Jum'at, 4 Jumadil Awwal 1446 H / 6 Mei 2022 02:55 wib
5.094 views
Inilah 5 Cara Islam Menjaga Perempuan dari Kejahatan Seksual
Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S
(Penulis Buku dan Aktivis Dakwah)
Perempuan adalah kehormatan yang wajib dijaga. Demikianlah pandangan Islam terkait perempuan. Maka, Islam memiliki sederet regulasi demi menjaga dan memuliakan kaum hawa. Wajarlah jika di bawah pengaturan sistem Islam yang sempurna, kaum perempuan begitu terhormat, mulia, dan sejahtera.
Alangkah berbeda dalam sistem kehidupan sekuler liberal hari ini, kaum perempuan justru terperosok dalam kubangan derita. Dalam aspek ekonomi, perempuan dieksploitasi demi keuntungan materi. Dalam aspek sosial, tubuh dan kecantikan mereka dimangsa pemuja syahwat. Bahkan di ranah rumah tangga, perempuan kerap menjadi objek kekerasan fisik maupun verbal dari suami. Sungguh malang nasib perempuan di sistem kehidupan yang menebar kebebasan dalam berperilaku dan menjadikan agama sebatas pengatur urusan individu.
Kekerasan seksual terhadap perempuan menjadi hal yang jamak terjadi di sistem ini. Menurut catatan Komnas Perempuan, angka aduan kekerasan seksual terhadap perempuan kian meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020, angka kekerasan seksual terhadap perempuan mencapai 2.134 kasus, kemudian pada 2021 meningkat tajam menjadi 3.838 kasus.
Adapun jenis kekerasan seksual terhadap perempuan yang paling banyak adanya perkosaan, yakni sebesar 597 kasus, disusul marital rape sebesar 591 kasus, dan incest sebesar 433 kasus. (Komnasperempuan.com/08-03-2022)
Berangkat dari hal tersebutlah, akhirnya para aktivis perempuan ramai menyuarakan agar segera disahkannya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi UU. Seruan mereka pun terwujud nyata, pada awal April lalu, RUU TPKS pun resmi disahkan menjadi UU. Meski begitu, masih ada pihak-pihak yang menolak pengesahan RUU tersebut, salah satunya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menilai bahwa RUU TPKS tidak mengakomodasi seluruh tindak kejahatan seksual.
Sebagaimana lansir oleh republika.co.id (12-04-2022) bahwasanya Fraksi PKS mengusulkan untuk memasukkan ketentuan larangan hubungan seksual berdasarkan orientasi seksual yang menyimpang dalam RUU TPKS. Dengan mengakomodasi pemidanaan bagi pelaku penyimpangan seksual, baik dilakukan terhadap anak maupun dewasa.
Sejatinya disahkannya RUU TPKS bukanlah solusi tuntas bagi persoalan kekerasan seksual terhadap perempuan. Sebab sejatinya, belum menyentuh kepada akar munculnya persoalan. Undang-undang TPKS hanyalah sebentuk tindakan kuratif atas kasus yang sudah terjadi, itu pun bersifat parsial. Sejatinya, UU tersebut dipastikan tidak mampu membendung munculnya kasus baru.
Menyorot Akar Masalah
Jika ditilik, kejahatan seksual terhadap perempuan tidaklah bisa dilepaskan dari adanya penerapan sistem kehidupan yang sekuler bin liberal. Betapa tidak, ketika agama dijadikan sekadar ibadah ritual semata, maka setiap orang tidak memiliki pakem dalam berbuat. Kemudian, menjadi hal lumrah ketika dalam kehidupan hari ini setiap orang bebas melakukan apa pun yang disuka, termasuk membuat konten porno, mengumbar aurat, dan melampiaskan syahwat kepada siapa pun.
Jadi, sekularisme dan liberalismelah sesungguhnya akar masalah yang patut dibenahi. Jika keduanya dibiarkan tetap bercokol di negeri ini, pemberantasan kejahatan seksual hanyalah mimpi yang tak pernah menjadi nyata.
Islam Muliakan Perempuan
Jika sekularisme dan liberalisme menjadikan perempuan kerap terhina dan menderita, lain halnya dengan Islam yang justru memuliakan perempuan. Seperangkat aturan yang diturunkan Allah Swt mampu menjaga perempuan dari kejahatan seksual.
Pertama, Islam mewajibkan perempuan yang sudah baligh untuk menutup auratnya secara sempurna, yakni dengan jilbab (Al-Ahzab:59) dan khimar (An-Nur:31). Tidak boleh ada yang tampak dari perempuan, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya sampai pergelangan. Karena selainnya adalah aurat yang wajib ditutupi. Itulah cara Islam menjaga kecantikan perempuan dari pandangan haram lelaki ajnabi (asing).
Kedua, Islam melarang laki-laki dan perempuan nonmahrom berkhalwat alias berdua-duaan. Hal tersebut akan membuka peluang hadirnya setan yang akan menggoda melakukan maksiat di antara keduanya.
Ketiga, Islam mewajibkan kaum lelaki untuk menundukan pandangan (ghadlul bashar) dari perempuan. Pandangan di sini adalah pandangan yang mengandung syahwat, bukan pandangan biasa. Jadi, kaum lelaki diperintahkan untuk menjaga matanya dari sesuatu yang dapat membangkitkan syahwat, termasuk haram melihat aurat perempuan.
Keempat, Islam melarang perempuan bertabaruj yakni berdandan secara berlebihan. Tabaruj ini standarnya adalah kebiasaan di tengah masyarakat. Haramnya tabaruj karena dapat memancing pandangan lelaki asing kepadanya, yang bisa jadi akan memantik munculnya syahwat.
Kelima, Islam memerintahkan agar perempuan yang melakukan perjalanan (safar) lebih dari 1x24 jam agar ditemani oleh mahromnya. Tidak boleh sendirian.
Demikianlah cara Islam menjaga perempuan dari kejahatan seksual, semua itu tidaklah dimiliki oleh sistem hari ini. Hebatnya, penjagaan Islam atas kaum perempuan tersebut juga ditopang oleh negara dalam realisasinya, bukan usaha individu semata.
Negara akan berusaha mengimplentasikan penjagaan tersebut bahkan meregulasinya dalam wujud undang-undang. Bahkan negara memiliki ketegasan bagi pelaku kejahatan seksual berupa sanksi yang menjerakan. Sebagaimana terpotret dalam sejarah, seorang Khalifah mengerahkan ribuan pasukan hanya demi membela seorang muslimah yang disingkap auratnya oleh seorang Yahudi. Sungguh, kita membutuhkan hadirnya sistem Islam dalam institusi daulah Khilafah Islamiah. Dengannya lah perempuan mulia dan terhormat. Wallahu'alam bis shawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!