Selasa, 26 Jumadil Akhir 1447 H / 16 Desember 2025 15:35 wib
653 views
Serangan Bondi Beach: Bagaimana Media Cemarkan Aksi Pro-Palestina sambil Hapus Sosok Pahlawan Muslim
Oleh Adnan Hmidan
Reaksi media terhadap serangan yang menargetkan warga Yahudi di Bondi Beach justru mengungkap jauh lebih banyak tentang bias yang mengakar dan kemarahan yang selektif dibandingkan tentang peristiwa itu sendiri. Dalam hitungan jam, sebagian besar media cetak dan penyiaran mengalihkan fokus dari fakta-fakta kejadian dan justru memanfaatkan serangan tersebut untuk melancarkan serangan yang lebih luas terhadap demonstrasi pro-Palestina di berbagai belahan dunia, dengan melabelinya sebagai berbahaya, ekstremis, dan terlibat dalam kekerasan.
Respons ini sama sekali tidak terukur maupun bertanggung jawab. Sebaliknya, ia mengikuti pola lama yang mengkhawatirkan: sebuah tindakan kriminal yang terisolasi dengan cepat dipersenjatai untuk mencemarkan sebuah gerakan protes global yang secara konsisten bergerak melawan pembunuhan massal, genosida, dan kekerasan negara—terutama serangan Israel yang terus berlangsung di Gaza.
Di berbagai program dan tajuk berita, muncul rujukan tentang “mengglobalisasi intifada”, dengan demonstrasi pro-Palestina secara implisit, bahkan terkadang eksplisit, dijadikan terdakwa. Pembingkaian ini dengan sengaja menutupi satu kebenaran mendasar. Demonstrasi kami selalu menentang pembunuhan, pembantaian massal, dan genosida. Ini adalah protes terhadap penghancuran kehidupan sipil, bukan terhadap warga Yahudi atau komunitas mana pun. Menyiratkan sebaliknya berarti melakukan distorsi, bukan analisis.
Yang membuat serangan media ini terasa sangat hampa adalah identitas para pelaku terkerasnya. Banyak komentator yang kini menyatakan keprihatinan atas kekerasan adalah figur-figur yang sama yang dalam beberapa bulan terakhir membenarkan pengeboman Israel di Gaza, merasionalisasi pembunuhan puluhan ribu warga sipil, atau memilih diam saat rumah sakit, sekolah, dan kamp pengungsi diratakan. Kepedulian mendadak mereka terhadap keselamatan warga sipil terdengar kosong. Mereka adalah pihak terakhir yang memiliki kredibilitas untuk mengecam kekerasan.
Serangan Bondi Beach sendiri tampaknya merupakan tindakan kriminal yang dilakukan oleh beberapa individu dan harus dikecam tanpa ragu maupun syarat. Kekerasan terhadap warga sipil selalu salah, apa pun motif atau sasarannya. Namun, mengecam tindakan tersebut tidak memerlukan—dan tidak membenarkan—penghukuman kolektif terhadap seluruh gerakan protes atau delegitimasi penentangan terhadap genosida.
Namun, aspek paling mengungkap dari pemberitaan ini justru terletak bukan pada apa yang dikatakan, melainkan pada apa yang dihilangkan.
Dalam serangan Bondi Beach, seorang pria Muslim Arab Suriah bernama Ahmad Al-Ahmad turun tangan langsung untuk menghentikan penyerang. Dengan menempatkan dirinya dalam bahaya seketika, ia mencegah jatuhnya korban lebih banyak dan sangat mungkin menggagalkan pembantaian yang jauh lebih besar. Tindakannya berani, spontan, dan sepenuhnya manusiawi. Ia bertindak untuk melindungi nyawa orang-orang tak bersalah, tanpa memandang identitas, politik, atau risiko pribadi.
Seharusnya, hal ini menjadi pusat cerita. Namun, justru dipinggirkan.
Ketika Al-Ahmad disebut sekalipun, detail-detail kunci kerap dihilangkan secara mencolok: asal-usul Suriahnya, identitas Arabnya, dan keyakinannya sebagai seorang Muslim. Fakta-fakta ini secara senyap dihapus dari banyak laporan. Kontrasnya tajam dan sarat pelajaran. Seandainya pelaku penyerangan adalah orang Arab atau Muslim, penanda-penanda tersebut hampir pasti akan mendominasi tajuk berita, berulang kali dipakai sebagai “bukti” ancaman budaya atau politik yang lebih luas.
Penyebutan yang selektif—dan keheningan yang selektif—ini bukan kebetulan. Ia mencerminkan budaya media yang dengan mudah merasialisasi dan mempolitisasi kekerasan ketika hal itu melayani narasi tertentu, namun menghindarinya ketika justru mengguncang stereotip yang sudah mengakar. Seorang Muslim yang menyelamatkan nyawa warga Yahudi tidak nyaman bagi bingkai dominan; karena itu identitasnya dianggap merepotkan.
Penghapusan latar belakang Al-Ahmad juga melayani tujuan lain. Ia membantu mempertahankan anggapan keliru bahwa komunitas Muslim atau pro-Palestina secara inheren cenderung pada kekerasan, alih-alih diakui sebagai pihak yang paling konsisten bergerak melindungi nyawa sipil dan menentang pembunuhan massal. Tindakannya membongkar kebangkrutan klaim bahwa aktivisme pro-Palestina digerakkan oleh kebencian atau ekstremisme.
Upaya mengaitkan serangan Bondi Beach dengan demonstrasi pro-Palestina bukan hanya tidak jujur, tetapi juga berbahaya. Ia meruntuhkan pembedaan penting antara tindakan terisolasi seorang individu dan kampanye kekerasan sistematis yang dipimpin negara. Serangan Israel ke Gaza bukanlah perdebatan abstrak atau retorika berlebihan; ini adalah operasi militer berkelanjutan yang dilakukan dengan persenjataan canggih, dukungan politik penuh, dan nyaris tanpa impunitas. Seluruh lingkungan telah dihapus dari peta. Ribuan anak-anak telah terbunuh. Kekerasan ini berlangsung terus-menerus, setiap hari, dan disengaja.
Mencampuradukkan protes damai terhadap kekejaman semacam itu dengan sebuah tindak kriminal ribuan kilometer jauhnya mengalihkan perhatian dari kejahatan-kejahatan tersebut dan membekukan perbedaan pendapat yang sah. Ia menciptakan suasana di mana solidaritas diperlakukan sebagai kecurigaan dan protes sebagai provokasi. Ini bukan akibat jurnalisme yang buruk semata; ini adalah pilihan politik.
Jika media benar-benar berkomitmen menentang kekerasan, mereka akan menceritakan kisah Bondi Beach secara jujur dan utuh. Mereka akan mengecam serangan itu dengan tegas, tanpa mengeksploitasinya. Mereka akan menyoroti keberanian Ahmad Al-Ahmad dan mempertanyakan mengapa tindakannya mengganggu narasi yang dominan. Dan mereka akan mengkritik kekuasaan, alih-alih menyerang para demonstran yang menuntut diakhirinya genosida.
Sampai itu terjadi, mereka yang berpihak pada keadilan harus terus merespons dengan tegas dan percaya diri. Kita harus menolak membiarkan fitnah menggantikan fakta, atau kemarahan selektif membungkam sebuah gerakan yang berakar pada tuntutan moral paling mendasar: bahwa kehidupan manusia—termasuk kehidupan rakyat Palestina—harus dihargai. (MeMo/Ab)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!