Sabtu, 8 Rabiul Akhir 1446 H / 2 Mei 2020 22:14 wib
11.413 views
Rakyat Dilarang Mudik, Lho Kok TKA Cina Dibebaskan Masuk?
Oleh: Desi Yunise, S.TP
Sejumlah upaya demi memutus rantai penyebaran virus COVID-19 telah digulirkan pemerintah. Harapan itu agaknya masih jauh panggang dari api. Angka pasien Covid belum juga menunjukkan tanda-tanda penurunan. Kini, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia per Jumat, 1/5/2020, bertambah 433 orang. Sehingga total pasien yang terjangkit virus korona yaitu 10.551 orang. Data terbaru ini disampaikan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat sore (Kompas.com, 1/5/2020).
Demi memutus rantai penyebaran COVID-19, sejumlah daerah zona merah diterapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Pemerintah pun menerapkan larangan mudik, membolehkan pulang kampung. Namun, kebijakan ini menuai protes, sebab apa bedanya antara mudik dan pulang kampung dari segi potensi menyebaran virus? Sementara itu PSBB yang diterapkan pemerintah pusat juga tak sepenuhnya didukung oleh pejabat daerah. Seperti yang terjadi di Bali.
Di lain pihak, Kementrian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengambil kebijakan yang kontradiktif. Dilansir dari Kumparan (30/4/2020), lembaga ini menyetujui Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Sebanyak 500 TKA China dibebaskan masuk ke Sulawesi Tenggara, di tengah Pandemi Corona. Padahal, Gubernur Sultra, Ali Mazi bersama DPRD tegas menolak rencana kedatangan 500 TKA tersebut di saat Indonesia sedang berperang melawan COVID-19. Wajar jika kebijakan ini menuai kritik keras dari publik, sebab negara ini sedang membatasi penyebaran virus. Mengapa justru Kemenaker membuka pintu penyebaran dari TKA? Lagi pula, tenaga kerja dalam negeri harusnya lebih diprioritaskan.
Mencermati berbagai kebijakan yang diberlakukan tampaknya tidak akan berjalan efektif. Sebab celah terbukanya penyebaran Covid-19 masih terbuka lebar. Kebijakan berbagai kementrian dengan pemerintah pusat tampak berjalan tidak sinergis. Ironis, di saat rakyat Indonesia membutuhkan banyak pekerjaan, pemerintah malah membuka pasar tenaga kerja asing. Hal ini jelas akan makin menyakiti rakyat. Rakyat pada akhirnya, menilai bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh mengurusi. Keberpihakan pada TKA lebih tampak nyata daripada rakyat yang menderita. Di dalam negeri sedang butuh-butuhnya pekerjaan akibat gelombang PHK, mengapa TKA Cina diberi pekerjaan? Kebijakan ini pun nyata-nyata bertolak belakang dengan upaya pencegahan sebaran virus. Bagaimana rakyat dilarang mudik dan harus di rumah saja, sementara TKA dibebaskan masuk?
Agar kebijakan berjalan baik, ada 3 kunci sukses yang harus diperhatikan. Pertama, diberlakukan secara tegas dan konsisten. Kadua, didukung penuh oleh rakyat. Ketiga, dilaksanakan rakyat dengan penuh kesadaran. Ketiga kunci sukses ini sulit terwujud pada masyarakat kapitalistik-sekuleristik seperti saat ini. Apa sebabnya?
Pertama, untung-rugi masih dijadikan asas di atas kemaslahatan rakyat. Sehingga kebijakan tampak kontraproduktif satu dengan yang lain. Hal ini terlihat pada kebijakan membolehkan TKA asing masuk sementara rakyat dilarang mudik.
Kedua, pemerintah sulit mendapatkan dukungan dari masyarakat, khususnya tokoh masyarakat, pejabat daerah, tokoh agama dan semua pihak. Sebab terlihat secara kasat mata bahwa pemerintah tidak serius dan sungguh-sungguh memperhatikan kebaikan bagi rakyat. Kalaupun ada hanya bersifat setengah hati.
Ketiga, masyarakat melaksanakan kebijakan tidak dilandaskan kesadaran. Mereka hanya sekedar takut karena sanksi yang diberikan. Sehingga jika ada celah yang terbuka, rakyat masih mencari cara melanggar aturan.
Lain halnya dengan masyarakat islam. Dalam masyarakat islam, baik pemimpin dan rakyatnya memiliki kesatuan, baik dalam pemahaman, perasaan maupun aturan. Kesatuan ini diikat oleh sikap ketaqwaan kepada Allah SWT. Sikap taqwa ini akan melahirkan akhlaq yang mulia pada diri pejabat sekaligus rakyat. Hal ini tampak pada hal-hal berikut :
- Pemimpin sangat bertanggung jawab. Dalam paradigma Islam, pemimpin adalah pelayan dan ia dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Karekter bertanggung jawab ini akan melahirkan kepemimpinan yang amanah. Pemimpin ini akan sangat memperhatikan kemaslahatan rakyat. Melayani seluruh rakyat merupakan orientasi kepemimpinannya. Tak diskriminatif terhadap satu golongan di atas golongan yang lain. Sebab kebijakannya didasarkan pada tuntunan syariat yang dituangkan dalam Al Qur’an dan As sunnah.
- Kebijakan mendapat dukungan penuh dari rakyat. Hal ini ditunjukkan dengan mentaatinya dengan suka rela. Kalau pun ada hal yang tidak berkenan, disampaikan dalam suasana amar makruf nahi mungkar. Sehingga hubungan antara rakyat dan pemimpin adalah hubungan mengoreksi pemimpin dengan cara yang baik. Pemimpin pun merespon posisitf terhadap kritik, sebab kritik adalah kewajiban hukum syariat. Jika kebijakannya keliru, pemimpin tak akan segan mengubah kebijakan yang telah dibuatnya.
- Masyarakat menjalankan aturan dengan kesadaran. Kesadaran inilah yang menjamin rakyat tidak mencari celah untuk melanggar aturan. Sebab mentaati pemimpin adalah kewajiban dari Allah sepanjang bukan kemaksiatan. Sebaliknya, jika mereka melanggar aturan dengan sengaja sejatinya mereka berdosa di sisi Allah SWT.
Ketiga hal inilah yang hanya akan lahir dalam masyarakat Islam. Antara penguasa dan rakyat diliputi rasa taqwa kepada Allah SWT. Sehingga lahir kesatuan pemahaman, perasaan dan aturan yang dilaksanakan bersama-sama dengan penuh rasa tanggung jawab. Kebijakan pun tentunya berjalan efektif dan sukses. Wallahu a’lam bis shawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!