Home | Redaksi | Advertisement | Kirim Naskah | Pedoman Pemberitaan Media Siber
Facebook RSS
5.874 views

UU Jaminan Produk Halal, Bagaimana Seharusnya?

 

Oleh:

Maya DewiFounder Komunitas Halal Salatiga

 

SIMPANG-SIUR berita seputar pengalihan kewenangan sertifikasi halal dari LPPOM MUI kepada pemerintah masih ramai terdengar.  Terlebih jika kita mengikuti perbincangan di linimasa, beberapa pihak menuduh pemerintah saat ini berupaya mengebiri peran MUI. Bukankah sudah puluhan tahun MUI memegang kendali atas sertifikasi halal di negeri ini? Kenapa kini dialihkan? begitu asumsi mereka. 

Dalam QS. Al-Hujurat : 6, Allah SWT berfirman  yang artinya :

"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."

Begitupula saat mendapat berita pengalihan sertifikasi ini, hendaklah kita menahan diri dari berkomentar jika belum faham benar akan duduk permasalahannya. Alih-alih mencerdaskan, bisa-bisa komentar dan asumsi kita malah menebar fitnah dan adu domba.

 

Perjalanan UU JPH

Meski berpenduduk mayoritas muslim, namun bukan berarti seluruh produk makanan-minuman yang beredar di negara ini bebas dari bahan haram. Setidaknya tercatat beberapa kali masyarakat dihebohkan kasus kontaminasi bahan haram dalam produk yang cukup banyak dikonsumsi. Sekitar bulan Oktober 1988 merebak isu lemak babi, kasus ini menjadi awal terbentuknya LPPOM MUI. Kemudian sekitar bulan Oktober 2001, LPPOM MUI mengeluarkan fatwa keharaman bumbu masak bermerk Ajinomoto karena ditemukan mengandung babi. 

Kesadaran keharusan mengkonsumsi produk halal terus tumbuh di tengah masyarakat muslim, seiring semakin meningkatnya syu'ur keislaman. Berbagai komunitas yang melakukan dakwah halal pun bertebaran. Kesadaran ini menuntut para produsen untuk menjamin kehalalan produknya dengan sertifikasi halal LPPOM MUI. 

Permasalahan muncul, pengajuan sertifikasi halal bersifat sukarela. LPPOM MUI tak memiliki kewenangan memaksa produsen untuk mendaftar. Di sisi lain, besarnya biaya audit produk seringkali dijadikan alasan keengganan para produsen. Sertifikasi halal pun sangat bergantung kesadaran dan itikad baik para produsen. 

Sebagai solusi permasalahan, mau tak mau sudah seharusnya pemerintah turun tangan. Pemerintah wajib menjamin sempurnanya pelaksanaan hak menjalankan perintah agama bagi umat Islam, dalam hal ini hanya mengkonsumsi produk halal. Begitulah, penyusunan UU JPH adalah dalam rangka menunaikan kewajiban tersebut. 

Perjalanan UU JPH ini tidaklah semulus jalan tol. Butuh waktu sangat lama bagi pengurusan sebuah undang-undang.  Penolakan dari sejumlah pengusaha yang tak paham sempat terjadi, bahkan masih terdengar hingga kini. Namun tak mampu menghentikan laju terbitnya payung hukum bagi konsumen muslim ini. 

Setelah penyusunan naskah akademik Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) pada tahun 2006, RUU ini akhirnya disahkan menjadi undang-undang dalam sidang paripurna DPR pada Kamis (25/9/2014). Namun Undang-undang ini tak bisa serta-merta diterapkan karena Pemerintah harus menyiapkan implementasinya terlebih dahulu dalam jangka waktu lima tahun, yaitu hingga 2019. 

Tepat pada 11 Oktober 2017 lalu, Menteri Agama meresmikan struktur baru bernama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Badan ini berada di bawah Kementerian Agama, memiliki kewenangan administratif dalam penerbitan sertifikat halal. 

Bagaimana posisi MUI dalam UU JPH ? MUI tetap memiliki peran penting dalam proses sertifikasi, yaitu bersinergi dengan BPJPH dalam hal Sertifikasi Auditor halal, Penetapan Kehalalan Produk, dan Akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).

Alurnya sebagai berikut, setelah pengusaha mendaftarkan produknya, auditor di bawah LPH melakukan audit, hasil audit disampaikan pada BPJPH yang meneruskannya pada MUI, lalu MUI bersidang untuk menetapkan fatwa, hasil penetapan disampaikan kepada BPJPH, bagi produk yang difatwakan halal maka dikeluarkan sertifikasi. Sedangkan bagi produk yang tak lolos sertifikasi maka akan dikembalikan berkasnya pada produsen disertai catatan. (Lihat : UU JPH pasal 30-33)

 

Catatan Bagi Umat

Dengan demikian, sungguh tidak tepat jika ada pihak yang menganggap UU JPH dibuat untuk memberangus MUI. Justru peran MUI sangat terbantu oleh kepastian hukum yang dibuat negara. 

Umat Islam harus mengapresiasi terbitnya UU yang dilandasi spirit mengembalikan peran negara untuk melindungi umat Islam dari produk haram. Bukankah tugas negara adalah mengerahkan segenap upayanya untuk mengatur urusan rakyat? Dengan UU ini, sertifikasi halal yang tadinya bersifat sukarela menjadi wajib, disertai sejumlah konsekuensi bagi produsen yang melanggarnya (lihat : UU JPH pasal 41). 

Memang penyimpangan bisa saja terjadi, terlebih negara kita belum menerapkan syari'at Islam secara kaffah. Misalkan untuk masalah pembiayaan. Dalam UU JPH, pembiayaan sertifikasi masih dibebankan pada pelaku usaha, sedangkan bagi usaha kecil bisa difasilitasi pihak lain. Tentu saja kita berharap ini tidak dimanfaatkan sebagai lahan bisnis oknum yang tidak bertanggungjawab, sehingga dapat mengakibatkan maraknya manipulasi.

Dengan diwajibkannya sertifikasi halal, maka pemerintah harusnya bisa menekan biaya seminim mungkin  bahkan gratis sebagai wujud semangat melayani rakyat. Pemerintah yang diwakili BPJPH diharapkan  mampu menjaga kepercayaan umat Islam dengan bersikap adil, terbuka, profesional, serta akuntable. 

Keberhasilan jaminan produk halal sangat ditentukan oleh tiga faktor. Individu, masyarakat dan negara itu sendiri. Individu yang bertakwa akan berhati-hati memilih produk yang akan dikonsumsi, ketakwaan mencegahnya dari mengkonsumsi serta memproduksi barang haram. 

Peran masyarakat pun sangat diharapkan dalam mengawal dan mengkritisi pelaksanaan UU JPH. Masyarakat harus peduli dan tanggap terhadap penyimpangan sekecil apapun baik di level pelaku usaha, LPH maupun BPJPH. 

Namun patut disadari, kebijakan jaminan produk halal hanya akan terlaksana sempurna jika pemerintah benar-benar memposisikan dirinya sebagai pelayan rakyat, dimana dia mengurusi semua urusan rakyat karena ketakwaan pada Allah. Bukan memposisikan diri sebatas regulator seperti yang terjadi saat ini. Dengan demikian, rasa takwa itu menghalanginya mencurangi dan mendzolimi rakyat, sekecil apapun bentuknya. Pemerintah juga wajib mengedukasi rakyatnya agar sadar halal. 

Ketakwaan jugalah yang menjadikan pemerintah bisa bersikap tegas tanpa ragu ketika memberi sanksi atas pelanggaran  yang terjadi, siapapun pelakunya. Dan juga menjadikan pemerintah tetap tegak berdiri menghadapi negara asing yang hendak 'bermain mata' untuk melecehkan kebijakan tersebut. 

Semoga spirit ini semakin menghantarkan negara kita menuju ke sana, negara bertakwa yang menerapkan syari'at Allah secara utuh, tanpa pilih-pilih. **

Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

Analysis lainnya:

+Pasang iklan

Gamis Syari Murah Terbaru Original

FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id

Cari Obat Herbal Murah & Berkualitas?

Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com

Dicari, Reseller & Dropshipper Tas Online

Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com

NABAWI HERBA

Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%. Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Ustadzah Salma Khoirunnisa, salah satu pengajar di Pesantren Tahfizul Quran Darul Arqom Sukoharjo mengalami kecelakaan. Kondisinya masih belum sadar, dan sempat koma selama 5 hari karena diperkirakan...

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Diawali dengan berniat karena Allah, berperan aktif menebarkan amal sholeh dan turut serta membantu pemerintah memberikan kemudahan kepada umat mendapatkan pelayanan kesehatan, maka Ulurtangan...

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Rafli Bayu Aryanto (11) anak yatim asal Weru, Sukoharjo ini membutuhkan biaya masuk sekolah tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama). Namun kondisi ibu Wiyati (44) yang cacat kaki tak mampu untuk...

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Alhamdulillah, pada Sabtu, (18/11/2023), Yayasan Ulurtangan.com dengan penuh rasa syukur berhasil melaksanakan program Sedekah Barangku sebagai wujud nyata kepedulian terhadap sesama umat Islam....

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Sungguh miris kondisi Arga Muhammad Akbar (2) anak kedua pasangan Misran dan Sudarti ini, sudah sebulan ini perutnya terus membesar bagai balon yang mau meletus. Keluarganya butuh biaya berobat...

Latest News

MUI

Sedekah Al Quran

Sedekah Air untuk Pondok Pesantren

Must Read!
X