Home | Redaksi | Advertisement | Kirim Naskah | Pedoman Pemberitaan Media Siber
Facebook RSS
3.331 views

Agar Ibadah Kita Diterima

 

Oleh:

Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA*

 

SETIAP muslim pasti berharap kepada Allah Swt agar ibadahnya diterima. Ia ingin ibadahnya mendapat ridha Allah Swt dan bernilai pahala. Ia tidak ingin ibadahnya ditolak dan menjadi sia-sia. Namun, berapa banyak orang yang melakukan ibadah atau amal shalih akan tetapi tidak diterima, bahkan menuai murka Allah Swt. Mereka beribadah karena mengharapkan suatu manfaat duniawi, baik berupa materi seperti harta, pangkat, jabatan dan sebagainya, maupun pujian dan sanjungan manusia. Atau dikerjakan tidak sesuai dengan sunnah(petunjuk) Rasululah saw. Bila halnya demikian, maka ibadahnya tidak akan diterima dan menjadi sia-sia. 

Para ulama sepakat (ijma’) mengatakan bahwa suatu ibadah atau amal shalih akan diterima oleh Allah Swt jika memenuhi dua syarat yaitu ikhlas  dan mengikuti petunjuk Rasul saw. Kedua syarat ini mesti ada dan tidak bisa dipisahkan. Bila hanya ikhlas saja, namun tidak sesuai dengan petunjuk Rasul saw, maka ibadah kita tidak akan diterima. Begitu pula sebaliknya bila ibadah yang kita kerjakan sesuai dengan petunjuk Rasul saw, namun tidak ikhlas,  juga tidak akan diterima. Suatu ibadah baru akan diterima bila dikerjakan dengan ikhlas dan sesuai dengan sunnah Rasul saw.

Di antara dalil yang memperkuat pernyataan diatas adalah firman Allah Swt, “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan  dengan sesuatupun dalam beribadah kepada Tuhan-Nya.” (Al-Kahfi: 110). Didalam ayat tersebut Allah Swt memerintahkan agar amal itu berupa amal shalih, yaitu sesuai dengan apa yang ditetapkan  di oleh Allah Swt dan Rasul-Nya. Lalu Allah Swt memerintahkan kepada pelaku amal tersebut untuk mengikhlaskan karena-Nya dengan tidak mengharap selain-Nya.

Di dalam kitab tafsirnya “Tafsir Al-Qur’an al-‘Azhim”, Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir memberikan penjelasan ayat tersebut dengan berkata, “Inilah dua rukun amal yang diterima di sisi Allah Swt yaitu mesti dilakukan dengan ikhlas dan sesuai dengan syariat Rasulullah saw.” (Tafsir Alqur’an Al-‘Azhim: 3/99). Ungkapan ini juga diriwayatkan pula dari al-Qadhi ‘Iyadh dan yang lainnya.

Fudhail bin ‘Iyadh menafsirkan firman Allah, “..untuk menguji kamu siapa diantara kamu yang paling baik amalnya..” (Al-Mulk: 2) berkata “Yaitu yang paling ikhlas dan benar. Suatu amalan jika dikerjakan secara ikhlas namun tidak benar maka tidak akan diterima. Sebaliknya bila benar namun tidak ikhlas maka tidak diterima pula. Amalan itu diterima bila dikerjakan dengan ikhlas dan benar. Ikhlas itu hanya semata-mata karena Allah Swt. Sedangkan benar itu jika sesuai dengan sunnah Rasul.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, 1/72)

 

Syarat Pertama; Ikhlas

Ikhlas adalah memurnikan ibadah hanya kepada Allah swt, tanpa ada keinginan untuk mendapat keuntungan duniawi, baik berupa harta, pangkat, jabatan maupun pujian dan sanjungan dari manusia. Banyak ayat al-Quran dan hadits yang memerintahkan kita untuk ikhlas dalam beribadah dan beramal shalih. Diantaranya, firman Allah Swt, “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah Swt dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama...” (Al-Bayyinah: 5). Adapun hadits Rasulullah saw, diantaranya sabda beliau, “Sesungguhnya suatu amal itu akan diterima dengan niat (ikhlas)” (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, ikhlas merupakan syarat mutlak diterima suatu ibadah.

Ibadah yang dikerjakan dengan tujuan selain Allah disebut riya’. Riya’ adalah memperlihatkan ibadah kepada orang lain dengan tujuan ingin dipuji.  Perbuatan riya’ termasuk dosa besar berdasarkan firman Allah swt, “Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang berbuat lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’.. (al-Ma’un: 4-6). Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang memperdengarkan amalnya (sum’ah), maka Allah akan memperdengarkan (aib) dirinya (dihari Kiamat), dan barangsiapa yang memamerkan amalnya (riya) maka Allah akan memamerkan (aib) dirinya (dihari Kiamat).” (HR. Bukhari dan Muslim). Beliau juga bersabda, “Allah berfirman, “Aku adalah zat yang paling tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa melakukan suatu amalan, didalamnya ia menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku tinggalkan ia dan kesyirikannya.” (HR Muslim)

Ibnu ‘Allan berkata, “Riya’ disebut juga syirik, karena ia merupakan  syirik khafi (tersembunyi), meskipun tidak mencabut pokok keimanan seseorang tapi ia menghapus seluruh amalan yang disertainya.” (Nuzhatul Muttaqin: 2/331). Syaikh al-‘Utsaimin berkata, “Riya adalah dosa dari jenis syirik. Dan bisa saja menjadi syirik besar. Riya adalah sifatnya orang-orang munafik.” (Syarah Riyadhus Shalihin: 6/340).

Ibadah atau amal shalih yang dikerjakan dengan riya’  maka tidak akan diterima oleh Allah Swt dan menjadi sia-sia.Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebutkan-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia..” (al-Baqarah: 264). Allah berfirman, “Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amal-amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang merugi.”(Az-Zumar: 65)

 

Syarat Kedua; Mengikuti Rasul saw

Makna mengikuti Rasul saw (Mutaaba’ah Ar-Rasul) adalah mengikuti Rasul saw dalam beribadah sesuai dengan petunjuk atau sunnah beliau. Maksudnya, jika Rasul saw memerintahkan atau melakukannya maka kita melakukannya sesuai dengan petunjuk beliau, Namun jika Rasul saw tidak melakukannya, maka kita pun tidak melakukannya.

Ibadah yang dikerjakan tanpa sesuai dengan petunjuk Rasul saw tidak akan diterima oleh Allah Swt, berdasarkan sabda Rasul saw: “Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal dari petunjuk kami maka amalannya tersebut ditolak” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat imam Muslim yang lain, Rasulullah saw bersabda:“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang bukan berasal dari petunjuk kami maka amalannya tersebut ditolak” (HR. Muslim). Berdasarkan kedua hadits tersebut, maka mengikuti petunjuk (Sunnah) Rasul saw merupakan syarat mutlak diterimanya amal ibadah kita.

Seorang muslim wajib mengikuti petunjuk dan sunnah Rasul saw. Banyak ayat al-Quran dan hadits yang memerintahkan hal ini. Diantaranya, firman Allah swt,“Apa yang diberikan oleh Rasul (Muhammad) maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7). Seseorang belum dianggap taat kepada Allah sebelum taat kepada Rasul saw. Allah Swt berfirman, “Barangsiapa yang taat kepada Rasul (Muhammad) maka sungguh ia telah taat kepada Allah.” (An-Nisa’: 80). Demikian pula seseorang belum dianggap mencintai Allah sebelum ia mengikuti sunnah Rasulullah saw. Allah Swt berfirman, “Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu sekalian mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosa kamu sekalian”. (Ali Imran: 31)

Bahkan Allah mengancam bagi orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya dengan cobaan dan azab yang pedih, sesuai dengan firman-Nya, “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (An-Nur: 63).

Ibadah yang tidak sesuai atau bertentangan dengan sunnah Rasul diancam dengan neraka, sesuai dengan sabda Rasul saw, “…Hendaklah kalian berpegang pada sunnah-ku dan sunnah khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk. Berpeganglah ia dengan erat dan gigitlah dengan gigi gerahammu. Jauhilah membuat hal-hal baru dalam persoalan agama, karena setiap perkara baru dalam agama adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmizi). Rasulullah saw juga bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik perkataan itu kitabullah (Al-qur’an). Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru (dalam agama) dan setiap yang baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim). Dan banyak lagi hadits-hadits shahih lainnya yang melarang perbuatan bid’ah (perbuatan barudalam agama yang tidak ada petunjuk atau hadits yang shahih dari Nabi saw).

Mengingat persoalan ibadah merupakan persoalan tauqifiyyah (berdasarkan petunjuk Al-Quran dan As-Sunnah) maka kita wajib mengikuti ketentuan ibadah yang telah diatur dalam al-Quran dan As-Sunnah, agar ibadah kita diterima oleh Allah Swt dan bernilai pahala. Kita wajib mengikuti petunjuk Rasul saw. Jika Nabi saw memerintahkan atau melakukan suatu ibadah, maka kita lakukan sesuai denganpetunjuk Nabi saw. Namun sebaliknya, jika Nabi saw tidak melakukannya, maka kitapun tidak melakukannya.

Apapun alasannya, kita dilarang melakukan perbuatan bid’ah dengan menambah atau mengurangi ibadah yang telah ditentukan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya. Semoga kita termasuk orang-orang yang mengikuti Sunnah Rasul saw sehingga ibadah kita diterima Allah Swt. Amin..!

Penulis adalah Ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) provinsi Aceh, Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry, dan Anggota Ikatan Ulama & Da’i Asia Tenggara.

Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

Analysis lainnya:

+Pasang iklan

Gamis Syari Murah Terbaru Original

FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id

Cari Obat Herbal Murah & Berkualitas?

Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com

Dicari, Reseller & Dropshipper Tas Online

Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com

NABAWI HERBA

Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%. Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Ustadzah Salma Khoirunnisa, salah satu pengajar di Pesantren Tahfizul Quran Darul Arqom Sukoharjo mengalami kecelakaan. Kondisinya masih belum sadar, dan sempat koma selama 5 hari karena diperkirakan...

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Diawali dengan berniat karena Allah, berperan aktif menebarkan amal sholeh dan turut serta membantu pemerintah memberikan kemudahan kepada umat mendapatkan pelayanan kesehatan, maka Ulurtangan...

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Rafli Bayu Aryanto (11) anak yatim asal Weru, Sukoharjo ini membutuhkan biaya masuk sekolah tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama). Namun kondisi ibu Wiyati (44) yang cacat kaki tak mampu untuk...

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Alhamdulillah, pada Sabtu, (18/11/2023), Yayasan Ulurtangan.com dengan penuh rasa syukur berhasil melaksanakan program Sedekah Barangku sebagai wujud nyata kepedulian terhadap sesama umat Islam....

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Sungguh miris kondisi Arga Muhammad Akbar (2) anak kedua pasangan Misran dan Sudarti ini, sudah sebulan ini perutnya terus membesar bagai balon yang mau meletus. Keluarganya butuh biaya berobat...

Latest News

MUI

Sedekah Al Quran

Sedekah Air untuk Pondok Pesantren

Must Read!
X