Rabu, 5 Jumadil Awwal 1446 H / 24 Februari 2021 20:50 wib
6.522 views
Menjaga Keluarga dari Gerusan Kapitalisme
Oleh:
Fita Rahmania, S. Keb., Bd. || Aktivis Fikrul Islam
SEBUAH keluarga adalah benteng terakhir pertahanan suatu bangsa. Bangsa yang mayoritas keluarganya kacau, maka akan melahirkan individu yang “cacat”. Peran keluarga sebagai madrasatul ula (sekolah pertama) bagi anak-anak menjadi faktor penting yang tidak bisa dilepaskan dalam proses tumbuh kembang anak. Apabila fungsi tersebut tidak berjalan dengan baik atau miss, maka akan menyebabkan anak kehilangan prinsip hidup yang harusnya tertanam sejak dini.
Berbagai potret konflik antar anggota keluarga belakangan ini memang sedang menjamur di negeri ini. Masyarakat banyak disuguhkan dengan pemberitaan tentang betapa rapuhnya konstruksi hubungan orang tua dan anak. Salah satunya datang dari Bandung, Jawa Barat. Dikutip dari pikiranrakyat.com, seorang anak bernama Deden nekat menggugat secara perdata senilai Rp 3 miliar kepada ayah kandungnya sendiri, R. E Koswara. Deden diketahui merupakan anak kedua dari Koswara.
Permasalahan ayah dan anak ini bermula ketika Deden menyewa sebagian rumah milik Koswara di Jalan AH Nasution, Kota Bandung. Deden menyewa sebagian rumah itu sejak 2012. Namun, di tahun 2020 Koswara memiliki rencana untuk menjual tanah karena terhimpit kebutuhan biaya. Akhirnya, sewa menyewa antara keduabelah pihak pun dibatalkan oleh Koswara, serta uang milik Deden dikembalikan.
Tak disangka, Deden ternyata tidak terima dengan keputusan Koswara. Ia mengajukan gugatan secara perdata ke Pengadilan Negeri Bandung. Dalam gugatannya itu, ia meminta uang senilai Rp 3 miliar. Mirisnya, Deden juga tega menggunakan kuasa hukum bernama Masitoh yang ternyata masih anak kandung dari Koswara. Namun, belum sempat berhadapan dengan orangtuanya di meja hijau, Masitoh justru meninggal dunia tepat sehari sebelum sidang digelar di PN Bandung.
Koswara bukan satu-satunya orang tua yang yang menjadi korban kebringasan egoisme anak perkara harta. Sebelumnya, seorang pria bernama Alfian Prabowo (25) menggugat ibunya Dewi Firdauz (52) dan ayahnya Agus Sunaryo. Gugatan tersebut berkaitan dengan mobil Toyota Fortuner atas nama Alfian yang dipakai Dewi. Selain itu pula, terdapat seorang ibu bernama Ramisyah (64) tahun yang didgugat oleh anaknya sendiri bernama Maryanah (45). Tuntutan dilakukan atas uang yang diberikan anaknya selama ia bekerja di luar negeri sebanyak Rp15 juta. Uang tersebut dituding digunakan ibunya membeli tanah sehingga digugat (sindonews.com).
Hal tersebut membuktikan bahwa sistem kapitalisme kini sangat mendominasi seluruh tatanan dalam negeri. Harta atau materi menjadi orientasi utama dalam kehidupan masyarakat. Semua orang sedang berlomba-lomba mendapatkan materi, karena menganggapnya sebagai kunci kebahagiaan. Begitu pun dalam ranah keluarga, terlalu fokus pada harta seringkali menjadi penyebab utama rusaknya hubungan antar anggota keluarga. Harta dapat memutus tali persaudaraan, meleburkan kasih sayang, sekaligus membangun benteng permusuhan dalam sekejap.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya agar tatanan keluarga dapat terjaga dan bertahan dari hempasan badai dampak kerusakan sistem yang diterapkan di negeri ini. Yang pertama ialah kembali pada aqidah yang benar. Islam satu-satunya aqidah yang sempurna sangat pantas jika dijadikan sebagai pondasi dalam membangun sebuah keluarga. Manusia yang sadar akan keimanannya kepada Allah, akan senantiasa menjaga dirinya tetap di jalan Allah dan tidak akan melanggar aturan yang telah ditetapkan-Nya.
Kedua, membagi peran masing-masing anggota dalam keluarga secara jelas. Sistem kapitalisme selama ini telah terbukti mengacak-acak peran antar anggota keluarga. Suami sebagai kepala keluarga yang berkewajiban mencari nafkah, diambil alih perannya oleh istri akibat kesulitan ekonomi. Sehingga peran istri sebagai ibu sekaligus pengatur rumah tangga akhirnya terabaikan. Sedangkan di dalam Islam hal ini tidak akan dibiarkan terjadi. Islam sangat menjunjung tinggi aspek kesetaraan, keadilan, dan kesempurnaan dalam pembagian peran antar anggota keluarga. Di sana, tak ada satu peran dan fungsi pun yang dianggap lebih tinggi daripada peran dan fungsi yang lainnya.
Secara individu, setiap muslim dalam perannya masing-masing (sebagai individu, anak, suami atau istri, ibu atau ayah, sebagai anggota masyarakat) diharuskan memiliki pemahaman yang benar berkaitan dengan seluruh hukum Islam, termasuk hukum-hukum keluarga dan wajib terikat dengannya sebagai konsekuensi iman.
Islam juga telah memberikan aturan khusus kepada suami dan istri untuk mengemban tanggung jawab kepemimpinan dalam rumah tangga. Suami sebagai kepala dan pemimpin keluarga, sedangkan istri sebagai pemimpin rumah suaminya sekaligus menjadi pemimpin bagi anak-anaknya.
Lalu, sebagai anak memiliki peran yang tidak kalah penting dalam sebuah keluarga. Terlebih bagi anak-anak yang telah memasuki akil balig. Ia wajib berbakti pada kedua orang tuanya yaitu ayah dan ibunya dan bergaul secara baik dengan mereka. Ketika ayah dan ibunya melakukan kesalahan atau khilaf, seorang anak pun memiliki kewajiban untuk memberikan pandangannya dan beramar makruf nahi mungkar pada kedua orang tuanya. Namun, tentu hal ini harus dilakukan dengan perkataan yang makruf/ baik. Di sinilah pentingnya adab yang harus dipahami seorang anak terhadap orang tuanya, sehingga ia tidak menjadi anak yang “durhaka” kepada kedua orang tuanya.
Kurangnya penanaman adab kepada anak merupakan manifestasi dari jauhnya para orang tua dari pemahaman Islam. Ajaran Islam yang sekarang banyak ditinggalkan dan diganti dengan gaya hidup ala barat telah memberikan dampak nyata rusaknya tatanan keluarga saat ini.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!