Kamis, 11 Rabiul Akhir 1446 H / 14 Mei 2020 14:04 wib
3.427 views
Berdamai dengan Makhluk Mungil Mematikan
Oleh:
Devita Deandra
Aktivis Dakwah dan Ibu Rumah Tangga tinggal di Balikpapan, Kalimantan Timur
BEBERAPA hari yang lalu Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan di tengah situasi penyebaran virus corona yang kian massif. Melalui akun resmi media sosialnya pada Kamis (7/5/20), Jokowi meminta agar masyarakat untuk bisa berdamai dengan Covid-19 hingga vaksin virus tersebut ditemukan. Meskipun akhirnya, pernyataan Jokowi itu diluruskan oleh Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin. Bey mengatakan, maksud berdamai dengan Corona sebagaimana dikatakan Jokowi itu adalah menyesuaikan dengan kehidupan, yang artinya masyarakat harus tetap bisa produktif di tengah pandemi COVID-19. (CNNIndonesia.com).
Namun dengan maksud dan tujuan apapun sebenarnya seruan seperti itu tidak tepat jika di serukan di tengah situasi saat ini, apalagi oleh seorang kepala negara. Melontarkan diksi yang tidak hanya membingungkan tapi juga menegaskan inkonsistensi kebijakannya. Seolah rakyat di suruh pasrah saja dengan keadaan dan jalani hidup seperti biasanya walau berdampingan dengan makluk mungil yang mematikan. Seruan agar ‘hidup damai’ dengan corona sebelum ditemukan vaksin menegaskan lepas tangan pemerintah dalam penanganan wabah. Tenaga medis dibiarkan maju ke medan perang dan rakyat dilepaskan ke rimba belantara tanpa perlindungan.
Tenaga medis berguguran, begitu pula dengan masyarakat di berbagai wilayah. Tentu Berawal dari lambannya penanganan di dukung dengan abainya pemerintah dalam menjamin keselamatan para pejuang garda terdepan. Begitu pula dengan edukasi serta perlindungan negara kepada rakyatnya tak nampak pada pemerintahan demokrasi kapitalisme saat ini. Masih saja hitungan untung rugi yang selalu menjadi asas kebijakan pemerintah dalam penanganan wabah, padahal seharusnya seorang pemimpin harus mengupayakan segala cara agar tidak bertambah lagi korban jiwa. Bukan membiarkan perjuangan tanpa bekal keselamatan, ibarat berperang namun dengan tangan kosong, apakah selama menunggu vaksin di temukan akan ada nyawa yang terus di korbankan? memang inilah watak asli kapitalisme sekular.
Berbeda penanganannya dalam Islam. Islam menjadikan rakyat adalah unsur utama yang harus diselamatkan. Rakyat ibarat gembalaan yang perlu dijaga dan dirawat. Sehingga saat terjadi wabah seperti ini, Islam pun menjadikan rakyat sebagai acuan utama.
Seorang pemimpin yang bervisi Islam akan menjadikan keimanannya sebagai landasan memutuskan kebijakan. Menyadari bahwa tugas seorang pemimpin adalah mengurus urusan umat, memberikan pengamanan serta tidak plinplan dalam mengambil keputusan Keyakinan pada Allah SWT, membuatnya tawakal dan berserah diri pada Allah dalam menghadapi wabah dan menjadi garda terdepan dalam menjamin keselamatan rakyatnya. Menjadi seorang pemimpin di tengah wabah harus berani mengambil risiko. Tanpa mempertimbangkan masalah materi, yang utama rakyat terselamatkan.
Sejatinya memang negara mesti memprioritaskan urusan pengayoman terhadap kehidupan rakyat, sebab itulah cerminan dari posisinya sebagai raa’in dan junnah. Tidak boleh seorang pemimpin mengambil kebijakan yang mengabaikan nasib terlebih nyawa rakyat di dalamnya.
Dalam keadaan apa pun keselamatan rakyat senantiasa akan menjadi pertimbangan utama negara. Sebagai mana dalam sebuah hadist di sebutkan bahwa “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan disahihkan al-Albani). Begitulah Islam sangat menjaga nyawa manusia. Terjadinya wabah mematikan tentu tidak hanya mengancam nyawa 1 orang namun seluruh orang yang ada dalam tempat tersebut, sehingga berbagai tindakan dalam mengupayakan agar terhindar pun harus di lakukan. Bahkan pada masa Khalifah Umar. Beliau rela membatalkan kunjungan resminya ke Syam dan memutuskan kembali ke Madinah guna menghindarkan paparan wabah yang sedang merajalela di negeri itu menyebar kepada penduduk di tempat lain. Pilihan ini tentu saja akan memilki risiko sehingga sebagian sahabat Muhajirin sempat mengingatkannya:
“Anda telah keluar untuk suatu urusan penting. Karena itu kami berpendapat, tidak selayaknya Anda akan pulang begitu saja.” Namun beliau tetap yakin dengan langkah yang telah ditetapkannya. Nyawa dan keselamatan rakyat menjadi pertimbangan utama dibandingkan urusan lainnya. Di bawah ri’ayah pemerintahan seperti inilah kesejahteraan dan masa depan rakyat akan terselamatkan sekalipun didera berbagai musibah dan ujian. Mereka percaya bahwa pemimpinnya tidak akan berlepas tangan.
Pemerintahnya tidak mungkin mengorbankan nasib mereka atas dasar pertimbangan ekonomi, apalagi menukarnya demi kepentingan segelintir pengusaha, jelas ketegasan seorang pemimpin dalam mengambil kebijakan dan langkah-langkah dalam menghadapi wabah adalah hal yang harus di perhatikan oleh seorang pemimpin (kepala) negara, bukan pernyataan-pernyataan nyeleneh yang membingungkan. Wallahu a'lam.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!