Senin, 2 Rabiul Akhir 1446 H / 20 April 2020 05:17 wib
4.200 views
Islamopobia Tetap Santer di Tengah Pandemi
MIRIS dan sesak, tentu itu kalimat yang paling tepat diuangkapkan karena untuk kesekian kalinya diskriminasi dialami oleh umat muslim di berbagai belahan dunia. Pada faktanya diskriminasi tersebut tidak hanya dialami oleh umat muslim pada saat kondisi normal, namun di tengah pandemi wabah Covid 19 umat Islam juga menjadi korban tindakan diskriminasi dan kebencian warga non muslim. Umat muslim dituduh menjadi sumber sebaran wabah dan dianggap sengaja menyebar virus untuk membunuh warga non muslim.
Republika.co.id (11/4/2020) melansir bahwa dengan menggunakan teori konspirasi dan dis-informasi kelompok sayap kanan di Inggris telah menjelek-jelekkan kaum muslim dan menyebarkan propaganda Islamofobia dengan memanfaatkan ketakutan warga pada saat pandemi virus. Di media sosial kaum nasionalis kulit putih gencar mengungkapkan bahwa umat Muslim melanggar aturan ‘lockdown’ dan abai terhadap peraturan isolasi, mereka meng-unggah video umat muslim yang berkumpul di luar dan di masjid-masjid, padahal video tersebut diambil sebelum ‘lockdown’. Ditambah juga dengan tokoh-tokoh sayap kanan Inggris menuding bahwa umat Muslim sebagai "25 persen dari kasus virus corona" karena mereka menolak untuk melakukan isolasi diri.
Sementara itu di Amerika Serikat, teori konspirasi palsu dilakukan oleh sayap kanan dengan menyebarkan propaganda anti-muslim melalui daring. Konspirasi tersebut dilakukan melalui situs website sayap kanan yang isinya adalah negara akan memaksa gereja-gereja yang ada ditutup selama wabah dan tetap membuka masjid untuk beribadah termasuk pada saat bulan Ramadhan yang akan datang. Hal ini dilakukan supaya terkesan bahwa umat Islam mendominasi dan memaksa otoritas negara untuk melakukan perlakuan yang berbeda dan menimbulkan konflik dengan umat agama yang lain, sehingga non muslim semakin membenci umat muslim.
Tidak berbeda di India, perlakuan terhadap kaum muslim yang dilakukan oleh para ekstrimis lebih keras dirasakan umat Islam di negeri tersebut. Sebagaimana dirilis kumparan.com (12/4/2020) bahwa seluruh warga muslim di negeri India disalahkan dengan mengklaim umat muslim sengaja melakukan penyebaran virus dengan menyebutnya ‘corona-jihad’. Bahkan tidak tanggung-tanggung para ekstrimis membuat statistik perihal infeksi virus dan membuat cerita yang isinya menyalahkan umat islam atas krisis pandemi dengan disertai konten xenophobia dan Islamofobia sebelum terjadi wabah. Hal tersebut gencar dilakukan oleh mereka melalui daring dengan memanfaatkan kondisi wabah ini, karena warga India hanya dapat bersosialisasi melalui daring. Dalam konten tersebut juga muncul video viral yang menggambarkan muslim meludahi polisi dan warga India non muslim. Video tersebut bertujuan untuk menuduh bahwa warga muslim telah menyebarkan virus.
Selain itu, tagar dan meme Islamofobia memenuhi media sosial semenjak India mulai terkena wabah Covid. Sentimen anti-muslim terhitung sangat tinggi dan lebih dari 50 orang telah tewas dalam kerusuhan anti-muslim semenjak bulan Februari 2020. Dengan adanya pandemi wabah ini, maka semakin meningkatkan intensif Islamophobia di negara itu. Bahkan di Haldwani sebuah kota di India yang dikenal dengan pasar perdagagannya, pedagang buah Muslim dilarang dan dipaksa menutup lapak dagangannya.
Tidak cukup dengan hal itu, lebih lanjut kumparan.com merilis bahwa sebagian besar di India dan Amerika Serikat tagar #coronajihad dipakai sampai 300 ribu kali pada 29 Maret dan 3 April 2020. Menurut sebuah kelompok hak asasi manusia digital Asia Selatan yang berbasis di Amerika Serikat, Equality Labs, Xenophobia, tagar tersebut meluas secara daring. Bahkan kelompok ini menemukan ratusan tagar anti-muslim yang menggambarkan bahwa muslim sebagai pembom bunuh diri yang diikat dengan "bom virus" dan istilah-istilah seperti "#BioJihad, #MuslimVirus, dan #IslamicVirus" menjadi marak di media sosial.
Dari tindakan diskriminasi yang dialami oleh umat Islam di beberapa negara di dunia tersebut, ada upaya yang telah dilakukan oleh lembaga HAM, Equality Labs untuk menghentikan propaganda anti-Muslim dan seruan kebencian kepada umat Muslim. Upaya yang dilakukan oleh Equality Labs yakni meminta kepada perusahaan media sosial seperti facebook dan twitter sebagai perusahaan media sosial yang paling banyak bertenggernya tagar untuk menerapkan filter ketat. Equality Labs juga meluncurkan tagar tandingan #StopCOVIDIslamophobia untuk melawan Islamofobia di tengah pandemi covid 19. Disamping itu, Direktur First Draft News, LSM pemberantas hoaks dan mis-informasi di AS, Claire Wardle menyampaikan bahwa lembaga pemberitaan juga harus memperketat dalam upaya pengecekan informasi supaya tidak semakin luas dalam penyebaran rumor yang mengakibatkan kerugian bagi umat Islam.
Upaya yang telah dilakukan oleh lembaga tersebut dalam menghentikan islamopobia hanya parsial saja dan tidak menyentuh pada akar permasalahnnya. Pada faktanya selalu muncul kasus-kasus islamofobia berulang yang dilakukan oleh kelompok yang terorganisir bahkan menjadi kampanye para politisi di negara-negara sekuler. Hal ini tidak bisa dinafikkan karena islamofobia merupakan penyakit akut masyarakat sekuler yang mengkampanyekan antidiskriminasi dan kesetaraan. Ibda dalam Jurnal Studi Keislaman (2018) menyatakan bahwa Islamofobia disebabkan propaganda, kepentingan politik, pengaruh media massa, kebencian, ketakutan barat pada Islam, dan pemahaman parsial tentang Islam. Hal ini menjadi bukti kerusakan masyarakat sekuler dan kegagalan sistem sekuler dalam menciptakan integrasi/harmonisasi masyarakat.
Lalu bagaimana mengakhiri Islamofobia? Islamofobia hanya bisa diakhiri ketika Islam diterapkan secara sempurna oleh sebuah negara yang disebut dengan Daulah Khilafah yang dipimpin oleh Khalifah. Penerapan sistem Islam tersebut telah dicontohkan secara nyata oleh Rasulullah saw yang dilanjutkan para sahabat dan Khalifah sesudahnya.
Gambaran sikap nyata Rasulullah sebagai pemimpin kaum muslim memberikan perlindungan ketika seorang muslimah mengalami penghinaan dari seorang Yahudi Bani Qunaiqa telah tercatat sebagai bukti sejarah dalam pemerintahan Islam. Ketika itu seorang Muslimah berbelanja di pasar Bani Qainuqa, seorang Yahudi mengikat ujung pakaiannya tanpa dia ketahui sehingga ketika berdiri aurat wanita tersebut tersingkap diiringi derai tawa orang-orang Yahudi di sekitarnya. Setelah menyadari kondisinya, wanita tersebut berteriak. Kemudian salah seorang sahabat datang menolong dan langsung membunuh pelakunya. Namun orang-orang Yahudi mengeroyok dan membunuh sahabat tersebut. Ketika berita ini sampai kepada Rasulullah saw., beliau langsung mengumpulkan tentara terbaiknya. Pasukan Rasulullah saw. mengepung mereka dengan rapat selama 15 hari hingga akhirnya Bani Qainuqa menyerah karena ketakutan.
Pada masa kepemimpinan Islam tergambar nyata pula tidak adanya diskriminasi terhadap non muslim, seorang ulama dari Imam Mahzab Syafi’i bernama Al-Qarafiy berkata,“Sesungguhnya diantara kewajiban tiap muslim terhadap kafir dzimmi (non muslim yang dilindungi dalam negara Islam) adalah berbuat lembut kepada kaum lemah mereka, menutup kebutuhan kefakiran mereka, memberi makan orang yang kelaparan dari kalangan mereka, memberi pakaian kepada mereka yang telanjang, mengajak mereka bicara dengan kata-kata yang lembut, menanggung penderitaan tetangga dari mereka semampunya, bersikap lembut pada mereka bukan dengan cara menakuti, bukan pula dengan cara penghormatan yang berlebihan. Ikhlas memberi nasihat kepada mereka dalam semua urusannya, melawan orang yang hendak menyerang dan mengganggu mereka, menjaga harta, keluarga, kehormatan, dan seluruh hak serta kepentingan mereka. Setiap muslim bergaul dengan mereka sebaik mungkin dengan akhlak mulia yang dapat dia lakukan.”
Sosok Khalifah Umar bin Khattab juga telah memberikan tauladan terbaik mengikuti jejak Rasulullah, ketika menegur Gubernur Mesir Amr bin Ash yang telah menggusur rumah kakek tua dari Yahudi dalam kisah yang masyhur.
Kakek tua Yahudi tersebut menceritakan kepada Khalifah Umar, bahwa Gubernur Mesir Amr bin Ash telah meminta kepadanya agar meninggalkan tempat yang kumuh dan rumah yang sudah reyot karena di lokasi tersebut akan dibangun sebuah rumah gubernur dan masjid yang megah. Demi melaksanakan cita-citanya, maka Amru bin Ash kemudian memanggil Yahudi tua ini menghadapnya untuk merundingkan besaran uang dan kompensasi yang akan diterimanya. Namun kakek Yahudi ini tidak menerima tawaran Gubernur. Tetapi Amr bin Ash tetap membongkar rumah kakek tersebut.
Atas perlakuan yang tidak adil yang diterimanya, maka kakek Yahudi tersebut mengadu kepada Khalifah Umar bin Khattab.
Kakek Yahudi melakukan perjalanan dari Mesir menuju Madinah untuk menemui Khalifah Umar. Sesampai di Madinah, ia mendapati kenyataan yang dil luar dugaanya. Sungguh ia tak menyangka, Khalifah yang namanya sangat tersohor itu tidak mempunyai istana yang mewah. Khalifah Umar pun begitu mudah ditemui karena berbaur dengan warga layaknya orang biasa. Kakek Yahudi ini bahkan kemudian diterima Khalifah di halaman masjid Nabawi, di bawah sebatang pohon kurma yang rindang.
“Ada keperluan apa Tuan datang jauh-jauh kemari dari Mesir?” tanya Khalifah Umar.
Meski Yahudi tua itu gemetaran berdiri di depan Khalifah, tetapi kepala negara yang bertubuh tegap itu menatapnya dengan pandangan sejuk sehingga dengan lancar ia dapat menyampaikan keperluannya dari semenjak kerja kerasnya seumur hidup untuk dapat membeli tanah dan gubuk kecil, sampai perampasan hak miliknya oleh gubernur Amr bin Ash dan dibangunnya masjid megah diatas tanah miliknya.
Mendengar ceritanya, mendadak roman muka Khalifah Umar bin Khattab berbuah merah padam. Dengan murka ia berkata, “Perbuatan Amr bin Ash sudah keterlaluan!”
Dan sesudah agak meredakan emosinya yang meluap, Khalifah Umar lantas menyuruh Yahudi tersebut mengambil sebatang tulang dari tempat sampah yang teronggok di dekatnya. Yahudi itu pun ragu melakukan perintah tersebut. Dia bertanya-tanya: Apakah ia salah dengar?. Tetapi setelah tulang diambil dan kemudian diserahkan kepada Umar, maka oleh sang Khalifah, tulang itu digoresi huruf alif lurus dari atas ke bawah, lalu dipalang di tengah-tengahnya menggunakan ujung pedang. Kemudian tulang itu diserahkan kepada si kakek seraya berpesan, “Tuan. Bawalah tulang ini baik-baik ke Mesir, dan berikanlah pada gubernurku Amr bin Ash.”
Yahudi itu semakin bertanya-tanya. Ia datang jauh-jauh dari Mesir dengan tujuan memohonkan keadilan kepada kepala negara, namun apa yang ia peroleh? Sebuah tulang berbau busuk yang cuma digoret-goret dengan ujung pedang. Apakah Khalifah Umar tidak waras?
“Maaf, Tuan Khalifah.” ucapnya tidak puas, “Saya datang kemari menuntut keadilan, namun bukan keadilan yang Tuan berikan. Melainkan sepotong tulang yang tak berharga. Bukankah ini penghinaan atas diri saya?”
Umar tidak marah. Ia meyakinkan dengan penegasannya, “Hai, kakek Yahudi. Pada tulang busuk itulah terletak keadilan yang Tuan inginkan.”
Maka, walaupun sambil mendongkol dan mengomel sepanjang jalan, kakek Yahudi itu lantas berangkat menuju tempat asalnya dengan berbekal sepotong tulang belikat unta berbau busuk. Setelah tiba kembali di Mesir, maka ia kemudian menemui Gubernur Amr bin Ash. Dia mengatakan telah bertemu dengan Khalifah Umar bin Kahatab dan mendapatkan titipan tulang onta untuk disampaikan kepadanya.
Begitu tulang yang tidak bernilai tersebut diterima oleh Gubernur Amr bin Ash, tak disangka mendadak tubuhnya gemetaran. Tubuhnya menggigil dan wajahnya menyiratkan ketakutan yang amat sangat. Ganjilnya lagi, seketika itu pula ia memerintahkan segenap anak buahnya untuk merobohkan masjid yang baru siap, dan supaya dibangun kembali gubuk milik kakek Yahudi serta menyerahkan kembali hak atas tanah tersebut. Dan setelah mengumpulkan anak buahnya, Amr bin Ash kemudian pergi ke lahan milik Yahudi itu. Tujuannya, hendak memimpin sendiri merobohkan masjid dan rumah sang gubernur yang hampir selesai dibangun. Amr bin Ash tidak mempertimbangkan bila pembangunan tersebut telah memakan dana besar. Melihat itu, tiba-tiba saja kakek Yahudi dengan buru-buru mendatangi Gubernur Amr bin Ash kembali.
“Ada perlu apalagi, Tuan?” tanya Amr bin Ash yang berubah sikap menjadi lembut dan penuh hormat.
Dengan masih terengah-engah, Yahudi itu berkata, “Maaf, Tuan. Jangan dibongkar dulu masjid itu. Izinkanlah saya menanyakan perkara pelik yang mengusik rasa penasaran saya.”
“Perkara yang mana?” tanya gubernur tidak mengerti.
“Apa sebabnya Tuan begitu ketakutan dan menyuruh untuk merobohkan masjid yang dibangun dengan biaya raksasa, hanya lantaran menerima sepotong tulang dari Khalifah Umar?”
Gubernur Amr bin Ash berkata pelan,”Wahai Kakek Yahudi. ketahuilah, tulang itu adalah tulang biasa, malah baunya busuk. Tetapi karena dikirimkan Khalifah, tulang itu menjadi peringatan yang amat tajam dan tegas dengan dituliskannya huruf alif yang dipalang di tengah-tengahnya.”
“Maksudnya?” tanya si kakek Yahudi makin keheranan.
“Tulang itu berisi ancaman Khalifah: Amr bin Ash, ingatlah kamu. Siapapun engkau sekarang, betapapun tingginya pangkat dan kekuasaanmu, suatu saat nanti kamu pasti akan berubah menjadi tulang yang busuk. Karena itu, bertindak adillah kamu seperti huruf alif yang lurus, adil di atas dan di bawah, Sebab, jika engkau tidak bertindak lurus, kupalang di tengah-tengahmu, aku tebas batang lehermu.”
Mendengar perkataan sang gubernur, mendadak Kakek Yahudi itu menunduk terharu. Ia kagum atas sikap khalifah yang tegas dan sikap gubernur yang patuh dengan atasannya hanya dengan menerima sepotong tulang. Benda yang rendah itu berubah menjadi putusan hukum yang keramat dan ditaati di tangan para penguasa yang beriman. Maka yahudi itu kemudian menyerahkan tanah dan gubuknya sebagai wakaf. Setelah kejadian itu, ia langsung menyatakan masuk Islam.
Dengan gambaran nyata penerapan Islam tersebut tidak ada kekhawatiran akan terjadi xenofobia dan Islamofobia. Karena saat Islam memimpin peradaban, konflik dapat diminimalisir, sikap santun dan lembut diberikan pada kafir dzimmi (non muslim). Tentunya berbeda dengan kondisi sekarang, dimana sistem sekuler yang telah menjadi ruh dalam penyeleggaraan negara-negara di belahan dunia yang akan membuka kran lebar diskriminasi terutama Islamofobia akan terus terjadi. Maka, tidakkah kita rindu untuk segera menerapkan sistem paripurna tersebut?. Wallahu ‘alam bishowab.*
Maheasi, SE., MM
Komunitas Muslimah Arsitek Peradaban
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!