Kamis, 9 Rabiul Akhir 1446 H / 14 Mei 2020 10:46 wib
3.616 views
Ramadhan di Tengah Pandemi, Mampukah Kita Melewati Menjadi Insan Taqwa?
Oleh:
Ira Angelika
SEGALA puji bagi Allah yang menyampaikan kita kembali ke bulan suci, Ramadhan Mubarak. Bulan agung nan mulia yang penuh peluang bagi kita untuk mendapatkan lipatan pahala atas ibadah - ibadah yang kita lakukan. Ramadhan membawa energi positif tersendiri bagi umat muslim.
Sudah terbayang di depan mata “tradisi” dan kebiasaan yang hanya dilakukan di bulan Ramadhan. Ngabuburit sambil mencari takjil menjelang berbuka menjadi momen yang ditunggu -tunggu, begitu pun buka bersama menjadi agenda yang hampir tidak terlewat terutama di 10 hari pertama. Selain memperkuat silah ukhuwah, buka bersama juga dijadikan ajang berbagi terhadap sesama karena tidak jarang yang melakukannya dengan mengundang anak - anak yatim piatu. Pada malam harinya, masjid penuh oleh jamaah yang melaksanakan tarawih, sholat sunnah yang hanya dilakukan di bulan puasa. Sahur on the road pun menjadi kegiatan yang menyenangkan tertutama bagi kawula muda yg tergabung dalam organisasi atau komunitas. Dengan berbagi makanan untuk sahur, selain membawa berkah tersendiri terutama bagi yang kurang mampu, juga bisa melatih jiwa sosial dikemudian hari.
Sepuluh hari terakhir, bagi sebagian kalangan menjadi momen yang paling berharga, dimana I’tikaf mulai dilaksanakan di masjid - masjid. Orang berlomba -lomba meningkatkan kualitas dan kuanitas ibadahnya, baik sholat sunnah atau pun tilawah dan khataman al quran di waktu I’tikaf ini. Terebih kita meyakini bahwa malam istimewa yang lebih baik dari 1000 bulan, yaitu Lailatul Qodar, bisa kita raih di 10 malam terakhir ini. Disamping itu, euforia menyambut hari kemenangan sudah mulai terasa menjelang hari -hari terakhir puasa. Belanja baju lebaran, membuat kue lebaran, membuat ketupat dan opor, menyiapkan uang “recehan” untuk dibagi -bagikan dan puncaknya tentu saja mudik. Merayakan lebaran bersama keluarga di kampung halaman menjadi kebahagiaan tersendiri meskipun harus bermacet -macet di jalan raya, desak -desakan di terminal bis, atau membayar tiket pesawat dan kereta yang harganya berkali lipat, tapi semua itu tidak mengurangi semangat masyarakat untuk pulang kampung. Semua itu sudah menjadi tradisi yg kental di tengah masyarkat kita
Namun rupanya, Ramadhan kal ini harus dijalani dengan kondisi yang berbeda. Dunia sedang dihadapkan pada kondisi sakit akibat serangan virus mematikan covid19. Corona menyebabkan manusia tidak leluasa untuk beraktifitas diluar rumah. Banyak para ahli yang menyatakan betapa bahayanya virus ini. Selain dapat menimbulkan komplikasi penyakit hingga kematian, virus ini juga bisa menyerang siapa saja tanpa pandang usia. Dengan kemampuan penularannya yg cenderung mudah, virus ini pun semakin menakutkan karena tidak semua orang yang positif menampakan gejala, sehingga kita tidak mengetahui apakah orang yang berinteraksi dengan kita itu positif atau tidak. Dan virus ini belum ada vaksinnya, sehingga wajar jika kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan supaya masyarakat terhindar dari paparan virus ini.
Berbagai kebijakan yang diberlakukan mulai dari berdiam diri di rumah, rajin mencuci tangan dengan sabun, semprot desinfektan, menggunakan masker jika keluar rumah, menghindari kerumunan, menjaga jarak (social distancing), sampai akhirnya melakukan PSBB untuk wilayah -wilayah zona merah dan melarang mudik. Sama halnya dengan yang dilakukan Rosulullah ketika terdapat wabah disuatu wilayah, rosul melakukan karantina yang ditulis dalam sebuah hadits "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari).
Dampak dari kebijakan ini salah satunya adalah ditutupnya tempat -tempat ibadah, masyarakat dihimbau untuk melaksanakan ibadah di rumah. Tentu saja hal ini menjadi pukulan tersendiri bagi umat islam. Tradisi dan ibadah di bulan Ramadhan tidak lagi bisa dilakukan di luar rumah atau di masjid. Jangankan menjalankan terawih berjamaah, sholat fardhu dan jum’atan saja tidak bisa dilakukan berjamaah di masjid. Buka bersama, tentu menjadi hal yang mustahil dilakukan di restoran-restoran atau warung makan karena tutup. Ngabuburit pun tidak bisa dilakukan dengan bebas karena ada himbauan menjaga jarak. Intinya Ramadhan kali ini dilalui dengan tidak biasa, dan ini terjadi hampir di semua negeri muslim.
Lantas, pertanyaannya adalah, apakah Ramadhan kali ini tidak bisa kita lalui dengan baik?
Allah Subhanahu Wa Ta’ala befirman dalam QS Al-Baqarah [2]: 183 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa”. Allah telah memperhitungkan bahwa yang bersedia memikul perintah-Nya untuk menjalankan puasa Ramadhan adalah orang-orang yang beriman. Karena itu, setiap orang yang merasa di dalam dirinya ada iman, tentu akan bersedia mengubah kebiasaannya, menahan nafsunya, bersedia bangun malam untuk makan sahur. bersedia menahan diri dari makan, minum, daan menahan diri dari hal-hal yang dilarang sejak terbit fajar hingga maghrib, selama bulan Ramadhan.
Adanya pandemi saat ini memang membatasi kegiatan kita di luar rumah, termasuk ibadah berjamaah. Tetapi bukan berati bulan suci ini harus kita sia -siakan. Terawih, tilawah dan khataman qur’an, buka puasa dan sahur masih bisa kita optimalkan di rumah. Begitu pun dengan sedekah dan membayar zakat fitrah, itu pun masih bisa salurkan. Terlebih kondisi saat ini menuntut kita harus lebih peka terhadap sesama.
Kondisi saat ini juga bisa dijadikan ajang quality time dengan keluarga dengan melaksanakan ibadah bersama di rumah. Semakin menguatkan ikatan kekeluargaan dengan buka bersama sekalipun tidak di lakukan di luar. Karena pada hakekatnya hadirnya bulan suci bagi seorang mukmin adalah bukan sekedar menjalankan tradisi, melainkan sesuai dengan seruan illahi, untuk mencetak kita menjadi pribadi -pribadi taqwa.
Mungkin dengan kondisi pandemi ini , Allah SWT ingin “ menguji” kita tidak hanya sekedar dengan menahan lapar dan dahaga, tetapi kita pun diberi sentilan untuk lebih bertaqorub (mendekat) dan bersandar hanya kepadaNya. Lebih memaknai arti hadirnya Ramadhan sehingga tecapai tujuannya yaitu hadirnya insan -insan muttaqin. Beratnya menjalankan puasa dengan segala larangannya, lelahnya diri mengisi bulan suci dengan ibadah -ibadah yang berharap berbuah pahala, ditambahnya “sempitnya” hidup saat ini yang disebabkan oleh hadirnya pandemi, semoga semakin menempa kita sebagaimana berubahnya seekor ulat menjadi kupu -kupu.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!