Senin, 5 Jumadil Awwal 1447 H / 22 Februari 2010 13:54 wib
  2.070 views
								
							
								
								Bambang: Presiden Terlihat Berupaya Melumpuhkan Pansus
								JAKARTA (SuaraMedia News)- Anggota Panitia Khusus Angket Century,  Bambang Soesatyo, menilai presiden dan kekuatan politik binaannya,  Partai Demokrat, harus bijaksana dan elegan dalam menjaga stabilitas  pemerintahan. 

 
Jangan timbulkan kesan di benak rakyat bahwa presiden menghalalkan  segala cara untuk melindungi pemerintahannya.
 "Manuver politik  orang-orang dekat presiden akhir-akhir ini sudah terlihat dan tercermin  sebagai upaya presiden untuk melumpuhkan pansus," kata Bambang. Senin 22  Februari 2010. 
 Bambang menjelaskan, pelumpuhan pansus itu  yakni dengan cara melobi elit parpol serta menebar ancaman dengan wacana  reshuffle kabinet dan memburu pelanggar peraturan perpajakan.
Langkah itu bisa diterjemahkan sebagai upaya menutup-nutupi kesalahan  para pembantu presiden dengan memaksa Pansus melakukan kebohongan  publik.    "Tentu saja manuver politik itu bisa dimaknai sebagai langkah  menghalalkan segala cara oleh pemerintah untuk menjaga stabilitas  pemerintahannya.
Jika manuver itu diteruskan, justru bisa menjadi bumerang bagi  pemerintah sendiri, karena akan melahirkan ekses yang sulit  dikalkulasi," ujar politisi Partai Golkar itu.
 Oleh karena itu,  lanjut Bambang, pemerintah diharapkan menahan diri, dan membiarkan  Pansus Hak Angket DPR independen. Tekad presiden menjaga stabilitas  pemerintahannya kita apresiasi," ujarnya. Akan tetapi, menurut Bambang,  situasinya sudah berkembang sedemikian jauh, tak seideal yang  diasumsikan. Kepercayaan terhadap satu-dua pembantu presiden sudah  mencapai titik terendah.  
 Dengan demikian, strategi melumpuhkan  Pansus Hak Angket DPR untuk tidak meminta pertanggungjawaban dari para  pejabat itu justru bisa menjadi bumerang bagi presiden dan kabinetnya.  Bahkan, presiden bisa dinilai menghalalkan segala cara untuk menjaga  stabilitas pemerintahannya. 
 Menurut Bambang, pemerintah, dan  juga para elit politik, harus menyadari bahwa apa yang dikerjakan Pansus  berada dalam area kewajiban DPR untuk menyatakan sebuah kebijakan itu  salah atau benar. Maka, baik DPR maupun pemerintah sendiri tidak boleh  gegabah. "Kedua belah pihak harus berjiwa besar dan bijaksana, menjadi  negarawan sejati," ujarnya. 
 Bambang menjelaskan, pandangan atau  kesimpulan fraksi-fraksi itu sudah disampaikan secara terbuka.  Logikanya, tak ada ruang untuk mundur atau berubah. Pemerintah dan elite  politik mesinya menyadari hal ini.  
 "Ada risiko besar jika  rekomendasi Pansus Hak Angket ke Paripurna DPR tidak sejalan atau  bertolak belakang dengan kesimpulan awal masing-masing fraksi. Rakyat  tak hanya kecewa, tapi juga marah. Risiko itu tak hanya ditanggung DPR,  tetapi juga pemerintah," jelasnya. 
Sementara itu Pakar Hukum Tata  Negara Universitas Andalas Saldi Isra juga menilai, bahwa pansus sudah  mengungkap pada publik pelanggaran-pelanggaran di balik skandal  Century. Dalam pandangan awal, tujuh dari sembilan fraksi menilai ada  pelanggaran dalam proses akusisi dan merger, pemberian Fasilitas  Pendanaan Jangka Pendek (FPJP), dan Penyertaan Modal Sementara (PMS).
"Tentu  orang akan mengapresiasi besar jika pansus jadi ujung tombak pengawasan  DPR. Kalau sebaliknya sama artinya mengundang masyarakat untuk melempar  batu," ujarnya.
Poin pokok pandangan awal fraksi-fraksi itu pada  tiga hal. Pertama, dasar hukum bailout dan peraturan pemerintah  pengganti  undang-undang (perppu) JPSK telah ditolak DPR pada 18  Desember 2008. 
Kedua, uang Lembaga Penjamin simpanan (LPS)  adalah uang negara. Ketiga, Bank century adalah bank gagal tidak  berdampak sistemik. 
Hanya Fraksi Demokrat dan Kebangkitan Bangsa  menyatakan sebaliknya. Golkar, PDIP, PKS dan Hanura menyatakan bakal  menyebut nama Boediono dan Sri Mulyani sebagai orang yang paling  bertanggung jawab. 
Lantas, apakah penyebutan itu bakal berujung  pemakzulan? "Belum. Beliau kan tidak dalam jabatan sebagai wakil  presiden. Yang menjadi objek penyelidikan ini di masa lalu," ujar  anggota pansus dari FPKS, Andi Rahmat,
Menurutnya, penyebutan  nama itu dalam kerangka temuan saja. "Memberikan FPJP patut diduga  melanggar aturan, didalamnya memenuhi unsur pidana korupsi, antara lain  disebutkan gitu," ujarnya. 
Pansus, kata Andi, hanya menyampaikan  yang menjadi fakta. "Itulah yang kita formulasikan."
Sementara  itu, Politisi Golkar Agun Gunanjar Sudarsa menguatkan penyebutan nama  tidak mesti berujung pemakzulan. Menurutnya, temuan itu belum tentu bisa  dibawa ke Mahkamah Konstitusi.
"Yang jelas rekomendasi ke aparat hukum untuk menindaklanjuti  dugaan," ujarnya. Dia mengusulkan DPR membentuk Badan Pengawas untuk  mengawal aparat hukum menindaklanjuti rekomendasi pansus.
Menurut Saldi, apakah angket berlanjut ke Mahkamah Konstitusi  merupakan proses politik. Bisa atau tidak dibawa ke Mahkamah Konstitusi  itu, tentu saja menunggu nanti bagaimana sikap akhir yang akan diambil  oleh pansus. ujarnya. (vv2) www.suaramedia.com
		
								
								
								Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!