Twitter Didesak Hapus Akun 'Teroris'

WASHINGTON, muslimdaily.net - "Dalam waktu dekat Twitter akan menjadi alat teroris", kata anggota parlemen Amerika Serikat (AS).

Situs mikroblogging dunia Twitter saat ini sedang didesak enam anggota parlemen AS untuk menghapus akun Hizbullah dan Hamas. Parlemen AS berlasan jejaring sosial telah memberika dua organisasi itu kesempatan untuk menyebarkan kebencian mereka terhadap Amerika.

Anggota parlemen dari Parta Republik yang dipimpin mantan hakim Ted Poe mengatakan, dua organisasi yang disebut diatas tercatat sebagai organisasi teroris dalam daftar hitam Amerika. Kedua organisasi itu dianggap mengobarkan kebencian dan menggalang perang melawan orang-orang Yahudi.

"Gagal memblokir akun mereka berarti memberikan kebebasan kepada mereka untuk menyebarkan propaganda kekerasan dan menggalang perang mereka terhadap Israel," kata Poe dalam sebuah pernyataan.

Dia mengatakan bahwa Twitter menjadi alat teroris.

Menurut hukum AS, setiap orang atau kelompok yang menawarkan dukungan materi seperti uang tunai, senjata dan bantuan berwujud lainnya, termasuk saran dan bantuan terhadap mereka (kelompok teroris menurut AS_red), pada dasarnya akan dianggap telah melakukan kerja sama.

Poe juga mengatakan, kenaikan jumlah follower di Twitter telah mengancam keamanan Amerika Serikat.

"Kami membekukan organisasi teroris, rekening bank, dan kami harus membekukan akun Twitter mereka juga," tambahnya.

Langkah ini diambil Amerika setelah akun Twitter HAMAS mempunyai follower yang meningkat drastis akibat perang baru-baru ini antara HAMAS dan tentara pertahanan Israel (IDF).

Di Afrika

Sementara dari Afrika Al Shabaab, salah satu organisasi perlawanan yang dituding sebagai teroris dalam daftar hitam pemerintah AS, juga memiliki akun Twitter dengan follower lebih dari 17.000. Al Shabaab dianggap menyebarkan propaganda melawan tentara AMISOM (Afrika) dan berusaha untuk memerdekakan negara mereka.

Langkah Amerika ini bukan tidak mendapat hadangan. Tekanan kuat datang dari organisasi pembelaan sipil untuk kebebasan berbicara dan berekspresi.

"Saya pikir itu semua bertentangan dengan Amandemen Pertama, karena keterbukaan adalah musuh ekstrimisme dan fundamentalisme," kata Jonathan Zittarin, seorang profesor di Harvard Law School.

Jonathan menambahkan, bahwa FBI adalah yang paling tepat untuk mempelajari lebih lanjut tentang kelompok itu dengan membiarkan mereka beroperasi di tempat terbuka (jejaring sosial). [zk]