Ahad, 12 Zulqaidah 1445 H / 8 Agutus 2010 06:29 wib
1.651 views
Darul Uloom Deoband Rilis Fatwa Larangan Hakim Wanita
NEW DELHI (Berita SuaraMedia) – Seminari Islam Darul Uloom Deoband telah mengeluarkan sebuah maklumat yang mengatakan bahwa wanita Muslim tidak seharusnya menjadi hakim karena hal tersebut dilarang di dalam agama. Seminari tersebut memposkan fatwa itu dalam websitenya setelah sebuah pertanyaan diajukan melalui website tersebut mengemai masalah fatwa.
Maklumat tersebut yang mengatakan bahwa wanita tidak seharusnya menjadi hakim, telah menarik reaksi keras dari berbagai lapisan masyarakat.
"Kualifikasi seseorang seharusnya dinilai oleh pendidikan dan asuhan dan bukan oleh gender. Ini adalah keputusan yang pandang bulu," Mumtaaz Akhtar advokat dan aktivis wanita, mengatakan.
Berpendapat bahwa kesejahteraan dari komunitas harus diingat-ingat sebelum mengeluarkan maklumat semacam itu, ia mengatakan, "Seorang wanita memahami keadaan buruk wanita yang lain dengan lebih baik. Diktat semacam itu hanya akan memalukan pekerjaan yang dilakukan oleh beberapa wanita Muslim di dalam bidang peradilan."
Pada tahun 1989, negara tersebut melihat M. Fathima Beevi dari Kerala menjadi hakim wanita Muslim pertama yang ditunjuk menjabat di Mahkamah Agung. Kemudian pada 2006, Seema Ali Khan dijadikan seorang hakim permanen dari Pengadilan Tinggi Patna.
Menurut pengacara Mahkamah Agung Kamlesh Jain, fatwa semacam itu mempengaruhi pola pikir orang-orang dan mengajukan hambatan-hambatan bagi para wanita Muslim yang ingin memilih untuk profesi tersebut.
"Hanya terdapat 10-15 persen wanita yang bekerja di departemen yang berbeda dari kehakiman dan mereka melakukan pekerjaan tersebut dengan sangat baik. Seorang pengacara atau hakim wanita dipilih di kasus-kasus yang berhubungan dengan masalah wanita namun tidak terdapat cukup wanita di bidang terseebut," Jain mengatakan.
Rukhsana Zabeen, yang bekerja dengan Radio Kashmir di Srinagar sebagai seorang asisten direktur stasiun, mengatakan bahwa sulit untuk menerima bahwa para wanita tidak seharusnya menjadi wanita.
"Bagaimana bisa seseorang menyarankan bahwa para wanita tidak dapat sanggup menjadi hakim tanpa memberikan mereka sebuah kesempatan untuk menunjukkan kompetensi mereka," ia bertanya.
"Bagaimanapun juga, hal tersebut adalah sebuah masalah yang berbeda yang menurut Islam, para wanita seharusnya menjauh dari kasus-kasus yang berhubungan dengan kematian kaena mereka kemungkinan besar mengambil keputusan dengan emosi," Zabeen mengatakan.
Sementara itu berlawanan dengan masalah fatwa larangan hakim wanita di pengadilan, Malaysia, negara dengan mayoritas Muslim tersebut menunjuk dua hakim wanita pertama untuk pengadilan Islam Malaysia, dielu-elukan sebagai sebuah gerakan untuk mengalamatkan ketidakseimbangan gender di peradilan keagamaan negara tersebut.
Perdana Menteri Najib Razak mengumumkan penunjukan, yang dibuat oleh Raja pada Mei, sebagai sebuah contoh dari komitmen pemerintah untuk mengubah peradilan sayriah.
"Penunjukan tersebut dibuat untuk meningkatkan keadilan dalam kasus yang melibatkan keluarga dan hak-hak wanita dan untuk memenuhi kebutuhan baru-baru ini," Najib dikutip seperti yang dikatakan oleh agen berita Bernama minggu lalu.
Pengadilan Islam dijalankan sejajar dengan pengadilan sipil di negara Melayu mayoritas Muslim tersebut, namun para wanita mengatakan bahwa mereka menghadapi diskriminasi di dalam proses perceraian Islam, warisan dan kasus perwalian anak.
Suraya Ramli, 31 tahun, ditunjuk sebagai seorang hakim syariah di kota administratif Putrajaya sementara Rafidah Abdul Razak, 39 tahun, dijadikan seorang hakim pengadilan syariah Kuala Lumpur.
Kelompok tekanan Muslim Sisters In Islam menyambut dengan baik penunjukan tersebut sebagai sebuah "tanda positif bagi Muslim dan sebuah gerakan yang kelompok tersebut telah anjurkan selama lebih dari satu dekade.
Menteri wanita, keluarga dan pengembangan komunitas Sharhrizat Abdul Jalil mengatakan pada kantor berita AFP bahwa gerakan tersebut pada akhirnya akan menemui "sebuah perwakilan yang setara dari para pria dan wanita dalam posisi pembuatan keputusan."
"Sekarang kita harus mempertahankan momentum perkembangan semacam itu dan saya ingin melihat semua negara bagian berusaha menyamai gerakan ini dengan menunjuk para wanita ke dalam pengadilan syariah negara bagian," ia menambahkan.
Kedua hakim wanita tersebut menolak untuk berkomentar sementara pejabat pengadilan syariah tidak dapat dihubungi. (ppt/ht/msn) www.suaramedia.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!