Home | Redaksi | Advertisement | Kirim Naskah | Pedoman Pemberitaan Media Siber
Facebook RSS
11.014 views

Dosa Wartawan dan Dosa Jurnalistik Barat Terhadap Muslim

NEW YORK (voa-islam.com) - Raymond Bonner, eks reporter the New York Times menulis penyesalan dan rasa bersalah karena pernah ikut memberitakan tentang penangkapan orang-orang yang dituduh sebagai teroris. Bagaimana di Indonesia?
 
Penyesalan biasanya datang terlambat, tapi lebih baik terlambat daripada terus-menerus menutupi kebohongan. Tulisan Raymond Bonner yang dimuat di Politico.com kemarin, adalah salah satu penyesalan seorang wartawan.
 
Eks reporter investigasi the New York Times yang pernah menulis kisah penangkapan Lotfi Raissi pasca peristiwa 9/11 ini, mengaku bersalah telah ikut melaporkan apa yang pernah banyak menghiasi kepala berita media: “perang melawan teror.”
 
Raissi adalah pilot kelahiran Aljazair. Dia ditangkap oleh sepasukan FBI di dekat bandara Heathrow, London, tak lama setelah peristiwa 9/11. Tuduhannya: Raissi melatih beberapa pilot yang konon menerbangkan pesawat dan menabrakkannya ke Gedung WTC di New York, 11 September 2001, semasa dia jadi instruktur penerbangan di Arizona [1997-2000].
 
Bukti yang memberatkan Raissi antara lain fakta dari beberapa halaman log penerbangannya yang hilang selama periode waktu dia dituding telah melatih salah satu pembajak.
 
Bonner menulis laporan kisah penangkapan Raissi itu. Mengintai rumahnya, mewawancarai tetangganya, juga upaya pemerintahan George Bush untuk mengekstradisi Raissi ke Amerika Serikat.
 
Dulu, ketika menulis itu semua, Bonner mungkin berbangga telah ikut menyampaikan fakta demi menjaga keamanan nasional, melindungi publik dari aksi para teroris.
 
Sekarang, lewat tulisannya di Politico dia mengaku meringis membaca laporannya sendiri yang dimuat di the New York Times karena sebuah pengadilan di Inggris justru menyatakan, Raissi adalah korban fitnah dan memerintahkan agar dia mendapat kompensasi.
 
Kisah Raissi adalah gambaran tentang kerja wartawan dan media, sejauh ini. Para redaktur telah berperilaku mirip politisi. Mereka menjadikan seluruh keterangan aparat sebagai satu-satunya rujukan untuk menjelaskan “perang melawan teror” demi keamanan negara dan atas nama kebebasan sipil.
 
Menjadikannya sebagai kepala berita di halaman depan media mereka, tapi melupakan cerita-cerita mengerikan dari orang-orang yang dituduh teroris. Kisah mereka tak layak ditulis. Tak perlu diungkap. Cukup dilipat di kertas-kertas catatan mereka dan dibiarkan menumpuk di meja redaksi.
 
Sewaktu reruntuhan gedung WTC masih membara, Jaksa Agung John Ashcroft mengatakan kepada sebuah komite kongres bahwa sebuah masjid di Brooklyn telah menyalurkan uang ke al Qaeda. Keterangannya menjadi berita utama di the New York Times tapi informasi ternyata salah.
 
Eric Lichtblau, reporter yang menulis berita itu, berterusterang, medianya larut dalam suasana nasional yang dirundung ketakutan dan juga kemarahan.
 
Baru-baru ini the New York Times mengumumkan, akan menuliskan kata “penyiksaan” untuk menyebut kelakuan anggota CIA yang menyiksa orang-orang yang dituduh sebagai teroris sampai di luar batas yang bisa dibayangkan: dibentur-benturkan ke tembok, ditelanjangi lalu digantung, dijadikan mangsa anjing, kepala ditutup plastik lalu dialiri air, dan lain-lain.
 
Itu perubahan yang drastis, menyusul laporan Komite Intelijen Senat [Desember silam] yang menyebut kebrutalan para anggota CIA menginterogasi orang-orang yang dituding sebagai teroris.
 
Sebelumnya, para redaktur the New York Times beralasan tidak digunakannya kata “penyiksaan” karena kuatir terlibat terlibat dalam debat politik. Sebagian berdalih kata “penyiksaan” tidak ditemukandalam determinan hukum. Dan koran itu tidak sendiri.
 
Media seperti Los Angeles TimesUSA Today dan the Wall Street Journal juga tidak pernah menyebut kata “penyiksaan.”
 
Dosa jurnalistik lain yang diungkap oleh Bonner adalah pemberitaan tentang Abu Zubaydah. Pria itu ditangkap dalam sebuah serangan di Pakistan, dan disiksa secara brutal di sebuah penjara rahasia di Thailand. Zubaydah dituduh sebagai salah satu perwira senior Osama bin Laden. Faktanya: dia bahkan bukan anggota al Qaedah.
 
Jauh sebelum Bonner menulis pengakuan dosa, Judith Miller, rekannya di the New York Times sudah membongkar semua kebohongan pemerintahan Bush, presiden sialan itu.
 
Miller membeberkan laporan palsu CIA tentang senjata pemusnah masal di Irak, yang dijadikan dalih oleh pemerintahan Bush untuk menyerang Irak dan kemudian juga Afghanistan, menyusul peristiwa 9/11, yang belakangan juga dijadikan sebagai propaganda “perang melawan teror” di seluruh dunia.
 
Kasus itu menyeret Miller dan Matthew Cooper, wartawan majalah Time ke pengadilan. Rezim Bush menganggap berita yang ditulis keduanya sebagai tindakan membocorkan rahasia negara. Mereka diminta memberikan indetitas sumber beritanya, yang tentu saja ditolak oleh Miller.
 
Perempuan itu lebih memilih dipenjara ketimbang harus membeberkan nama sumbernya. Dia ingin menunjukkan komitmen sebagai wartawan yang bertanggung jawab dan bermartabat: melindungi keselamatan sumber.
 
Baginya, identitas sumber yang berbicara atas dasar off the record harus tetap ditutup rapat. Apapun alasannya, dan alasannya masuk akal, sebab membocorkan nama agen CIA menurut UU Amerika Serikat adalah kejahatan serius, dan bisa berakibat pada keselamatan pribadi dan keluarga sumber.
 
Sebaliknya dengan Cooper. Meskipun pada mulanya ingin bersikap seperti Miller tapi dia mengungkap jati diri sumber kepada pejabat pemerintah, dengan alasan telah ditekan atasannya.
 
Akibat pengakuan Cooper, terungkap kemudian nama Karl Rove, salah satu penasihat politik utama Bush. Rove dipecat dan menghadapi tuntutan pengadilan. Kisah Rove kemudian dinukil di buku “What Happened” yang ditulis Scott McClellan, bekas juru bicara Gedung Putih.
 
Di buku itu, McClellan antara lain menceritakan tentang isi konferensi pers yang dilakukan oleh dia dan Rove. Dia menyalahkan Bush dan wakilnya, Dick Cheney tentang peran Gedung Putih atas penyesatan informasi kepada publik tentang pembocoran indetitas agen rahasia CIA.
 
“Saya bersalah telah memberi terlalu banyak kepercayaan untuk tuduhan dari para pejabat pemerintah bahwa seseorang adalah teroris,” tulis Bonner.
 
Pernyataan itu memang terasa menampar, tapi Bonner, Miller dan Lichtblau telah melakukan hal yang benar sebagai wartawan: mengabarkan yang sesungguhnya terjadi, meminta pertanggungjawaban pemerintah, dan menyodorkan skeptisisme. Itulah jurnalistik. Bagaimana Indonesia 'sami mawon' alias sama saja. (abimantrono/anwar/voa-islam.com)
 

Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

Intelligent Leaks lainnya:

+Pasang iklan

Gamis Syari Murah Terbaru Original

FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id

Cari Obat Herbal Murah & Berkualitas?

Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com

Dicari, Reseller & Dropshipper Tas Online

Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com

NABAWI HERBA

Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%. Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Ustadzah Salma Khoirunnisa, salah satu pengajar di Pesantren Tahfizul Quran Darul Arqom Sukoharjo mengalami kecelakaan. Kondisinya masih belum sadar, dan sempat koma selama 5 hari karena diperkirakan...

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Diawali dengan berniat karena Allah, berperan aktif menebarkan amal sholeh dan turut serta membantu pemerintah memberikan kemudahan kepada umat mendapatkan pelayanan kesehatan, maka Ulurtangan...

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Rafli Bayu Aryanto (11) anak yatim asal Weru, Sukoharjo ini membutuhkan biaya masuk sekolah tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama). Namun kondisi ibu Wiyati (44) yang cacat kaki tak mampu untuk...

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Alhamdulillah, pada Sabtu, (18/11/2023), Yayasan Ulurtangan.com dengan penuh rasa syukur berhasil melaksanakan program Sedekah Barangku sebagai wujud nyata kepedulian terhadap sesama umat Islam....

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Sungguh miris kondisi Arga Muhammad Akbar (2) anak kedua pasangan Misran dan Sudarti ini, sudah sebulan ini perutnya terus membesar bagai balon yang mau meletus. Keluarganya butuh biaya berobat...

Latest News

MUI

Sedekah Al Quran

Sedekah Air untuk Pondok Pesantren

Must Read!
X