Ahad, 5 Rabiul Akhir 1446 H / 1 Desember 2013 12:50 wib
15.815 views
Abu Fatih: Transformasi Pergerakan Islam Suatu Hal yang Mendesak
Oleh: Ust. Abu Fatih Abdurrahman
Lahirnya berbagai harakah (pergerakan) kaum muslimin yang muncul di sejumlah negri termasuk di Nusantara ini adalah suatu nikmat Allah yang wajib disyukuri. Yakni dalam konteks adanya usaha para aktivis Islam melakukan perubahan terhadap situasi dan kondisi kaum muslimin dari keadaan apa adanya menuju realita yang dicita-citakan seperti yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya. Walau tentu saja harus senantiasa diwaspadai munculnya dampak-dampak negatif dari keberagaman pergerakan yang justru akan mengurangi capaian gerakan itu sendiri.
Adapun tujuan pergerakan Islam adalah mewujudkan komunitas masyarakat baru di belahan bumi ini yang sepenuh hati terikat dengan syariat Islam dalam semua bidang; pemerintahan, politik, ekonomi, sosial, pendidikan, nilai-nilai moral dan semua aspek kehidupan. Upaya bertahap dan terorganisasi yang berakhir dengan perwujudan masyarakat seperti itulah yang disebut Islamisasi.[1]
Tercapainya tujuan Islam mutlak didahului dengan terwujudnya gerakan Islam yang penuh kesadaran dan tanggung jawab menciptakan suasana Islami; memahamkan umat tentang Islam untuk kemudian siap mengamalkan dan memperjuangannya. Di samping itu juga mempersiapkan simpatisan dan pendukung gerakan. Demikian pula, tegaknya sebuah Negara Islam -dengan kata lain tercapainya tujuan Islam- mutlak didahului dengan watak agama kita. Upaya peng-Islaman menghendaki adanya sesuatu usaha jama’i yang teratur, rapi dan terencana.[2]
Realitas yang Menyakitkan
Wilayah negri Islam terpecah belah dan terbagi-bagi.Tidak ada ikatan yang mempersatukannya.Sering timbul persengketaan dan pertikaian diantara mereka. Bahkan sampai saling menghunuskan pedang dan saling bunuh membunuh. Dimana dalam situasi perpecahan dan persengketaan yang sangat gawat ini, kaum muslimin diserbu oleh pasukan tentara dari seberang lautan yang membawa nafsu membunuh dan membinasakan, mereka membawa angan-angan menjajah dan menduduki negri-negri Islam dengan membawa bendera Salib dan ajaran-ajaran takhayul.[3]
Pada tingkat lokal dan regional, pergerakan Islam dalam berbagai bentuknya, mulai dari organisasi kemasyarakatan, partai politik hingga jama’ah-jama’ah dakwah dan tanzhim Jihadidalam kenyataannya belum mampu mewujudkan rencana dan langkah bersama yang memungkinkan tercapainya cita-cita Islam secara sinergis. Tentu saja kita tidak boleh menafikan munculnya front bersama kalangan Mujahidin di Afghanistan, Kaukasus, Iraq dan Suriah, semoga Allah Azza wa ‘Alaa mengokohkan persatuan mereka, amiin!
Ta’addudul Jama’ah yang dipadu dengan lemahnya penguasaan dalam ‘Ulum Syar’i seakan menyimpan potensi berbahaya yang justru menggerogoti immunitas kalangan aktivis dari berbagai penyakit kejahiliyahan yang berbahaya, seperti merasa paling beriman sendiri, kultus individu, fanatik kelompok bahkan penyimpangan aqidah dan manhaj yang dapat membahayakan kehidupan dunia dan akherat kelak.
Disisi lain, tidak sedikit pergerakan yang muncul dan eksis hingga kini pada akhirnya hanya disibukkanaktivitas yang memperbanyak dan mempertahankan asset anggota dan perbendaharaan materiil. Akibatnya, cita-cita dan nilai dasar Islam yang semula menjadi landasan awal pergerakannya hanya mengkristal dalam dokumen-dokumen organisasi semata. Wallahul Musta’an.
. . . Ta’addudul Jama’ah yang dipadu dengan lemahnya penguasaan dalam ‘Ulum Syar’i seakan menyimpan potensi berbahaya yang justru menggerogoti immunitas kalangan aktivis dari berbagai penyakit kejahiliyahan . . .
Fase-fase Perubahan Transformasi Pergerakan
Menyimak kenyataan pahit diatas, tidak ada jalan bagi pergerakan-pergerakan Islam kecuali masing-masing harus melakukan transformasi pergerakannya. Baik menyangkut nilai-nilai dasar dan teknis, maupun struktur pergerakannya itu sendiri. Fase-fase Transformasi yang harus dilalui setiap pergerakan bisa kita ambil ibrah dari pelaksanaan ibadah Shalat yang menjadi lambang fundamental keseluruhan ibadah dalam Islam.
Mari kita lihat;
o Wudhu atau tayammum sebagai kunci pembuka shalat adalah bentuk pembersihan diri.Sedangkan niat yang diikhlaskan karena Allah adalah bentuk penyuciannya. Jadi unsur fisik dan rohani muslim selalu dimurnikan setiap hari secara berulang-ulang dan berketerusan pada saat-saat yang ditentukan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
o Bacaan dan pergerakan dalam shalat melatih seorang muslim untuk menyerahkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala secara tulus, mengaktualisasikan ketaatan dan kehinaan dirinya di hadapan Allah yang akan melahirkan sifat-sifat, ciri-ciri dan nuansa kepribadian yang agung dan tinggi.
o Pengaruh atau bekas ibadah yang paling fundamental dalam Islam ini adalah timbulnya daya tangkal dan daya hancur terhadap perbuatan keji dan munkar, baik potensi kekejian dan kemunkaran yang ada dalam dirinya maupun yang bertebaran di sekitar lingkungannya.
Dalam kaitan ini, kita perlu melihat kembali historikal datangnya perintah shalat lima waktu pada Mi’raj-nya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Pada pagi harinya, Jibril ‘Alaihis Salam datang mengajarkan shalat dan ketentuan waktu pelaksanaannya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Jibril memberi contoh. Ia melakukan shalat dua rakaat sewaktu fajar menyingsing (Shalat Subuh), empat rakaat saat matahari tergelincir sedikit dari tengah, empat rakaat lagi sewaktu bayangan mencapai dua kali lipat panjangnya, tiga rakaat sewaktu matahari tenggelam dan empat rakaat ketika mega merah lenyap. Sebelum disyari’atkannya ibadah shalat lima waktu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallamhanya melakukan shalat dua rakaat pada pagi hari dan dua rakaat pada sore harinya seperti yang dilakukan nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam.[4]
Maka transformasi pergerakan Islam juga melalui 3 fase, yakni:
Pertama, Fase Purifikasi (pemurnian). Yaitu tahapan kritis setiap pergerakan untuk mencari, menemukan dan mempertahankan jati diri selaras dengan nilai-nilai Islam yang diperjuangkannya.
Kedua, Fase Reformasi (pembentukan ulang). Yaitu tahapan pembentukan tata fikir, tata bicara, tata sikap dan tata laku secara jama’i yang mengarah pada kekhususan karakter, ciri-ciri dan nuansa kepribadian yang unggul dan mulia dalam diri setiap abna’ harakah. Sehingga struktur hirarki dan lingkungan kerja pergerakan akan dipengaruhi secara dominan oleh keunggulan setiap anggota pergerakan itu sendiri.
Ketiga, Fase Revolusi (perubahan total). Yaitu tahapan di mana pergerakanakan mulai mempengaruhi dan mendorong situasi di sekitarnya yang apa adanya (realita) untuk berubah menjadi yang seharusnya (idealita) secara radikal dan total.Wallohu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]
Sukoharjo, 24 Muharram 1435 H
[4] Syekh Muhammad Khudhari Bek, Nurul Yaqin Fii Siirati Sayyidil Mursalin, Sinar Baru Bandung, Cet. I/ 1989, hal. 95
[1] Ja’far S. Idris, Islam dan Perubahan Sosial, Mizan Bandung, Cet. II/ 1989, hal. 29.
[2] Yusuf Qordhowi, Pergerakan Islam–Suatu yang Mendesak, Faruqi Publish. House Jakarta, Cet. I/ 1987, hal. 1-2
[3]Syaikh Abu Qotadah Al Falisthiny, Al Jihad wal Ijtihad, halaman 37
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!