Rabu, 4 Jumadil Akhir 1446 H / 24 Januari 2018 13:45 wib
5.909 views
3 Wanita Asal Prancis yang Bergabung dengan Islamic State (IS) Terancam Hukuman Mati di Irak
BAGHDAD, IRAK (voa-islam.com) - Tiga wanita Prancis yang bergabung dengan Islamic State (IS) sebelum akhirnya ditangkap oleh pasukan Syi'ah Irak bisa menghadapi hukuman mati saat mereka menunggu persidangan di Baghdad, beberapa sumber yang dekat dengan kasus mereka menceritakan kepada AFP.
Para wanita itu ditahan setelah pasukan Syi'ah Irak dan sekutunya mengusir pejuang IS dari Mosul pada Juli lalu, satu sumber mengatakan, membenarkan sebuah laporan tentang radio RMC.
Seorang wanita berusia 28 tahun meninggalkan negaranya pada tahun 2015 ke "kekhalifahan" kelompok tersebut yang membentang di atas wilayah Suriah dan Irak bersama suaminya, yang dilaporkan telah terbunuh. Dia ditahan bersama putrinya, yang lahir setelah mereka tiba.
"Kami tidak tahu apa sebenarnya yang dituduhkan kepadanya, seperti apa kondisi penahanannya dan apakah dia diizinkan untuk membela diri," kata pengacara wanita itu, Martin Pradel.
Dia mengatakan bahwa dia telah menerima "tidak ada tanggapan" dari Kementerian Luar Negeri Prancis mengenai kasus tersebut, yang Palang Merah merupakan satu-satunya sumber informasinya.
Seorang wanita kedua, berusia 27 tahun bernama Melina, juga berangkat ke wilayah itu pada tahun 2015, dan ditahan bersama bayinya. Tiga anaknya yang lebih tua telah kembali ke Prancis.
"Kami mengharapkan Prancis, jika Melina dijatuhi hukuman mati, untuk memobilisasi dengan intensitas yang sama dengan warga negara Prancis lainnya yang dijatuhi hukuman mati, khususnya Serge Atlaoui," kata pengacaranya, William Bourdon dan Vincent Brengarth.
Diplomat Prancis telah melakukan kampanye intens untuk membebaskan Atlaoui, yang ditahan di Indonesia dan menghadapi hukuman mati atas tuduhan perdagangan narkoba.
Namun pejabat pemerintah mengatakan bahwa pejuang Prancis yang ditangkap di Suriah dan Irak harus diadili di sana jika mereka dapat dijamin pengadilan yang adil.
Menteri Pertahanan Florence Parly mengatakan pada hari Ahad bahwa "kita tidak bisa naif" mengenai warga negara Prancis yang pergi untuk bergabung dengan Islamic State.
"Ketika mereka ditangkap oleh pemerintah setempat, sejauh mungkin mereka harus diadili oleh pemerintah daerah ini," katanya kepada televisi Prancis 3.
Pengadilan Syi'ah Irak pada hari Ahad memvonis mati dengan cara digantung seorang wanita Jerman setelah menyatakan dia bersalah karena menjadi anggota IS, hukuman pertama dalam sebuah kasus yang melibatkan wanita Eropa.
Pada bulan Desember, seorang pria Irak-Swedia digantung bersama 37 orang lainnya yang dituduh sebagai anggota Islamic State atau Al-Qaidah, meskipun ada upaya oleh Swedia agar narapidana itu menjalani hukuman seumur hidup.
Otoritas Irak belum mengungkapkan berapa banyak pejuang asing IS yang ditahan sejak serangan balasan yang mencabut Islamic State dari pusat kota negara itu tahun lalu.
Sekitar 40 warga negara Prancis, baik pria maupun wanita, saat ini berada di kamp penahanan atau penjara di Suriah dan Irak, termasuk sekitar 20 anak-anak, sebuah sumber yang dekat dengan masalah tersebut mengatakan.
Parly pada hari Ahad mengulangi bahwa dia "tidak ragu" mengenai nasib pejuang Prancis yang telah melakukan perjalanan ke luar negeri, meski ada permintaan dari beberapa dari mereka untuk dipulangkan.
"Jihadis ini tidak pernah memiliki keraguan tentang apa yang mereka lakukan, dan saya tidak melihat mengapa kita harus memilikinya untuk mereka," katanya. (st/AFP)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!