Senin, 2 Rajab 1447 H / 22 Desember 2025 16:45 wib
213 views
Hadits Dhaif: Rajab Syahrullah, Sya’ban Bulanku, Ramadhan Bulan Umatku
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Rajab al-Haram, salah satu sebutan masyhur dari bulan Rajab, karena ia merupakan salah satu dari empat bulan haram, yaitu bulan-bulan yang di dalamnya diharamkan peperangan. Ketentuan ini telah dikenal dan masyhur sejak masa jahiliah.
Dikenal juga dengan “Rajab al-Fard (Rajab yang sendiri)”, karena ia terpisah dari tiga bulan haram lainnya. Hal itu disebabkan karena Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Muharram datang secara berurutan dan berturut-turut, sedangkan bulan Rajab datang setelah itu dengan jarak lima bulan.
Sebagai bulan Haram, Rajab memiliki keutamaan sebagaimana tiga bulan haram lainnya. Secara umum, Allah perintahkan untuk menjaga kehormatannya dengan meninggalkan maksiat.
Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu." (QS. Al-Taubah: 36)
Keterangan sejumlah mufassirin, kemasiatan tetap diharamkan di semua bulan sepanjang tahun. Hanya saja larangannya di bulan-bulan haram ini lebih kuat. Berarti dosanya lebih besar. Sebaliknya, amal shalih di dalamnya juga diganjar lebih besar.
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu 'Anhu berkata tentang dosa yang diperbuat di bulan-bulan Haram ini,
وَجَعَلَ الذَّنْبَ فِيهِنَّ أَعْظَمُ، وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ وَالأَجْرُ أَعْظَمُ
“Dan Allah menjadikan dosa di epat bulan haram itu lebih besar, dan (begitu juga) amal shalih lebih besar pahalanya.” (Dinukil dari tafsir Ibnu Katsir terhadap QS. Al-Taubah: 36)
Hanya saja, jangan sampai menghususkan jenis keutamaan khusus bulan Rajab ini tanpa berdasar dalil shahih. Seperti menyifati Rajab sebagai bulan haram.
Semua bulan yang berjumah dua belas adalah milik Allah. Namun tidak semua bulan disebut dalam nash sebagai Syahrullah (bulan punya Allah). Kecuali bulan Muharram.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
"Puasa yang paling utama sesudah puasa Ramadlan adalah puasa pada Syahrullah (bulan Allah) Muharram. Sedangkan shalat malam merupakan shalat yang paling utama sesudah shalat fardlu." (HR. Muslim)
Sejumlah ulama menerangkan bahwa Kalimat “syahrullah (bulan Allah)” penyandaran kata bulan kepada Allah merupakan penyadaran pengagungan.
Lalu bagaimana dengan status hadits yang cukup masyhur,
رَجَبُ شَهْرُ اللهِ، وَشَعْبَانُ شَهْرِي، وَرَمَضَانُ شَهْرُ أُمَّتِي
“Rajab itu bulan Allah, Sya’ban itu bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.”
Syaikh Abdul Aziz bin Bazzrahimahullahu, Mufti umum Kerajaan Arab Saudi beberapa tahun lalu menjawab pertanyaan ini. Kata beliau,
حديث: "رجب شهر الله، وشعبان شهري، ورمضان شهر أمتي" حديث موضوع، وفي إسناده أبو بكر بن الحسن النقاش، وهو متهم، والكسائي مجهول، وقد أورده صاحب اللآلئ في الموضوعات
“Hadits ‘Rajab itu bulan Allah, Sya’ban itu bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku’ adalah hadits palsu. Dalam isnadnya terdapat Abu Bakar bin al-Hasan al-Nuqasy; dia ini perawi muttaham (tertuduh suka memalsukan hadits) dan al-Kassai adalah perawi majhul. Perkara ini telah dijelaskan oleh pengaran Kitab Al-La'ali Al-Mashnu'ahfi Al-Ahadits Al-Maudhu'ah.”
Dalam risalah berbahasa Arab berjudul “25 Hadits Dhaif dan Maudhu' Tentang Keutamaan Bulan Rajab” disebutkan bahwa Hadits ini diriwayatkan oleh Abu al-Fath bin Abi al-Fawaris dalam kitab Amalinya, dan oleh al-Hasan secara mursal, serta oleh ad-Dailami dan selainnya dari Anas secara marfu‘.
Namun, hadits ini disebutkan oleh Ibnu al-Jauzi dalam kitab al-Maudhu‘at (hadits-hadits palsu) melalui banyak jalur. Demikian pula oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Tabyîn al-‘Ajab fî mâ Warada fî Rajab.
Hukumnya: Lemah, menurut tahkik al-Albani rahimahullah.
Keterangan hal ini bisa dilihat:
1. Silsilah al-Ahadits ad-Dha‘ifah no. 4400.
2. Dan kitab Faidh al-Qadîr karya al-Manawi (jilid 4 halaman 162 dan 166),
cetakan al-Maktabah at-Tijariyyah al-Kubra tahun 1356 H.
3. Kitab Kasyf al-Khafâ’ karya al-‘Ajluni (jilid 2 halaman 13), cetakan Mu’assasah ar-Risalah tahun 1405 H. Selesai. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!