Kamis, 2 Rabiul Akhir 1446 H / 19 Oktober 2023 22:41 wib
6.461 views
Konflik Berulang Israel-Palestina, Mencari Solusi Tuntas
Oleh: Yuni Yartina
Setiap waktu berkala, konflik Israel-Palestina selalu mencuat. Berbagai versi fakta permasalahan tersampaikan di media sosial yang membuat netizen beradu opini. Tak sedikit pula seruan untuk menghentikan perang tersebut dan pembelaan dilakukan kepada Palestina. Bahkan, banyak kaum Muslim rela menyisihkan hartanya dengan jumlah tak sedikit sebagai donasi untuk Palestina.
Bila kita perhatikan, masalah ini tak kunjung selesai. Padahal berbagai sikap dan tindakan telah dilakukan untuk menghentikan konflik antara keduanya. Mirisnya, kaum Muslim masih banyak yang belum memahami akar permasalahan. Sehingga hanya fokus seputar kemerdekaan Palestina dan donasi yang sifatnya materi. Memang materi juga dibutuhkan, namun hal tersebut hanya ibarat solusi tambal sulam. Bahkan, organisasi dunia sekelas PBB saja tak mampu menuntaskan permasalahan ini. Lantas, apa sebenarnya akar masalah dan apa solusi hakiki yang bukan tambal sulam?
Yang perlu kita ketahui saat ini adalah :
Pertama, secara global saat ini tak ada hal yang membuat Palestina ditakuti meskipun kemerdekaan telah diraih. Kepemimpinan kaum muslimin atas seorang khalifah telah mengalami kekosongan selama hampir satu abad. Dalam riwayat dari Imam Bukhari-Muslim dikatakan Imam atau khilafah adalah Perisai. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.”
Makna kata perisai menurut yang kita pahami tentu sangatlah jelas, sebagai pelindung yang melindungi dari berbagai bahaya dan ancaman. Dalam hal ini perlindungan terhadap Palestina tidak bisa hanya dilakukan oleh Presiden atau pemimpin-pemimpin negara saat ini. Karena kekuatan Presiden hanya sebatas kekuatan satu negara. Berbeda dengan Khalifah yang kepemimpinannya tidak tersekat oleh batas-batas antar negara. Inipun berlaku oleh negeri-negeri Muslim yang lain yakni hanya hidup dibawah kepemimpinan nasional dengan sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Tentunya hal tersebut tidak akan mendukung dunia memiliki satu komando.
Selama 13 abad berlangsungnya kekhilafahan atau kepemimpinan Islam, Palestina dan semua wilayah dibawah kepemimpinannya aman, tentram, terjaga dan disegani. Pernah pada masa Khalifah Abdul Hamid II, beliau terus didatangi oleh Zionis Yahudi bahkan dengan sogokan uang, namun beliau selalu dengan tegas menolak untuk mempertahankan wilayah kekhilafahan. Ketika ditolak, Zionis Yahudi tidak pernah berani melakukan tindakan apapun, sebab wilayah Daulah Khilafah memiliki wibawa dan kekuatan besar yang sangat ditakuti. Namun berbanding terbalik saat perisai dari Khalifah telah tiada seperti saat ini. Hal ini yang tidak disadari oleh banyak kaum Muslim.
Kedua, saat ini kita tersekat oleh batas nasionalisme. Dimana, antara negeri-negeri Muslim di seluruh dunia tersekat oleh batas-batas negara. Yang pada akhirnya, masing-masing negara pun memiliki sekat teritorial dan aturan serta sikap yang terbatas terhadap negara lain. Hingga, tak ada satu pun kepala negara dari negeri Muslim yang mengirimkan bala bantuan pasukan tentara. Selama ini hanya kecaman-kecaman, yang tak akan membuat jera pemicu konflik. Dampak dari sikap fanatik nasionalis ini pun berbahaya, dimana kita hanya akan mementingkan negara kita saja. Tak perduli apa yang terjadi pada negara lain meskipun sesama muslim, yang penting negara kita aman. Padahal kaum Muslim itu satu tubuh, tapi kandas istilah tersebut karena sekat nasionalis.
Sebenarnya, jika kita cermati, negeri-negeri Muslim di dunia semua dalam jeratan penjajahan, hanya versinya saja yang berbeda, ada yang fisik dan non-fisik.
Ketiga, jeratan paham sekuler yakni memisahkan agama dari kehidupan dan sikap individualis masih erat melekat pada kaum muslimin, ini keadaan yang sungguh menyedihkan. Masih banyak yang tidak perduli dengan kondisi yang terjadi. Sikap individualis membuat kita hanya memikirkan kehidupan diri sendiri. Terlena dengan kesenangan dan kenyamanan yang kita dapatkan. Sadarkah kita, bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara. Semua kerakusan dan keserakahan akan musnah, yang tersisa hanya amal yang kita lakukan. Tentunya, amal yang dimaksud bukan hanya amalan-amalan sholat, zikir atau sedekah. Melainkan, amalan perjuangan terhadap Islam, pembelaan-pembelaan terhadap saudara semuslim yang dizalimi. Mengingat lagi sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari riwayat muslim “Barangsiapa yang bangun pagi tetapi dia tidak memikirkan kepentingan umat Islam maka dia bukan umatku.”.
Sudah saatnya kita menjadi orang yang peduli, bersuara untuk keadilan dan kebenaran. Tentunya keadilan dan kebenaran hanya akan terasa dalam terapan aturan Islam secara menyeluruh. Maka jadilah orang yang memperjuangkannya. Inilah sebaik-baik amal. Semoga Allah istiqomahkan kita. Wallahu alam bish shawwab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!