Senin, 9 Rabiul Akhir 1446 H / 19 Mei 2014 17:00 wib
15.832 views
Kejanggalan Operasi Densus 88 Terkait Penculikan Aktivis di Klaten
KLATEN (voa-islam.com) – Densus 88 kembali melakukan penculikan terhadap sejumlah orang dan aktivis Islam di beberapa tempat di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Menurut keterangan tertulisnya kepada sejumlah media massa pada Kamis (15/5/2014), Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Mabes Polri Irjen Pol Ronny Franky Sompie, operasi Densus 88 dimulai dengan menangkap Rifki alias Bondan alias Royan di sebuah Rumah Makan bernama Taman Selera di wilayah Pantura, Kabupaten Indramayu, Jabar, pada Senin (12/5/2014) sekitar pukul 13.30 WIB.
“Yang bersangkutan adalah DPO (Daftar Pencarian Orang -red) kerusuhan Poso bom tentena 2005 dan alumni Camp pelatihan Moro,” kata Ronny.
Setelah menculik Rifki, tim berlambang burung hantu itu kemudian menculik Ramuji alias Kapten alias Ahmad di Jalan Belimbing Raya, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jatim, pada Selasa (13/5/2014) sekitar pukul 13.30 WIB. “Keterlibatan yang bersangkutan adalah terlibat pelatihan militer di Poso dan penyuplai logistik,” ujarnya.
Esok harinya, yakni pada hari Rabu (14/5/2014) sekitar pukul 21.00 WIB, tim Densus 88 kembali melakukan aksi koboinya dengan meculik ustadz Salim alias ustadz Yahya di Klaten, Jawa Tengah. “Yang bersangkutan adalah buronan atas kasus kerusuhan Poso bom tentena 2005 lalu dan alumni camp pelatihan Moro, Philipina. Yang bersangkutan ditangkap bersama sama dengan Setiawan,” kata Ronny.
Kemudian di wilayah Klaten juga pada Kamis (15/5/2014) pagi, Densus 88 kembali menculik lima orang dan aktivis Islam bernama Selamet, Arif alias Tomy, Rofiq, Arifin, dan Yusuf. Kata Ronny, kelimanya adalah hasil pengembangan penangkapan Rifki di Jabar dan ustadz Salim di Klaten Jateng.
“Selanjutnya hasil penggeledahan di bengkel yang terletak di daerah Trucuk Klaten diamankan 15 senjata api laras panjang gas caliber 7 milimeter, 2 senjata api pendek gas caliber 7 milimeter, 1 crossbow, 1 panah, 5 samurai panjang, 6 pedang sedang, dan 25 pisau lempar,” paparnya.
Disamping itu, dari lokasi tersebut pun ditemukan pula dokumen pembuatan bom. “Untuk selanjutnya masih dilakukan pengembangan dan penggeledahan lanjutan di beberapa tempat lain,” imbuh Ronny.
Hasil Investigasi di Lapangan
Tak puas dengan keterangan dari Mabes Polri, lalu keterangan Kapolres Klaten saat melakukan gelar barang bukti (BB) dan info sejumlah media massa yang terasa janggal dan saling kontradiktif, anggota jurnalis muslim independen Klaten melakukan investigasi pada hari Sabtu (17/5/2014) pagi ke TKP dan daerah sekitarnya.
Investigasi dimulai ke Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, Jateng. Informasi yang diterima dari salah seorang kontributor bernama Abu Ghurob, ustadz Salim merupakan pengajar di sebuah Pondok Pesantren (Ponpes) di Juwiring. Namun, karena warga disekitar lokasi yang kami duga merupakan TKP penculikan terlihat takut untuk memberikan keterangannya, kami pun hanya mendapatkan informasi yang sangat sedikit.
“Maaf pak, saya pas kemarin (hari Rabu malam –red) itu pas tidak ada dirumah. Denger-dengernya dari warga lainnya sih begitu, ada yang ditangkap. Tapi siapa saja yang ditangkap kulo mboten ngertos (saya tidak tau –red),” ujar Parno (nama samaran), pria paruh baya kepada kami, Sabtu (17/5/2014) pagi.
Dari informasi yang kami himpun berikutinya, penculikan ustadz Salim dan Setiawan dilakukan Densus 88 di daerah Juwiring, bukan dilakukan di bengkel las di Desa Sumber, Kecamatan Trucuk, Klaten, Jateng. Sebab, yang diculik Densus 88 di Sumber Trucuk menurut keterangan Pak RT setempat hanya 3 orang saja, bukan 5 orang seperti yang santer diberitakan media massa cetak ataupun elektronik.
Dari Kecamatan Juwiring, kami pun bergerak ke selatan di daerah Sumber Trucuk yang berjarak sekitar 15 km. Dari informasi yang kami himpun dari para warga sekitar di sekitar TKP dan juga keterangan dari Ketua RT setempat, ditemukan sejumlah kejangalan dan fakta baru yang selama ini tidak diberitakan oleh media maupun disampaikan oleh kepolisian.
Saat ditemui dirumahnya, Supardi Padi Marsono (69 tahun) selaku Ketua RT setempat menceritakan kronologi awal penggrebekan, hingga identitas sejumlah orang yang diculik Densus 88 di sebuah bengkel las tersebut. Menurut keterangan Pak Pardi, yang digerebek di tempat tersebut hanya 3 orang saja, bukan 5 orang.
“Sekitar pukul 08.30 WIB, ada 2 orang yang datang kesini (ke rumahnya –red) berbadan tinggi besar. Saat itu, saya baru pulang dari sawah mas. Saat itu saya tanya, bapak nyari siapa dan ada perlu apa yaa? Dia waktu itu jawab, kami dari Densus pak. Betul anda Pak Pardi, RT setempat disini? Lalu saya jawab iya,” ujarnya.
“Bengkel pinggir jalan yang menghadap ke sawah itu baru saja kita gerebek pak. Kami harap Bapak ikut kami untuk menyaksikan pengerebekan dan penyitaan sejumlah barang bukti dari tempat itu. Kata dia seperti itu, lalu saya katakan, maaf pak, saya gak berani kalau sendirian, saya akan mengajak ketua pemuda disini dan tokoh masyarakat sini. Lalu dia jawab, iya nggakpapa pak, kita tunggu disana ya,” ungkap Pak Pardi.
Setelah 2 petugas Densus 88 pergi dari rumahnya, Pak Pardi menghampiri 2 orang yang akan diajak untuk menyaksikan penggerebekan dan penyitaan barang bukti. Saat itu, kata Pak Pardi, ternyata sudah ada 5 mobil yang terparkir didepan bengkel las itu. “Disitu ada 5 mobil seperti Innova dan Avanza. Gak ada mobil polisi maupun petugas polisi yang berseragam resmi, semuanya berseragam preman mas,” tuturnya.
Keanehan tidak cukup sampai disitu. Petugas Densus 88 yang menggerebek ketiga orang yang menyewa tempat itu juga tidak seperti yang terlihat dalam TV maupun media massa lainnya. “Mereka itu nggak ada yang pakai penutup kepala seperti di TV-TV itu mas, semuanya itu terlihat wajahnya. Mereka juga tidak memakai rompi anti peluru. Tapi mereka pada bawa senjata dan dikakinya juga ada pistol,” ungkapnya.
“Bahkan yang buat saya heran, mereka juga ada yang hanya memakai celana pendek dan sandal jepit mas. Saat saya disuruh masuk, saya pun takut. Saya kira orang yang akan digerebek masih didalam dan akan terjadi tembak-tembakan seperti di TV-TV itu. Karena wajah mereka tidak tertutup dan seseram di TV, saya pun berani tanya, maaf pak, 3 orang yang akan digerebek sudah ditangkap? Sudah pak, ada didalam, kata petugasnya,” tuturnya.
Saat masuk kedalam bengkel las bersama Novianto selaku ketua pemuda dan Daroji selaku tokoh masyarakat didaerah situ, ternyata penggerebekan sudah selesai dan barang bukti juga sudah terkumpul dengan rapi. “Saat masuk, ketiga orang itu sudah ditangkap mas. Mata dan mulut mereka ditutup dengan lakban warna coklat dan tangan mereka diikat dengan tali warna putih. Jadi wajah mereka gak ditutup kain” katanya.
“Waktu itu, barang-barang yang disita yang ditujukkan pada saya dan kedua orang kawan saya adalah senjata laras panjang yang cukup banyak. Tapi semuanya itu masih bentuk kerangka mas. Memang ada senjata yang sudah jadi, tapi senjata itu sepertinya bukan senjata rakitan. Soalnya senjatanya bagus-bagus mas dan sudah berada didalam kardus yang bagus dan sudah tertata rapi,” ungkapnya.
Saat kami tanya apakah ada dokumen pembuatan bom dan juga uang yang disita, Pak Pardi menjawab, “saat itu yang ditunjukkan kepada saya hanya senjata api sudah jadi sekitar 10 senjata dan masih dalam bentuk kerangka, pokoknya banyak mas. Ada juga pistol (senjata api laras pendek –red) juga ada waktu itu. Tapi jumlah pastinya saya gak hafal mas. Maklum sudah sepuh (tua –red).
“Saat itu juga ada 1 laptop yang disita, lalu ada 6 HP dan 1 BBM, jadi ada 7 waktu itu. Kalau HP dan BBMnya gak diberitakan, saya gak tau kalau itu mas, itu yang saya lihat. Lalu ada petugas yang membawa karung plastik dari dalam kamar. Setelah diperlihatkan kepada saya, ternyata isinya Samurai, kalau 6 lebih mas Samurainya. Lalu ada pedang yang sedang, ada juga bayonet (semacam pisau lempar -red),” ungkapnya.
“Kalau soal dokumen pembuatan bom, waktu itu saya gak tau mas. Karena yang ditujukkan kepada kami bertiga waktu itu tidak ada yang bentuknya dokumen. Kalau adanya uang yang disita saya juga gak tau. Waktu itu memang ada satu kardus yang terbuka, tapi isinya bukan dokumen atau uang. Tapi saya gak tau apa namanya, ya pokoke sejenis senjata gitu mas kata petugasnya,” ujarnya.
“Disitu saya sekitar satu jam, setelah itu ketiga orang itu dibawa keluar bengkel dan dimasukkan kedalam mobil. 1 orang ditengah dan 2 orang lainnya dibelakang. Waktu itu, 2 orang petugas yang tadi kerumah saya, masih ada disitu, dan bilang kepada saya, Pak RT tolong tunggu disini dulu ya, menunggu petugas Polres Klaten yang sedang meluncur kesini,” ucapnya menirukan petugas Densus 88 itu.
“Tapi kalau setelah itu ada yang disita lagi saya gak tau mas. Sebab saat penggerebekan dan penyitaan barang-barang bukti sekitar satu jam yang pertama itu oleh petugas Densus yang saya juga diminta nyaksikan, selang beberapa waktu ada petugas Polres Klaten dengan mobil INAFIS yang datang kesitu untuk olah TKP,” katanya.
Saat berbincang dengan petugas Densus 88, diketahui bahwa ketiga orang itu akan langsung dibawa ke Mabes Polri. Selain itu, mereka ternyata telah diawasi Densus 88 cukup lama. Sementara itu dari informasi yang juga diperoleh Pak RT dari para warga, memang ada sejumlah uang yang disita, namun menjadi sangat aneh kenapa uang dan HP serta BBM itu tidak disampaikan oleh kepolisian kepada media massa.
Seusai tim INAFIS Polres Klaten melakukan oleh TKP, seluruh barang bukti yang ada ditempat tersebut seperti snjata api larang panjang dan pendek, pisau belati, samurai, dan lain-lainnya ternyata diangkuti oleh para preman sekitar untuk dibawa ke Polres Klaten, bukan diangkut oleh aparat kepolisian dari Polres Klaten. Hal ini sebagaimana penuturan sejumlah warga kepada jurnalis.
Banyak warga yang merasa aneh dengan hal itu. “Jadi waktu itu yang ngangkuti barang bukti bukan polisi, tapi justru preman-preman daerah sini. Lha saya kenal mereka semua itu, wong saya orang sini kok mas,” ujar seorang warga bernama Beni (nama samaran) kepada kami, Sabtu (17/5/2014) pagi.
Peristiwa tersebut mengingatkan kita semua saat terjadinya penculikan yang dilakukan Densus 88 terhadap Purnawan Adi Sasongko alias Iwan di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal Jateng, pada Rabu (8/5/2013) setahun lalu. Seusai oleh TKP, petugas kepolisian juga melibatkan sejumlah preman untuk mengangkuti sejumlah barang bukti yang disita dari rumah Iwan.
Namun nasib tragis menimpa preman bernama Syaiful Bagus Prasetyo alias Gentong (29 tahun). Preman Densus 88 yang ikut menganiaya Abu Roban dan mengangkuti barang bukti dari rumah Iwan itu tewas mengenaskan setelah tertabrak mobil, Sabtu (11/5/2013) sekitar pukul 15.00 WIB di jalan pantura Desa Surodadi, Kecamatan Gringsing, Batang, Jateng. [PurWD/idc-news/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!