Selasa, 27 Jumadil Awwal 1447 H / 9 September 2025 12:41 wib
8.261 views
Elon Musk Ubah Platform X jadi Corong Islamofobia, Histeria Anti-Imigrasi, dan Propaganda Israel
Elon Musk, yang menyebut dirinya sebagai “absolutis kebebasan berbicara” dan pemilik platform X, secara sistematis memanfaatkan pengaruh digitalnya yang sangat besar untuk menyebarkan kombinasi berbahaya antara histeria anti-imigrasi dan Islamofobia terang-terangan.
Ledakan retorika daring yang ia lontarkan belakangan ini bukanlah provokasi yang muncul secara acak, melainkan bagian dari penurunan yang disengaja ke dalam wacana sayap kanan ekstrem. Ia memanfaatkan platformnya untuk menjelekkan komunitas-komunitas terpinggirkan dan menyelaraskan dirinya dengan unsur-unsur paling beracun dalam spektrum politik global.
Perilaku ini dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip yang pernah ia nyatakan sendiri. Kini, Musk tampak justru berupaya membakar perpecahan sosial demi keuntungan pribadi dan politik, sekaligus menjadi pengalih perhatian atas berbagai kejahatan global—khususnya terhadap umat Muslim.
Transformasi X menjadi pusat ujaran kebencian, menurut banyak pengguna internet, menuntut pengawasan kritis, terutama atas perannya dalam memperkuat propaganda Israel di tengah genosida yang terus berlangsung di Gaza.
Musk kini secara terbuka menyuarakan ketakutan terhadap imigrasi dengan merangkul inti dari teori konspirasi “Penggantian Besar” (Great Replacement), sebuah narasi supremasi kulit putih yang menyatakan adanya rencana untuk menggantikan populasi kulit putih Eropa melalui imigrasi.
"Setiap pemerintah yang menghancurkan rakyatnya sendiri tidak sah," tulisnya baru-baru ini — sebuah pernyataan yang membingkai imigrasi sebagai ancaman eksistensial terhadap kedaulatan nasional.
Tak lama kemudian, ia membuat klaim yang lebih provokatif: “Pemerintah yang menempatkan orang asing di atas rakyatnya sendiri, secara definisi, PENGKHIANAT dan TIDAK SAH!” serta menambahkan bahwa “Tujuannya jelas: pemukiman jangka panjang untuk mengimpor pemilih.”
Pernyataan-pernyataan ini bukanlah diskusi kebijakan yang bernuansa, melainkan penyebarluasan langsung dari teori konspirasi yang telah menginspirasi penembakan massal, dan yang oleh Komite Yahudi Amerika disebut sebagai “teori konspirasi antisemit paling mematikan dalam sejarah modern AS.”
Dengan meminjamkan platform medianya untuk menyebarkan ideologi beracun ini, Musk dikecam karena memberikan kesan legitimasi terhadap kebencian, mendorong narasi yang berdampak nyata terhadap kekerasan dan diskriminasi terhadap komunitas imigran.
Keterlibatannya dalam menyebarkan Islamofobia juga dianggap sangat disengaja dan merusak. Musk dituding sengaja mencitrakan seluruh agama dengan dua miliar penganut sebagai ancaman kekerasan dan ketidakcocokan budaya.
Baru-baru ini, ia menyinggung skandal grooming gangs di Inggris dengan menyatakan, “Siapa pun yang mendukung kebijakan yang memungkinkan pelecehan terhadap anak-anak harus benar-benar dipermalukan dan dijauhi,” serta, “Jika seseorang berimigrasi ke negara tertentu, mereka harus menghormati hukum dan budaya negara itu.”
Komentarnya ini dianggap sengaja menyasar komunitas Muslim Pakistan, sembari mengabaikan konteks lebih luas mengenai pelecehan anak.
Ia juga merangkum intoleransinya dalam sebuah pernyataan yang mengerikan: “Jika toleransi berarti akhir dari Peradaban Barat, maka kita tidak bisa lagi bersikap toleran.”
Retorika semacam ini, menurut banyak pihak, mereduksi keragaman Islam menjadi ancaman tunggal, dan memicu rasisme anti-Muslim yang telah lama diperingatkan oleh tokoh-tokoh komunitas seperti Miqdaad Versi dari Dewan Muslim Inggris.
Cendekiawan seperti Omar Suleiman secara eksplisit mengecam Musk karena meniupkan “seluruh peluit anjing Islamofobia,” dan menunjukkan bagaimana kemarahannya yang selektif menciptakan citra Islam sebagai agama yang melekat dengan kekerasan.
Aspek paling licik dari aktivitas Musk di X adalah kebiasaannya membagikan ulang konten dari akun-akun propagandis Israel yang menyamar sebagai orang Lebanon, Palestina, dan lainnya.
Akun-akun ini, yang tampak seperti suara otentik, sebenarnya menyuarakan narasi yang membela rezim Israel dari kejahatan perang di Gaza, serta menyerang jurnalisme dan perlawanan Palestina yang sah.
Dengan membagikan konten semacam ini ke lebih dari seratus juta pengikutnya, Musk seolah mencuci bersih disinformasi mereka melalui kredibilitas pribadinya, dan memberi panggung besar bagi para aktor yang memang berniat menyesatkan opini publik mengenai dukungan regional terhadap agresi militer Israel.
Tindakan ini merupakan bagian inti dari perang informasi modern, dan keterlibatan Musk menjadikannya peserta langsung dalam kampanye untuk memutarbalikkan kenyataan serta membungkam suara-suara asli Palestina dan Muslim.
Kritik terhadap tindakan Musk datang deras dan tajam, meski sering ia abaikan atau balas dengan serangan balik melalui platformnya sendiri.
Organisasi seperti Center for Countering Digital Hate (CCDH) telah mendokumentasikan bagaimana X di bawah kepemilikan Musk menjadi “tempat aman bagi para rasis,” dengan 98% ujaran kebencian yang ditandai tetap tidak ditindak.
Akademisi seperti Marc Owen Jones menyebut X sebagai “surga sayap kanan ekstrem” di bawah kepemimpinannya. Para politisi Inggris, mulai dari Menteri Kehakiman Heidi Alexander hingga anggota parlemen dari Partai Buruh Jess Phillips, mengecam keterlibatan Musk dalam politik Inggris serta penyebaran kebohongan yang membahayakan ketertiban sipil.
Dewan Muslim Inggris terus-menerus mengecam “sinyal kebencian yang berbahaya” dari Musk, dan menegaskan bahwa bahkan unggahan-unggahan yang tampak lebih halus tetap melanggengkan stereotip berbahaya — menggambarkan sosok yang telah meninggalkan tanggung jawab kepemimpinan demi menyulut perang budaya.
Sementara dunia menyaksikan genosida yang disiarkan langsung dan kelaparan buatan manusia di Gaza — dengan jumlah korban jiwa melebihi 64.500 warga Palestina — fokus Musk justru tertuju pada isu-isu seperti grooming gangs dan teori konspirasi “impor pemilih.”
Ini diyakini sebagai pengalihan yang sangat terencana — mengalihkan perhatian dunia dari kejahatan perang Israel dan keterlibatan pemerintah Barat, termasuk dirinya sendiri yang pernah menjadi bagian dari pemerintahan Trump, menuju isu-isu buatan yang memecah belah publik Barat.
Ini adalah taktik pengalihan klasik, dan X di bawah kendali Musk menjadi kendaraan sempurna untuk itu, menurut banyak pihak. Dengan membanjiri siklus berita dengan cuitan-cuitan provokatif, Musk secara efektif membungkam seruan gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan — sekaligus memberi perlindungan berharga bagi pembantaian yang masih berlangsung.
Diamnya atas genosida di Gaza begitu mencolok, sementara megafon kebencian yang ia miliki terdengar sampai ke puncak-puncak opini publik dunia — menggiring kemarahan ke arah minoritas yang rentan.
Ledakan retorika daring Musk bukanlah sekadar ocehan acak seorang miliarder eksentrik. Ini adalah upaya sistematis dan berbahaya untuk menyebarkan ujaran kebencian — yang sepenuhnya selaras dengan tujuan gerakan sayap kanan ekstrem dan propaganda Israel.
Promosinya terhadap teori “Penggantian Besar”, Islamofobia terang-terangan, serta penyebaran akun palsu yang menyebarkan disinformasi, semuanya melayani satu tujuan yang sama: memecah solidaritas, mendemonisasi “yang lain”, dan menyamarkan realitas kekuasaan yang brutal. (ptv/Ab)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!