Senin, 9 Syawwal 1445 H / 11 April 2022 14:06 wib
4.679 views
Kapitalisme Hancurkan Fitrah Keibuan
Oleh: Siti Saodah, S. Kom
Ibu adalah sosok perempuan yang lemah lembut, pelindung bagi anak-anaknya serta tempat pertama anak-anak mendapatkan pendidikan. Sebagai seorang ibu, Allah berikan naluri kasih sayang, kesabaran dalam mengasuh anak-anak sehingga merasa nyaman. Sosok ibu adalah panutan bagi anak-anaknya. Namun sosok ini berubah menjadi bengis ketika merasa tertekan oleh berbagai masalah seperti himpitan ekonomi, kurang perhatian dari orang terdekat hingga berujung depresi.
Hal ini menimpa seorang ibu muda dengan 3 orang anak, ia tega menghabisi nyawa anak-anaknya dengan cara digorok. Pelaku berinisial KU berusia 35 tahun yang tinggal di Brebes, Jawa Tengah. Ketiga anaknya menjadi korban ibunya sendiri, satu dinyatakan meninggal dunia, sedangkan dua anak lainnya dilarikan ke RS. Menurut Kapolsek Tonjong AKP M. Yusuf bahwa saat pintu di dobrak terdapat nyawa anak keduanya sudah melayang. Sedangkan anak pertama dan ketiga selamat namun dengan berbagai luka di tubuhnya, tuturnya (news.detik.com).
Oleh sebab itu jangan menganggap enteng permasalahan yang dihadapi seorang ibu. Sebab jika seorang ibu merasa tertekan, putus asa hingga depresi maka yang menjadi korban pertama adalah anak-anak. Seorang ibu bukan hanya menjadi pengasuh anak-anaknya namun ia juga harus mampu mengurusi rumahnya, suaminya, pendidikan anaknya sampai ia dewasa. Namun banyak yang salah kaprah, bahwa tugas mendidik anak hanya dibebankan kepada seorang ibu padahal seorang ayah mempunyai peran dalam pengasuhan dan pendidikan anak-anaknya.
Sementara itu beban seorang ibu akan terus bertambah manakala seorang ayah tak mampu memberikan kecukupan ekonomi bagi keluarganya. Akhirnya ibu-ibu banyak yang terjun untuk menjadi tulang punggung keluarga demi memenuhi kebutuhan hidup dan pendidikan anak-anak. Beban hidup yang terus menumpuk ditambah sulitnya lapangan pekerjaan bagi para ayah membuat ibu-ibu di rumah keluar mengais rupiah. Alhasil banyak anak-anak tak mendapatkan kehangatan keluarga.
Himpitan ekonomi dalam sistem kapitalis begitu menjerat para keluarga saat ini. Apalagi bagi seorang ibu, hal ini akan semakin menambah tekanan pada dirinya. Sehingga naluri keibuan pun akan hancur di terjang oleh badai kapitalis. Kasus KU adalah potret buram seorang ibu yang merasakan tekanan tinggi baik psikis dan mentalnya sehingga tega mengakhiri nyawa anak-anaknya sendiri. Dan lagi kasus seperti itu akan terus berulang jika tidak ada upaya oleh negara untuk mengatasi masalah seorang ibu.
Negara memiliki peran besar dalam memperhatikan urusan rakyatnya. Begitu pun terkait menyediakan lapangan pekerjaan bagi para suami sehingga ia mampu memberikan nafkah untuk keluarganya, ini membutuhkan peran negara. Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW sebagai kepala negara :
Anas bin Malik menceritakan suatu ketika ada pengemis dari Anshar yang datang ke Rasulullah. Lalu beliau bertanya kepada pengemis itu “Apakah kamu mempunyai sesuatu dirumahmu ?” lalu pengemis itu menjawab “tentu, saya punya pakaian yang biasa dipakai sehari-hari dan cangkir”. Lalu Rasulullah berkata “ ambil dan serahkan ke saya”. Lalu pengemis itu menyerahkan ke Rasulullah dan menawarkan ke para sahabat. Lalu seorang sahabat membelinya seharga dua dirham. Lalu Rasulullah menyuruh pengemis itu membelanjakan makanan dan pakaian untuk keluarganya. Kemudian selebihnya Rasulullah memintanya untuk dibelikan kapak. Rasulullah berkata “ carilah kayu dan juallah, selama 2 pekan ini saya tidak ingin melihatmu”.
Kemudian negara juga mempunyai peran memberikan pendidikan yang berkualitas dengan harga yang terjangkau bahkan gratis. Seperti yang terjadi pada masa pemerintahan islam yaitu masa kekhilafahan abasiyah. Masa ini pendidikan mencapai kejayaannya, ilmu dan teknologi berkembang pesat hingga negara pun memberikan apresiasi bagi para ilmuwan muslim yang berhasil membuat kitab akan diberikan hadiah emas seberat kitabnya. Sebab disini negara memberikan fasilitas gratis bagi para ilmuwan muslim.
Sedangkan untuk seorang istri yang ditinggal suaminya bekerja ke luar kota maka islam memiliki batas berapa bulan sang suami harus kembali menemui istrinya. Ibnu Umar ra bercerita, ketika malam hari ia berkeliling kota, ia mendengar wanita yang bersyair. Dalam syairnya ia merasa kesepian ditinggal suaminya namun ia tetap menjaga kehormatannya. Kemudian Umar ra menemui Hafsah dan bertanya : “ berapa lama seorang wanita sanggup bersabar untuk tidak kumpul dengan suaminya ?”. “enam atau empat bulan” jawab Hafsah. Kemudian Umar pun berkomitmen bahwa: Saya tidak akan menahan pasukan lebih dari batas ini. (HR. Baihaqi dalam al-Kubro no. 18307).
Sedangkan untuk seorang istri juga berperan sebagai seorang ibu yang senantiasa bertanggungjawab terhadap kebutuhan keluarganya baik anak-anak atau suaminya. Seorang istri juga berhak berada di samping suaminya agar ia senantiasa terlindungi, terjaga, dan diperhatikan. Sudah sewajarnya seorang istri membutuhkan perhatian suami sebab ia adalah mahluk yang lemah lembut dan perasan. Sedangkan surga istri berada di suaminya, maka wajib bagi istri taat kepada suaminya. Sedangkan tugas mencari nafkah yaitu dibebankan kepada suami, agar sang istri mampu fokus kepada pengurusan keluarganya.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)." (QS an-Nisaa [4]: 34).
Dengan demikian hanya islam saja yang mampu memberikan solusi atas permasalahan umat saat ini. Islam mampu memberikan solusi dan pencegah dari berbagai masalah kehidupan. Namun penerapan islam secara menyeluruh hanya mampu dilakukan oleh negara. Waalahualam bisshowab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!
