Sabtu, 2 Jumadil Akhir 1446 H / 27 Juli 2013 14:37 wib
27.577 views
Ramadhan Mendidik Menjadi Pemaaf
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Salah satu akhlak yang sangat dipuji Islam adalah pemaaf. Yaitu tidak marah atas kesalahan dan keburukan orang terhadap dirinya. Ia tidak membalas kezaliman orang terhadapnya dengan keburukan. Tapi ia tahan kemarahan, ia hilangkan rasa dongkol dalam hatinya terhadapnya dengan maaf, lalu ia balas keburukan orang lain kepada dirinya dengan kebaikan-kebaikan.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala memuji sifat memberi maaf, mengarahkan hamba-hamba-Nya menjadi pemaaf dan menyanjung orang-orang untuk memiliki sifat mulia ini.
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf: 199)
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 133-134)
Ramadhan yang mulia mendidik kita kepada sifat yang mulia ini. Saat orang menantang kelahi dan mengajak adu mulut, puasa mendidik agar kita mengatakan kepadanya, “Aku orang yang sedang puasa.” Tersirat dari kalimat ini, orang yang berpuasa tidak boleh perturutkan emosi dan hawa nafsunya. Ia tahan diri dari berbuat buruk kepada orang yang telah berbuat buruk terhadap dirinya.
Terlebih tujuan dari ibadah shiyam adalah untuk membentuk pribadi bertakwa. Salah satu sifat orang bertakwa, tidak memperturutkan emosi dan kepuasan nafsunya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 133-134)
Pada dasarnya Islam membolehkan seseorang membalas kezaliman orang lain terhadap dirinya dengan pembalasan yang setimpal (sebanding). Tapi jika ia bersabar, memaafkan, dan membalas keburukannya dengan kebaikan maka pahala di dalamnya sangat besar. Dan orang bertakwa lebih mengutamakan apa yang ada di sisi Allah dan pembalasan di akhirat daripada kepuasan diri memperturutkan hawa nafsu.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Syuura: 40)
Maksud “maka Pahalanya atas Allah”: Allah tidak akan menyia-nyiakan sikapnya itu di sisi-Nya. Tetapi Allah akan memberikan pahala yang besar dan balasan baik yang setimpal. Disebutkan dalam hadits shahih, "Tidaklah Allah menambah kepada hamba melalui maaf yang ia berikan kecuali kemuliaan." (HR. Muslim)
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.” (QS. Fushshilat: 34-35)
Benar, berbuat baik kepada orang lain (apalagi sesama muslim) tidaklah sama dengan berbuat buruk kepadanya; baik dalam zat, sifat dan balasannya. “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula),” (QS. Al-Rahman: 60)
Dan kebaikan itu memiliki derajat yang lebih tinggi jika dilakukan terhadap orang yang telah berbuat buruk kepada kita. “Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik,” maksudnya: apabila ada orang yang berbuat buruk kepadamu baik dengan perkataan atau perbuatan, maka balaslah dengan kebaikan. Jika ia memutus hubungan denganmu, maka sambunglah. Jika ia menzalimimu maka maafkan ia. Jika membicarakan keburukanmu –baik di depan atau di belakangmu- maka jangan engkau balas, tapi maafkan ia dan bebicara kepadanya dengan lemah lembut. Jika ia mengucilkanmu dan tidak mau berbicara denganmu, maka berbicaralah yang baik dan mulailah berilah salam kepadanya. Jika Anda bisa demikian, maka Anda akan mendapatkan faidah yang besar, “maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.”
Tidaklah taufiq Allah ini diberikan kecuali kepada orang-orang yang sabar atas keburukan yang ia dapatkan dan menyikapinya dengan sesuatu yang Allah cinta. Karena sifat dasar manusia –inginnya- membalas keburukan dengan keburukan agar terpuaskan. Ia tidak mau memberikan maaf. Tapi sifat dalam ayat ini sangat istimewa, bukan hanya maaf yang ia berikan, tapi membalas keburukan dengan memberikan kebajikan. Ia sadar bahwa membalas keburukan dengan keburukan tidaklah mendatangkan kebaikan untuk dirinya, khususnya di akhirat. Bahkan permusuhan akan semakin hebat. Semesntara jika ia berbuat baik kepadanya, kebaikannya itu akan tetap dicatat kebaikan.
Bersikap seperti di atas tidaklah akan merendahkan martabat Anda, tetapi sebaliknya, Allah akan meninggikan Anda dengan akhlak mulia tersebut. Allah akan meninggikan derajat Anda di dunia dan akhirat karena mulianya akhlak yang Anda tampilkan. Semoga Akhi Aldy bisa memilih yang lebih baik di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!