian berkembang.
"Sebab, turats ditulis oleh ulama yang kapasitas keilmuannya tidak diragukan lagi," ujarnya.
Hal itu tidak lain, lantaran ulama sudah bisa memahami dan menjawab berbagai masalah di berbagai negara, seperti Persia, Romawi, dan Yunani-yang ketika itu lebih maju secara peradaban. Dan, masalah itu tidak akan jauh beda dengan dinamika yang berkembang pada saat ini.
Mengutip pernyataan Syeid Naquib Al-Attas, Hamid mengatakan, "key concept" masalah yang ada sekarang karena konsep-konsep dasar tentang Islam tidak dipahami secara baik. Seperti wahyu misalnya, orang masih belum paham apa definisi wahyu. Tak pelak, ketika ada orang yang tiba-tiba mengaku mendapat wahyu, masih ada saja yang percaya. Hingga akhirnya muncul nabi-nabi palsu.
Begitu juga dengan konsep adil, masih jarang yang tahu konsep adil secara rinci. Karena tidak memahami konsep, banyak orang bingung dalam melakukan sesuatu. Seperti yang pernah terjadi, debat definisi tentang pornografi. Pornografi ditafsirkan secara sekularistik, padahal, definisi pornografi dalam Islam berbeda dengan konsep sekuler.
Tak kalah serunya, debat tentang konsep pemimpin seorang perempuan. Hingga kini, hal itu masih jadi kontroversi. Padahal, jika ingin menggali secara serius turats, maka akan didapat jawabannya.
"Tinggal dibaca dan dibahas bersama-sama," ujarnya. Namun, lagi-lagi sayang, sebab animo membaca turats sangat lemah. [ans/www.hidayatullah.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!