Selasa, 2 Rabiul Akhir 1446 H / 8 Desember 2020 22:38 wib
4.218 views
Catatan KontraS: Tiga Bulan Terakhir Terjadi 29 Extrajudicial Killing, 34 Meninggal Dunia
JAKARTA (voa-islam.com)--Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras tindakan aparat kepolisian yang mengakibatkan enam laskar Front Pembela Islam (FPI) meninggal dunia.
Menurut Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menilai pada peristiwa ini pihak kepolisian tidak memenuhi prinsip fair trial. Yakniperadilan yang jujur dan adil terhadap masyarakat terkait penyelidikan dan penyidikan yang tidak dipenuhi oleh pihak Kepolisian. Prinsip fair trial dalam peristiwa ini pun memuat tentang jaminan perlindungan hak asasi manusia, serta asas praduga tidak bersalah.
Berdasarkan keterangan yang KontraS himpun, pihak kepolisian mengakui sedang melakukan pembuntutan yang berkaitan dengan proses penyelidikan. Di satu sisi, pihak FPI menyatakan bahwa keluarga Habib Rizieq Syihab sedang melakukan perjalanan untuk pengajian rutin keluarga.
Kemudian, di tengah perjalanan, dari kedua belah pihak menyampaikan keterangan yang berbeda atas wafatnya 6 orang tersebut. “Kendati demikian, penembakan yang dilakukan terhadap 6 orang tidak dapat dibenarkan,” kata Fatia seperti dilansir Kontras.org, Selasa (8/12/2020).
Dalam catatan KontraS, selama tiga bulan terakhir terdapat 29 peristiwa extrajudicial killing atau pembunuhan di luar proses hukum yang mengakibatkan 34 orang tewas.
Penggunaan senjata api yang mengakibatkan tewasnya seseorang, KontraS menemukan sejumlah pola, seperti (1) korban diduga melawan aparat, (2) korban hendak kabur dari kejaran polisi. “Seringkali alasan tersebut digunakan tanpa mengusut sebuah peristiwa secara transparan dan akuntabel,” ujar Fatia.
Fatia mengungkapkan, dalam konteks kematian enam laskar FPI yang sedang mendampingi Habib Rizieq Syihab, anggota kepolisian sewenang-wenang dalam penggunaan senjata api. Kemudian tidak diiringi dengan membuka akses seterang-terangnya dengan memonopoli informasi penyebab peristiwa tersebut.
“Meskipun di internal Polri sudah berlaku Peraturan Kapolri (Perkap) No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian, namun mandat aturan tersebut tidak diterapkan dengan baik,” ungkap Fatia.
Kata Fatia, besarnya jumlah korban tewas dalam operasi Polri tersebut menunjukkan masih banyak anggota Polri yang tidak menerapkan prinsip nesesitas dan proporsionalitas sebagaimana dimandatkan dalam Pasal 3 Perkap No. 1 Tahun 2009 maupun Pasal 48 Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mengatur akuntabilitas dan prosedur penggunaan senjata api oleh anggota Polri.
Lebih jauh, adanya kesewenang-wenangan terhadap penggunaan senjata oleh anggota Polri pada akhirnya telah mengabaikan hak warga masyarakat atas persamaan di hadapan hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia karena faktanya, penembakan dilakukan terhadap mereka yang belum tentu terbukti bersalah.
Atas peristiwa kematian 6 orang tersebut, KontraS mengindikasikan adanya praktik extrajudicial killing atau unlawful killing dalam peristiwa tersebut. Pasalnya, secara kepemilikan senjata, kepolisian pun lebih siap. Penggunaan senjata api juga semestinya memerhatikan prinsip nesesitas, legalitas, dan proporsionalitas. Terlebih lagi berdasarkan UN Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Official, penggunaan senjata api hanya diperbolehkan untuk tujuan melumpuhkan bukan membunuh.
Dalam konteks kasus ini, KontraS menduga bahwa ada niat untuk melakukan tindakan penembakan tersebut karena sumirnya informasi terkait penyebab peristiwa.
Di sisi lain, perlu diingat bahwa pihak kepolisian sedang melakukan pembuntutan yang berkaitan dengan proses penyelidikan demi mendapatkan keterangan, namun yang terjadi justru kontradiktif yakni mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.
Berdasarkan catatan tersebut di atas, KontraS mendesak:
Pertama, Kapolri untuk melakukan proses hukum secara terbuka dan adil terhadap anggota kepolisian yang terbukti melakukan penembakan terhadap para korban.
Kedua, Kapolri juga harus memastikan bahwa tidak ada upaya tekanan dan ancaman baik secara fisik maupun psikis terhadap korban yang bertujuan untuk menghentikan proses hukum dan akuntabilitas internal Polri.
Ketiga, Propam Polri harus melakukan pemeriksaan dan audit senjata api dan amunisi secara berkala yang digunakan oleh anggota kepolisian yang terlibat dalam proses pembuntutan tersebut.
Keempat, Komnas HAM dan Kompolnas secara independen harus melakukan pemantauan langsung dan mendalam terhadap peristiwa penembakan ini. Komnas HAM dan Kompolnas juga harus memastikan bahwa rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan nantinya akan memiliki tekanan pada proses hukum yang berjalan serta memenuhi hak-hak dari korban penembakan.
Kelima, Ombudsman RI untuk melakukan investigasi terkait dengan dugaan maladministrasi dalam proses penyelidikan yang menyebabkan tewasnya 6 orang tersebut.* [Syaf/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!