Ahad, 28 Rabiul Akhir 1446 H / 29 Oktober 2023 16:18 wib
52.919 views
Bebaskan Al-Aqsa, Bebaskan Palestina
Oleh: Yulweri Vovi Safitria
Sudah lebih dari lima belas hari Gaza, Palestina dibombardir oleh rudal-rudal Israel, selama itu pula belum ada tindakan nyata dari sejumlah pemimpin negeri kaum muslimin, melainkan hanyalah berupa kecaman. Sejumlah warga sipil Palestina, anak-anak, bahkan balita menjadi korban keganasan Israel. Bukan hanya itu saja, sebuah rumah sakit di jalur Gaza ikut menjadi sasaran pengeboman tentara Israel (tempo.co, 20-10-2023).
‘The Promise Land’
Sejak terusirnya kaum Yahudi dari kawasan Arab, mulai dari zaman Rasulullah hingga Kekhilafahan Umar bin Khattab, entitas Yahudi mengalami diaspora. Ibarat sedang membangun sebuah mimpi, kaum Yahudi mengeklaim bahwa Palestina adalah tanah yang dijanjikan, yakni meliputi wilayah Palestina, sebagian Mesir, Suria, dan Lebanon.
Pada masa Kalifah Abdul Hamid II dari Kekhilafahan Turki Utsmaniyah, tokoh Yahudi Dr. Theodore Herzl mewujudkan mimpi tersebut dengan mendatangi Khalifah Abdul Hamid II. Namun, permintaan tokoh Yahudi tersebut ditolak oleh sultan.
Oleh karenanya, Kekhilafahan Utsmaniyah dianggap sebagai batu sandungan oleh Yahudi. Akibat kemunduran taraf berpikir politik umat kala itu, Daulah Utsmaniyah dijebak dan kalah dalam Perang Dunia I sehingga wilayah Daulah Utsmaniyah habis dibagi-bagi dalam perjanjian Sykes-Picot antara Inggris dan Prancis. Bukan hanya itu saja, perangkap utang terhadap negara Eropa membuat daulah juga lemah tak berdaya (Sindonews.com, 17-10-2023).
PBB secara resmi mendeklarasikan berdirinya negara Israel di Palestina pada 1948. Bukan hanya itu saja, Israel mendapatkan 55% wilayah Palestina. Kaum Yahudi terus melakukan eksodus hingga 1956 sebagai akibat dari Deklarasi Balfour yang membuka jalan penjajahan dan penindasan di Palestina (Republika.co.id, 24-6-2020).
Persoalan Entitas bukan Perbatasan
Jika melihat fakta, maka sesungguhnya pendudukan Israel atas tanah Palestina yang sudah berlangsung sejak 1947 bukanlah persoalan perbatasan, melainkan pencaplokan tanah umat Islam oleh entitas Yahudi. Oleh karena itu, klaim Yahudi atas adanya Haikal Sulaiman yang kemudian diaminkan oleh sebagian orang adalah alasan yang tidak berdasar.
Di dalam Al-Qur’an banyak diceritakan bahwa Zionis Israel adalah kaum Bani Israil yang terusir dari Madinah,
“Tanyakanlah kepada Bani Israil, berapa banyak bukti nyata yang telah Kami berikan kepada mereka. Barang siapa menukar nikmat Allah setelah (nikmat itu) datang kepadanya, maka sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS Al-Baqarah: 211)
Apa yang diceritakan di dalam Al-Qur’an bukan hanya sebagai kisah, melainkan sebuah fakta yang dihadapi kaum muslimin ketika umat Islam hijrah ke Madinah. Pada masa ini, orang-orang Yahudi, yakni Bani Qainuqah, Bani Nadir, Bani Quraizah, yang pada saat itu tinggal di Yastrib mengkhianati perjanjian dengan Rasullullah sehingga diusir dari Madinah.
Bukan hanya itu, persoalan Masjid Al-Aqsa adalah persoalan akidah karena di sana merupakan kiblat pertama kaum muslimin sekaligus tempat Mi’raj Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam ke sidratul muntaha.
Tanah Kharajiah
Tanah Palestina adalah tanah kharaj yang ditaklukkan melalui peperangan. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat, sekaligus menjadi bisyarah Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam pada Perang Khandaq,
“Allahu Akbar (Allah Maha Besar), aku telah diberi Allah kunci-kunci Syam. “Bismillah.” Lalu beliau memukul batu itu kembali sehingga sepertiga dari batu pecah lagi. Setelah itu beliau bersabda: “Allahu Akbar (Allah Maha Besar), aku telah diberi kunci-kunci Persia. Demi Allah. “Bismillah.” Beliau kembali memukulnya dengan pukulan yang lain sehingga pecahlah semua batu itu. Selanjutnya beliau bersabda: “Allahu Akbar (Allah Maha Besar), aku telah diberi kunci-kunci Yaman.” (HR Ahmad).
Dalam Islam, status tanah kharaj adalah milik kaum muslimin, maka tidak boleh seorang pun mengambilnya dari tangan kaum muslimin meski hanya sejengkal. Kini, semangat perjuangan untuk mempertahankan tanah umat itulah yang dimiliki kaum muslimin Palestina untuk terus memepertahankan tanah milik umat yang terus saja dicaplok oleh kaum Yahudi dan mengusir warga Palestina.
Lantas, mungkinkah kaum muslimin hanya diam saja ketika tanah miliknya dikuasai oleh penjajah? Ibarat sebuah rumah yang dibangun dengan susah payah, menguras air mata bahkan darah, lalu ketika ada maling yang ingin merampas rumah tersebut, apakah pemilik rumah akan diam saja?
Tersekat oleh Nasionalisme
Kuatnya pendudukan kaum Israel di tanah Palestina tidak lepas dari peran sejumlah pemimpin negara yang ikut membiarkan penjajahan atas bumi Palestina. Jamak diketahui, sejak runtuhnya Daulah Utsmaniyah di Turki pada 3 Maret 1924, wilayah daulah dikerat-kerat menjadi banyak negara. Alhasil, mereka tersekat oleh nasionalisme sehingga tidak lagi peduli dengan penderitaan muslim seakidah.
Padahal umat Islam itu ibarat satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka tubuh yang lain ikut merasakan sakit. Namun, hal itu tidak berlaku hari ini, terbukti di tengah agresi Israel terhadap warga Gaza, masih ada sebagian tokoh ataupun masyarakat yang menganggap persoalan Palestina adalah persoalan negara, maka negara lain tidak perlu ikut campur.
Bahkan ada yang beranggapan meninggalkan Palestina lebih baik ketimbang perang melawan Israel yang menyebabkan banyak korban berjatuhan. Lebih ironisnya lagi, sebagian pemimpin negara meminta solusi dua negara (two-state solution) diberlakukan guna menyelesaikan konflik antara Israel dan Palestina (cnnindonesia, 16-10-2023). Bagaimana mungkin tanah kharaj milik kaum muslimin lalu dibagi-bagi dengan kaum Yahudi?
Islam Kafah Solusi Palestina
Menginginkan keadilan dan kemerdekaan pada sistem yang rusak bak punguk merindukan bulan, sesuatu yang mustahil didapatkan. Kapitalisme global tidak tidak akan pernah sudi apabila Islam kembali menguasai dunia dan menjadi negara adidaya sebagaimana dahulunya. Bahkan pada zaman Sulaiman Al-Qanuni dari Daulah Utsmaniyah, wilayah kekuasaan Islam menguasai 2/3 dunia.
Oleh karena itu, selama bergantung kepada kebijakan dan sistem yang diadopsi dari Barat, maka selama itu pula bumi Palestina akan tetap di bawah penjajahan Yahudi dan antek-anteknya. Dengan demikian, membebaskan bumi Palestina butuh solusi global yang diprakarsai oleh sebuah negara yang menerapkan aturan Islam dalam kehidupan. Negara dengan aturan Islam tidak akan membiarkan sejengkal tanah pun di bawah penjajahan, apa lagi jika tanah tersebut adalah milik kaum muslimin.
Negara justru akan menaklukkan negara-negara kafir untuk tunduk kepada pemerintahan Islam dengan jihad dan dakwah sebagaimana Rasulullah dan khalifah setelahnya berhasil menaklukkan banyak wilayah, termasuk Palestina yang diserahkan oleh Raja Romawi, Heraklius kepada Panglima Abu Ubaidillah bin Jarrah.
Maka sudah saatnya umat menyadari bahwa membebaskan palestina hanya bisa dilakukan dengan ketika umat sudah memiliki akidah yang sama, perasaan yang sama, dan peraturan yang sama dalam naungan Daulah Khil4f4h Islamiah sehingga kedamaian dan marwah umat Islam bisa terjaga, tidak hanya di Palestina, tetapi juga di belahan bumi lainnya yang juga sedang terjajah. Wallahu a’lam bisshawwab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!