Home | Redaksi | Advertisement | Kirim Naskah | Pedoman Pemberitaan Media Siber
Facebook RSS
31.584 views

Rekonstruksi R.A Kartini: Ternyata Bukan 'Ibu Kita Kartini...'

Mari buka mata dan fakta atas Kartini, perlu kiranya kita rekonstruksi kembali cara berpikir yang tleah teracuni.
 
 
Setelah meliput Kongres Perempuan I yang digelar di Yogyakarta pada 1928, WR. Soepratman terinspirasi untuk menulis lagu tentang Kartini. 

Soepratman menulis lirik yang bunyinya (dan judulnya) "Raden Ajeng Kartini....", bukan "Ibu kita Kartini...". Di masa Sukarno, judul dan lirik itu diubah menjadi "Ibu kita Kartini". 

Pengubahan judul dan lirik lagu itu tak lain dan tak bukan untuk menghilangkan elemen feodalisme dari narasi Kartini -- dan dengan itulah sebenarnya dilakukan sebentuk kekerasan terhadap kisah hidup Kartini.

Feodalisme dan kolonialisme adalah dua simpul yang jadi lawan utama gerakan-gerakan kiri pasca Indonesia merdeka sampai kejatuhan Soekarno. Menghapuskan embel-embel Raden Ajeng pada Kartini adalah bagian dari pertarungan politik dan ideologi di masa itu (lihat bagian ketiga artikel saya).

Yang tidak pernah diduga oleh Sukarno dan gerakan-gerakan kiri di masa itu adalah Orde Baru dengan tidak kalah canggihnya mengambil-oper dan memodifikasi narasi "ibu kita Kartini" ini untuk mengkreasi tafsir mereka terhadap Kartini dan perempuan Indonesia.

Perlu dicatat lebih dulu bahwa Sukarno dan gerakan kiri di masa itu juga berkepentingan dengan wacana "ibu". Di tengah kampanye anti-nekolim yang jadi kosa kata utama Sukarno masa itu, "ibu" diletakkan sebagai bagian dari gerakan revolusioner yang bukan hanya sangat sadar politik, tapi juga progresif.

Lagi-lagi Pramoedya ambil bagian dalam pertarungan politik-ideologi ini. Pada 1956, dia menerjemahkan dan menerbitkan novel Maxim Gorky yang berjudul "Ibunda". 

Novel ini menceritakan seorang janda yang anaknya menjadi aktivis bawah tanah. Alih-alih melarang, sang ibu malah menyokong kegiatan anaknya dan bahkan ikut terlibat dalam aktivitas revolusioner.

Novel ini bisa menggambarkan bagaimana bandul politik saat itu memandang peran ibu: sebagai bagian tak terpisahkan dari perjuangan menuntaskan revolusi yang belum selesai. Ibu yang mau ke luar dari kasur, dapur dan sumur untuk ikut memanggul tugas revolusi.

Orde Baru tidak menghapus konsep "ibu" dari narasi Kartini, tapi memodifikasinya sedemikian rupa dengan cara mengirim "ibu" dan Kartini kembali ke dalam rumah, fokus mengurus kasur, dapur, sumur, dan mendampingi anak dan suami. 

Jika pun harus ke luar rumah untuk beraktivitas/berorganisasi, itu harus bersama organisasi PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) atau Dharma Wanita.

Tidak ada alternatif lain. Gerwani sudah dihancurkan secara fisik maupun organisasi. Secara fisik anggotanya ditangkap, dipenjara dan banyak mengalami pelecehan seksual di dalam tahanan. Secara organisasi dilarang dan dicitrakan sebagai lonte-lonte tak tahu adat.

Sementara Perwari, organisasi yang dipimpin seorang progresif bernama Soejatin Kartowijono, yang sebelumnya sangat keras menentang poligami dan gigih berbicara tentang pemiskinan perempuan, pelan tapi pasti dimandulkan. Dan pada 1975, secara resmi Perwari "dikandangkan" dengan dijadikan organisasi di bawah Golkar.

Narasi Kartini pun mengalami penyuntingan untuk yang kesekian kalinya. Semua teks resmi negara, termasuk yang menjadi bahan ajar di sekolah, membabat habis kisah-kisah tragis Kartini. Tidak ada cerita tentang Kartini sebagai korban poligami. Di buku ajar saat itu, mustahil mendapatkan kisah bagaimana Kartini takluk secara tragis terhadap poligami ini.
 
Ini bisa dimaklumi karena Orde Baru, tentu saja berkat campur tangan Sang Nyonya Besar Siti Hartinah, sangat membenci poligami. Pemerintah mempersulit bagi pegawai pemerintah yang ingin berpoligami. Banyak syarat yang harus dipenuhi: mulai izin dari istri pertama, surat keterangan penghasilan dan izin dari pejabat serta atasan.
 
Maka membabat habis cerita Kartini sebagai korban poligami menjadi keharusan. Apa kata dunia jika pahlawan yang jadi simbol ibu yang sempurna itu justru menjadi korban poligami yang saat itu sangat dibenci Sang nyonya Besar?

Maka jika Gerwani dan organisasi Women's International Democratic Federation pernah menyandingkan potret Kartini dengan Clara Zetkin (perempuan komunis Jerman), di masa ini potret Kartini disandingkan dengan Sang Nyonya Besar.

Suharto menyempurnakan pensejajaran antara Kartini dengan istrinya itu pada 30 Juli 1996 dengan mengeluarkan Kepres yang menetapkan Siti Hartinah sebagai pahlawan nasional. Bayangkan: wafat pada 28 April 1996, 32 hari kemudian almarhum langsung jadi Pahlawan Nasional.

Inilah Kartini yang disunting dan dimodifikasi oleh Orde Baru. Kartini yang sepenuhnya diletakkan sebagai ibu", bukan perempuan. Dan dengan itulah posisi perempuan dikonstruksi semata sebagai pendamping lelaki/suami, sebagai pengasuh anak dan pengayom keluarga.

Tidak ada "perempuan", yang ada hanyalah "ibu" dan "istri". Maka perempuan yang baik haruslah "ibu yang baik" dan "istri yang setia". Perempuan yang berkeliaran di jalanan untuk menuntut hak adalah perempuan binal yang melanggar kodrat dan fitrahnya -- atau bahkan disudutkan sebagai penerus lonte-lonte Gerwani.

Inilah yang terjadi dengan Karlina Leksono, dkk., dari kelompok Suara Ibu Peduli yang berunjukrasa di Bunderan HI pada awal 1998. Mereka memprotes kenaikan harga sembako dan harga susu. Mereka ditangkap karena dianggap mengganggu ketertiban umum.

Julia Suryakusuma menyebut konsep perempuan ala Orde Baru ini sebagai "ibuisme negara". Dalam konsep ini, perempuan diletakkan melulu dalam fungsi "reproduksi" dan "melayani".

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) mengkanonisasi (standarisasi) perempuan itu berdasar 5 fungsi: meneruskan keturunan, sebagai ibu yang mendidik anak-anaknya, sebagai pengurus keluarga, penambah penghasilan suami, dan anggota masyarakat.

Fungsi kelima sebagai anggota masyarakat ini oleh Orde Baru distandarkan dengan keterlibatan dalam organisasi-organisasi resmi, seperti PKK dan Dharma Wanita. Dan dengan itulah, perempuan dan ibu dipaksa menjadi bagian operasi kekuasaan guna memobilisasi suara Golkar dalam Pemilu.

Di level elit, biasanya istri dari pejabat-pejabat tinggi, perempuan-perempuan ini menampilkan gaya hidup mewah, dengan pakaian dan perhiasan yang wah dan badan yang semerbak mewangi parfum dari luar negeri. 

Tiap kali suaminya yang pejabat tinggi bepergian, ke daerah atau ke luar negeri, istri-istri ini ikut wara-wiri. Saskia Weiringa, peneliti spesialis sejarah gerakan perempuan di Indonesia, mengungkapkan bagaimana orang-orang yang tak suka dengan polah itu menyindirnya dengan ejekan "kuntilanak wangi".

Perlawanan terhadap narasi Kartini ala Orde Baru ini bukannya tidak dilakukan. Menariknya, perlawanan ini seringkali mendompleng perayaan Hari Kartini. Saya akan contohkan beberapa.

Pertama, tulisan Prof. Harsja W. Bachtiar pada 1979, "Kartini dan Peranan Wanita dalam Masyarakat Kita", bukan hanya menggugat penokohan dan mitologisasi Kartini, tapi juga menyebutkan nama-nama lain yang dianggapnya lebih layak: Ratu Tajul Alam Safiatun dari Aceh dan Siti Aisyah We Tenriolle dari Sulawesi Selatan.

Uraian Prof. Harsja itu sampai sekarang masih dikutip oleh siapa pun yang merasa tak setuju dengan penokohan, kepahlawan dan mitologisasi Kartini. Dan, perlu digaris-bawahi: tulisan Prof. Harsja itu diterbitkan dalam rangka mengenang 1 Abad Kartini.
 
Kedua, banyak demonstrasi dilakukan di akhir-akhir kekuasaan Soeharto dilakukan juga di Hari Kartini. Pada 21 April 1995, para aktivis perempuan berunjukrasa menuntut pembubaran Menteri Peranan Wanita yang dianggap tak berhasil membela kepentingan perempuan.

Pada 21 April 1998, sebulan jelang lengsernya Soeharto, demonstrasi meledak di mana-mana. Mahasiswa memanfaatkan momen Hari Kartini untuk memperluas jangkauan aksinya ke kaum ibu dan perempuan.

Dengan itulah, publik mencoba mengambil-alih monopoli atas narasi Kartini dari genggaman Orde Baru. Dan berhasil.

Itulah sebabnya saya bisa leluasa menulis artikel ini dan itu pula alasannya kenapa Anda, pembaca sekalian, bisa dengan bebas berpendapat tentang Kartini di kolom komentar artikel ini.

*Zen RSKartini sebagai Kuntilanak Wangi”  tulisan dapat dilihat di Yahoo News Indonesia

Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

Berita Dakwah Indonesia lainnya:

+Pasang iklan

Gamis Syari Murah Terbaru Original

FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id

Cari Obat Herbal Murah & Berkualitas?

Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com

Dicari, Reseller & Dropshipper Tas Online

Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com

NABAWI HERBA

Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%. Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Ustadzah Salma Khoirunnisa, salah satu pengajar di Pesantren Tahfizul Quran Darul Arqom Sukoharjo mengalami kecelakaan. Kondisinya masih belum sadar, dan sempat koma selama 5 hari karena diperkirakan...

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Diawali dengan berniat karena Allah, berperan aktif menebarkan amal sholeh dan turut serta membantu pemerintah memberikan kemudahan kepada umat mendapatkan pelayanan kesehatan, maka Ulurtangan...

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Rafli Bayu Aryanto (11) anak yatim asal Weru, Sukoharjo ini membutuhkan biaya masuk sekolah tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama). Namun kondisi ibu Wiyati (44) yang cacat kaki tak mampu untuk...

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Alhamdulillah, pada Sabtu, (18/11/2023), Yayasan Ulurtangan.com dengan penuh rasa syukur berhasil melaksanakan program Sedekah Barangku sebagai wujud nyata kepedulian terhadap sesama umat Islam....

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Sungguh miris kondisi Arga Muhammad Akbar (2) anak kedua pasangan Misran dan Sudarti ini, sudah sebulan ini perutnya terus membesar bagai balon yang mau meletus. Keluarganya butuh biaya berobat...

Latest News

MUI

Sedekah Al Quran

Sedekah Air untuk Pondok Pesantren

Must Read!
X