Kamis, 12 Jumadil Awwal 1446 H / 3 Juni 2021 10:10 wib
4.024 views
Prof. Agus Purwanto: Guru Sains harus lebih Sabar
SURABAYA (voa-islam.com) — Agus Purwanto merupakan Guru Besar Fisika Teori di Institut Teknologi Sepuluh November sekaligus anggota aktif Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Ia telah lama bergelut dalam bidang sains dan dunia dakwah. Pengalaman inilah yang membuatnya berkesimpulan bahwa guru sains harus bekerja lebih keras lagi dalam mendidik masyarakat luas.
Kesimpulan tersebut didapat Gus Pur, sapaan akrabnya, setelah diberi amanah sebagai khatib dalam prosesi salat gerhana bulan. Pada kesempatan tersebut Gus Pur menjelaskan tentang beberapa fenomena langit, dari persoalan gerhana sampai bumi datar (flat earth). Ia bercerita bahwa paparannya telah lugas, sederhana, memanfaatkan medium ilustrasi yang menarik, dan semua jamaah mendengar dengan sangat antusias.
“Begitu selesai presentasi beberapa orang langsung mendekat dan ngobrol santai beberapa hal yang sempat kusingung seperti sidang itsbat dan kalender global. Ada juga yang minta copy PPT materi,” tulis Gus Pur dalam akun facebooknya yang diposting pada Kamis (27/09) seperti dikutip dari laman muhammadiyah.or.id.
Akan tetapi di antara semua yang mendekati Gus Pur, ada satu pertanyaan jamaah yang membuatnya kaget bukan main. Kekagetan Gus Pur lantaran dirinya merasa telah memaparkan materinya dengan maksimal dan sesederhana mungkin. Pertanyaan jamaah tersebut seperti ini: “Ustadz, kalau begitu di Amerika sekarang terjadi gerhana Matahari ya?”
“Wis merasa menjelaskan dengan lugas, sederhana, full ilustrasi, pendengar nyimak dengan antusias sehingga kita sebagai guru merasa bahwa pesan tertangkap dengan baik. Tiba ada pertanyaan seperti itu,” ungkap Gus Pur.
Gus Pur menjelaskan bahwa gerhana matahari itu terjadi jika posisi bulan itu berada di antara bumi dan matahari. Sehingga kalau pun memang terjadi gerhana matahari, berarti baru dua pekan lagi dari sekarang. Sekarang ini posisinya adalah bumi di antara matahari dan bulan yang memungkinkan terjadinya gerhana bulan, hanya gerhana bulan. Memang di Amerika saat ini siang hari berbeda dari Indonesia yang saat ini malam. Artinya, wilayah Amerika tidak mengalami atau dilalui gerhana bulan sehingga umat islam di sana tidak salat khusuf seperti di Indonesia ini.
“Singkat cerita guru sains harus lebih sabar lagi dan harus berkerja keras lagi mengajarkan sains kepada masyarakat. Jangan sampai putus asa dan tidak mengajarkannya. Ingat no science no future, optimis kita bisa. Sains memang bukan sulapan yang dengan mantra sim salabim semua terjadi seperti yang dinginkan pesulap,” tutupnya.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!