Puluhan Orang Tewas Dalam Bentrokan Antara Pasukan Keamanan Dan Pengunjuk Rasa Di Almaty Kazakhstan

ALMATY, KAZAHSTAN (voa-islam.com) - Bentrokan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan telah menewaskan puluhan orang di kota terbesar Kazakhstan, Almaty, ketika protes nasional berlanjut atas kenaikan harga bahan bakar di negara Asia Tengah yang kaya minyak itu.

Juru bicara polisi Saltanat Azirbek mengatakan pada hari Kamis (6/1/2022) bahwa puluhan perusuh telah "dihilangkan" semalam di ibukota keuangan Kazakhstan ketika mereka mencoba menyerbu gedung-gedung pemerintah.

"Tadi malam, pasukan ekstremis mencoba menyerang gedung-gedung administrasi, departemen kepolisian kota Almaty, serta komisariat polisi setempat. Puluhan penyerang dimusnahkan," katanya seperti dikutip media setempat.

Para pengunjuk rasa juga menyerbu kantor walikota di kota itu, dengan video di media sosial menunjukkan kepulan asap membubung dari gedung.

Kepala polisi Almaty, Kanat Taimerdenov, menyalahkan kerusuhan itu pada "ekstremis dan radikal," mengklaim para pengunjuk rasa telah menyerang 500 warga sipil dan mengobrak-abrik ratusan bisnis.

Sementara itu, ada laporan bentrokan baru antara polisi anti huru hara dan ratusan pengunjuk rasa anti-pemerintah yang berkumpul di alun-alun kota pada Kamis pagi. Beberapa kendaraan pengangkut personel lapis baja dan puluhan tentara memasuki alun-alun, dengan suara tembakan terdengar saat pasukan mendekati kerumunan.

Ada juga bentrokan sengit antara pasukan keamanan dan pengunjuk rasa pada hari Selasa, dengan polisi menembakkan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan kerumunan ribuan orang yang berkumpul di alun-alun utama kota, ketika pengunjuk rasa menggulingkan, menghancurkan, dan membakar mobil polisi.

Protes massal dimulai di Provinsi Mangistau barat Kazakhstan pada hari Ahad setelah pemerintah memutuskan untuk mencabut kontrol harga pada gas LPG - sebuah langkah yang secara kasar menggandakan harga gas dalam hitungan hari. Protes kemudian melanda bagian lain negara itu.

Pada hari Rabu, Presiden Kazakh Kassym-Jomart Tokayev mengumumkan keadaan darurat selama dua pekan, termasuk jam malam, pembatasan pergerakan, dan larangan pertemuan massal, di Almaty dan Mangistau.

Kemudian pada hari itu, dia menerima pengunduran diri pemerintah dan menunjuk Alikhan Smailov sebagai penjabat perdana menteri. Dia juga memerintahkan penjabat anggota kabinet dan gubernur provinsi untuk mengembalikan kontrol harga LPG dan memperluasnya ke bensin, solar, dan barang-barang konsumen "penting secara sosial" lainnya.

Kerusuhan yang sedang berlangsung telah menyebabkan setidaknya 12 pasukan keamanan tewas dan 353 lainnya terluka selama beberapa hari terakhir, menurut laporan media. Saluran berita Khabar 24 Kazakhstan melaporkan jumlah korban pada pertengahan Kamis, mengatakan bahwa mayat salah satu petugas keamanan telah ditemukan dengan kepala terpenggal.

Kerusuhan yang meningkat mendorong Tokayev untuk meminta bantuan dari Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) - aliansi militer yang terdiri dari Rusia dan lima negara bekas Soviet lainnya - untuk memadamkan protes. Dia juga menuduh "kelompok teroris" yang dilatih asing berada di balik kerusuhan.

"Hari ini saya mengimbau para kepala negara bagian CSTO untuk membantu Kazakhstan mengatasi ancaman teroris ini," kata Tokayev dalam pidato yang disiarkan televisi pada Kamis dini hari. "Faktanya, ini bukan lagi ancaman. Ini merusak keutuhan negara."

Aliansi militer CSTO yang dipimpin Moskow mengatakan telah mengirim pasukan pertamanya, termasuk pasukan terjun payung Rusia dan unit militer dari negara-negara anggota lainnya, yaitu Belarus, Armenia, Kazakhstan, Kirgistan, dan Tajikistan.

"Pasukan penjaga perdamaian ... dikirim ke Republik Kazakhstan untuk waktu yang terbatas untuk menstabilkan dan menormalkan situasi," kata CSTO dalam sebuah pernyataan, tanpa menyebutkan jumlah pasukan yang terlibat.

Kazakhstan adalah kekuatan energi utama, di antara pengekspor minyak terbesar di dunia dan di 20 besar untuk gas. Pemerintah negara itu telah mensubsidi bahan bakar gas cair selama bertahun-tahun, tetapi ketika mengangkat kontrol harga pada LPG, pemerintah berpendapat bahwa mempertahankannya tidak lagi berkelanjutan.

Protes terbaru mengguncang citra negara itu sebagai negara yang stabil secara politik dan dikontrol ketat - sebuah citra yang telah digunakan untuk menarik ratusan miliar dolar dalam investasi asing di industri minyak dan logamnya. (ptv)

Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

World News lainnya:

• Hamas Tidak Akan Berdamai Dengan Siapa Pun Yang Lakukan Kerjasama Keamanan Dengan Israel
• Israel Hentikan Pembangunan Masjid Di Yerusalem Dengan Dalih Tidak Berizin
• Pengadilan Swedia Dakwa Seorang Wanita Karena Daftarkan Putranya Untuk Bertempur Di Suriah
• Prancis Sebut 300 Tentara Bayaran Asing Telah Meninggalkan Libya Timur
• Pasukan Yaman Tewaskan 8 Pemberontak Syi'ah Houtsi Di Marib
• Jubir Kemenlu Iran: Kami Tidak Pada Titik Mengakui Taliban
• Pejabat Tinggi Israel Sebut AS Brokeri Normalisasi Tel Aviv Dengan Indonesia Dan Arab Saudi
• 3 Turis Israel Ditangkap Karena Mencuri Di Bandara Dubai UEA