Angkatan bersenjata Mesir yang melakukan kudeta terhadap pemerintahan Mursy memerintahkan saluran televisi milik Al-Ikhwan, Mishr 25, ditutup dan para manajernya ditangkap.
Stasiun TV milik kelompok Islam lain sperti Al-Hafiz dan An-Nas juga ditutup tak lama setelah Jenderal Abdul Fattah al-Sisi mengumumkan penggulingan Mursy.
Organisasi berbasis di Prancis, Reporters Sans Frontières (Reporter Tanpa Batas) menyatakan khawatir akan kebebasan media di Mesir, karena salah satu tindakan pertama yang dilakukan oleh militer ketika merebut kekuasaan adalah menutup stasiun-stasiun televisi.
“Memulai sebuah era yang seharusnya demokratis dengan tindakan penyensoran semacam itu sungguh meresahkan,” kata RSF dalam sebuah pernyataannya dikutip Al-Arabiya Jumat (5/7/2013).
Commite to Protect Journalists (CPJ) di New York juga mengkritik tindakan penutupan 3 stasiun televisi itu, dengan mengatakan bahwa tindakan yang “meresahkan” tersebut kelihatannya sengaja dilakukan agar liputan tentang Mursy tidak disiarkan.
“Kami prihatin dengan adanya laporan bahwa pihak berwenang melarang liputan televisi berdasarkan pada perspektif politik,” kata Syarif Mansour koordinator CPJ wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara dalam pernyataannya.
“Kami menutut militer untuk tidak menghalangi sumber-sumber informasi rakyat Mesir pada masa-masa sekarang ini.,” imbuhnya.
Wael Abbas seorang jurnalis, blogger dan aktivis HAM Mesir berpendapat penutupan media oleh angkatan bersenjata bisa menjadi petunjuk awal tentang apa yang akan dilakukan militer terhadap pers Mesir di kemudian hari.
Sementara produser ONtv yang tidak terkena sensor, Muhammad Sami, membela keputusan militer dengan dalih untuk meredam situasi tegang di Mesir saat peralihan kekuasaan itu terjadi.*
Rep: Ama Farah